• Turun Ke Lapangan

    Bersama Menteri Pertanian Suswono, mengunjungi petani bawang di Cirebon.

  • Turun Ke Lapangan

    Bersama Menteri Pertanian Suswono, mengunjungi petani bawang di Cirebon.

  • Banjir Banten

    Berdiskusi dengan Menteri Pertanian Suswono dan Asda II Husni Hasan di areal persawahan di Desa Undar Andir Kecamatan Kragilan Kabupaten Serang , 22 Januari 2013.

  • Menjadi Narasumber Workshop

    Narasumber dalam Workshop Evaluasi Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP), di IPB International Convention Center tanggal 8 Agustus 2012 .

  • Bersama Petani Menes

    Dengan Kelompok Tani Penerima UPPO di Menes, Kabupaten Pandeglang Oktober 2011.

  • Kunjungan Daerah

    Silaturrahim Bersama Anggota DPRD Provinsi NTB, September 2011.

  • Bersama Peternak Sapi

    Mengunjungi Peternakan Sapi Potong dan Sapi Perah di Lembang, Jawa Barat.

  • Bersama Peternak Kerbau Pandeglang

    Syamsu Hilal bersama Anggota DPRD, pejabat Dinas Peternakan Kabupaten Pandeglang, penyuluh lapangan serta peternak Desa Telagasari Kecamatan Saketi penerima program UPPO Kementerian Pertanian.

  • Pembahas Evaluasi Kinerja

    Menjadi pembahas dalam acara Evaluasi Kinerja Penyuluhan Pertanian di Hotel Horison Bekasi, 27 September 2012.

  • Berkunjung ke Baduy

    Leuit Baduy memiliki kesamaan dengan LDPM Badan Ketahanan Pangan Kementan.

  • Sidang Tahunan APEC

    Salah satu delegasi untuk memperkenalkan produk pertanian Indonesia.

  • Bertandang ke Jepang

    Ditengah areal persawahan salah satu sentra padi di Jepang.

  • Bersama Peternak Sudan

    Memenuhi undangan dari Pemerintah Sudan terkait kerja sama dan alih teknologi pertanian.

Evaluasi Ramadhan

23 Agu 2013 1 comments

Fitrah adalah kertas putih bersih tanpa noda sedikit pun. Fitrah adalah air bening tanpa kotoran dan bau. Fitrah adalah hati yang suci bersih tanpa karat hasad, dengki, takabur, riya, dan berbagai penyakit hati lainnya. Fitrah adalah cahaya hati yang menerangi jalan kebenaran. Fitrah membimbing orang-orang beriman meniti jalan ketaqwaan. Fitrah adalah ketaatan kepada segala ketentuan Allah Swt., Rabbul ‘alamin. Fitrah adalah semangat untuk beribadah menghambakan diri kepada Sang Pencipta. Fitrah tak lain adalah Islam itu sendiri yang telah tertanam sejak manusia diciptakan.
Meski fitrah asalnya suci, akan tetapi seiring berjalannya waktu, dan manusia berinteraksi dengan lingkungan yang kurang menumbuhsuburkan fitrah itu, ada kalanya fitrah terkena bercak noda dan dosa. “Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah (Islam), maka orangtuanyalah (lingkungannyalah) yang menyebabkan dirinya menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi” (Al-Hadits).
Untuk itulah Allah Swt. menjadikan puasa Ramadhan bagi setiap Mukmin. Puasa Ramadhan berfungsi membersihkan karat noda dan dosa, yang disadari atau tidak, bersarang di dada orang-orang beriman. Puasa Ramadhan adalah rahmat, ampunan, dan garansi pembebasan dari siksa api neraka bagi Mukmin yang benar-benar melaksanakan kewajiban tersebut semata-mata karena iman dan hanya mengharap ridha Allah Swt.
Selama sebulan penuh kita dibiasakan menahan lapar, menahan hawa nafsu, menahan untuk tidak berdusta, bergosip, ghibah, fitnah, namimah, hasad, dengki, riya, dan menahan diri dari sifat-sifat tercela lainnya. Selama sebulan penuh kita dibiasakan menjaga perut kita dari makanan-makanan yang halal pada siang hari agar kita terbiasa menahan diri dari makanan-makanan yang haram. Selama sebulan penuh kita dibiasakan menjaga nafsu syahwat terhadap wanita yang dihalalkan bagi kita, yaitu istri, di siang hari, agar terbiasa menahan nafsu syahwat terhadap wanita yang diharamkan bagi kita. Selama sebulan penuh kita dibiasakan tilawah Al-Qur`an bahkan mampu mengkhatamkan minimal sekali, agar pikiran, hati, ucapan, dan sikap kita sesuai dengan pesan-pesan Al-Qur`an.
Selain itu, kita juga ditempa agar terbiasa shalat berjamaah di masjid. Pembiasaan ini amat penting bagi setiap Mukmin, karena hanya orang-orang berimanlah yang layak memakmurkan masjid-masjid Allah, sebagaimana firman-Nya, Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan sholat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS At-Taubah: 18).
Disampung kewajiban berzakat, yang merupakan kewajiban setiap Mukmin, kita juga dilatih menjadi seorang dermawan yang murah hati, senang membantu dan meringankan beban orang lain. Latihan berinfaq dan bershadaqoh akan membentuk sikap peduli dan kasih sayang kepada sesama Muslim yang akhirnya bermuara pada terbentuknya ukhuwah Islamiyah.
Marilah kita mengevaluasi diri, apakah puasa Ramadhan yang telah kita lalui selama sebulan penuh berkorelasi positif terhadap peningkatan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah Swt. Ada beberapa parameter yang dapat kita jadikan bahan evaluasi, yaitu puasa Ramadhan, shalat lima waktu berjamaah di masjid, shalat tarawih dan qiyamullail, zakat-infaq-shadaqoh, tilawah Al-Qur`an, dan tazkiyatu an-nafs.
Pertama, bagaimana dengan puasa kita? Sudahkah kita melaksanakan puasa dengan memperhatikan setiap rambu-rambunya, baik yang membatalkan puasa atau yang membatalkan pahala puasa? Puasa adalah inti dari peribadatan di bulan Ramadhan. Kalau puasa Ramadhan dilaksanakan dengan penuh keimanan dan hanya mengharap ridha Allah Swt. semata, maka insya Allah, dosa-dosa kita yang lalu akan diampuni oleh Allah Swt. Inilah janji Rasulullah Saw. kepada umatnya.
Mungkin kita sudah menjaga hal-hal yang membatalkan puasa, akan tetapi sudahkah kita menjaga hal-hal yang dapat membatalkan pahala puasa? Sudahkah kita menahan diri dari berdusta dan segala perkataan kotor? Sudahkah kita menjauhi ghibah, gosip, hasad, dan dengki? Inilah yang dikhawatirkan oleh Rasulullah Saw. dalam sebuah haditsnya, “Berapa banyak orang berpuasa, akan tetapi mereka tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan hausnya saja.”
Kedua, apakah selama sebulan penuh kita melaksanakan shalat lima waktu secara berjamaah di masjid? Shalat lima waktu adalah kewajiban harian setiap Mukmin yang pada bulan Ramadhan diharapkan meningkat kualitasnya. Shalat lima waktu menjadi parameter bagi baik atau buruknya ibadah-ibadah lainnya, sebagaimana sabda Rasulullah Saw. dalam hadits riwayat Abdillah bin Qathin, “Amal yang pertama kali dihisab bagi seorang hamba pada hari kiamat adalah shalat. Bila shalatnya baik, maka seluruh amalnya yang lain menjadi baik. Dan bila shalatnya rusak, maka rusak pulalah seluruh amalnya yang lain.”
Pembiasaan diri agar melaksanakan shalat lima waktu secara berjamaah di masjid dimaksudkan agar di antara kaum Mukminin terjalin ukhuwah Islamiyah yang mengokohkan barisan umat Islam. Dan Allah Swt. melebihkan pahala shalat berjamaah antara 25-27 kali dibandingkan shalat sendirian, sebagaimana sabda Rasulullah Saw., “(Pahala) shalat berjamaah dibandingkan (pahala) shalat seorang diri adalah dua puluh lima kali lipat. Malaikat yang berjaga di malam dan siang hari berkumpul menyaksikan (mereka) yang melaksanakan shalat Shubuh (berjamaah)” (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).
Dalam hadits lain disebutkan, “(Pahala) shalat berjamaah dibandingkan dengan (pahala) shalat seorang diri adalah dua puluh tujuh kali lipat” (HR Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Umar bin Khaththab).
Bahkan, bukan sekedar pembiasaan shalat berjamaah saja, akan tetapi pembiasaan shalat berjamaah itu dilaksanakan di masjid, tidak di rumah-rumah. Karena Allah Swt. menginginkan agar orang-orang beriman memakmurkan masjid-masjid Allah.
Dengan pembiasaan tersebut,  apalagi dikerjakan di awal waktu, maka diharapkan di bulan-bulan lainnya umat Islam terbiasa dengan melaksanakan shalat lima waktu secara berjamaah di awal waktu dengan memenuhi masjid-masjid Allah yang ada lingkungan masyarakat, di area perindustrian, atau di perkantoran. Shalat berjamaah di awal waktu akan membentuk sikap disiplin, agar umat Islam menghargai waktu dan tidak melewati waktunya terbuang percuma.
Ketiga, apakah kita telah melaksanakan shalat tarawih atau qiyamullail secara penuh dan baik? Inti dari pembiasaan shalat sunnah tarawih adalah agar kita membiasakan diri untuk menghidupkan malam (qiyamullail) di bulan-bulan lainnya dengan melaksanakan shalat tahajud dan tilawah Al-Qur`an. Menghidupkan malam adalah sunnah Rasul yang sangat dianjurkan. Bahkan beliau mewajibkan shalat tahajud bagi dirinya sendiri. Menghidupkan malam dengan ibadah-ibadah sunnah, seperti shalat tahajud dan tilawah Al-Qur`an memiliki berbagai keutamaan. Doa-doa kita pada malam-malam itu dikabulkan oleh Allah Swt.
Qiyamullail adalah tangga menuju kemuliaan jiwa yang menghidupkan ruh dan mensucikan hati. Ketika jiwa-jiwa manusia tengah terlelap tidur, maka jiwa-jiwa yang menghidupkan malam dengan beribadah berdialog dengan Rabb yang Maha Pencipta. Tak ada hijab antara mereka dengan Allah Swt.
Keempat, bagaimana dengan kewajiban zakat dan latihan infaq dan shadaqoh kita? Apakah kita sudah mengeluarkan zakat harta sesuai dengan perhitungan yang telah ditentukan syara’? Ataukah kita mengeluarkan zakat sesuai dengan kerelaan bukan berdasarkan kewajiban? Mungkin saja ada seorang Muslim yang mengeluarkan zakat hartanya dengan jumlah yang lebih sedikit dari yang semestinya. Semoga kita tidak termasuk orang-orang yang mengorupsi sebagian zakat harta.
Dengan mengeluarkan zakat, infaq, dan shadaqoh, selain kita diajarkan agar selalu mencari harta yang halal, kita juga diajarkan berempati sekaligus kepedulian kepada orang-orang yang tengah mengalami kesulitan harta. Apalagi Ramadhan tahun ini diawali dengan kenaikan harga BBM yang mendorong kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok. 
Keberhasilan madarasah Ramadhan dapat dilihat dari ada tidaknya peningkatan dalam iman dan taqwa dalam bentuk ketundukan dan ketaatan kepada hukum dan ketentuan Allah Swt. di bulan Syawal. Syawal artinya peningkatan. Maka, beruntunglah orang yang pada Syawal tahun 1426 H ini iman dan taqwanya lebih baik daripada Syawal tahun lalu. Dan celakalah orang yang pada Syawal tahun ini lebih buruk iman dan taqwanya dibandingkan Syawal tahun lalu. Semoga kita tidak termasuk orang-orang yang merugi apalagi celaka. Wallahu a’lam bishshawab.

Melestarikan Nilai-nilai Ramadhan

12 Agu 2013 0 comments

Oleh Drs. Ahmad Yani

Setelah Ramadhan kita akhiri, bukan berarti berakhir sudah suasana ketaqwaan kepada Allah Swt, tapi justru tugas berat kita untuk membuktikan keberhasilan ibadah Ramadhan itu dengan peningkatan ketaqwaan kepada Allah Swt, karenanya bulan sesudah Ramadhan adalah Syawal yang artinya peningkatan. Di sinilah letak pentingnya melestarikan nilai-nilai Ibadah Ramadhan. Sekurang-kurangnya, ada lima nilai ibadah Ramadhan yang harus kita lestarikan, paling tidak hingga Ramadhan tahun yang akan datang.
1.    Tidak Gampang Berbuat Dosa
Ibadah Ramadhan yang kita kerjakan dengan sebaik-baiknya membuat kita mendapatkan jaminan ampunan dari dosa-dosa yang kita lakukan selama ini, karena itu semestinya setelah melewati ibadah Ramadhan kita tidak gampang lagi melakukan perbuatan yang bisa bernilai dosa, apalagi secara harfiyah Ramadhan artinya membakar, yakni membakar dosa, kalau dosa itu kita ibaratkan seperti pohon, maka kalau sudah dibakar, pohon itu tidak mudah tumbuh lagi, bahkan bisa jadi mati, sehingga dosa-dosa itu tidak mau kita lakukan lagi.
Dengan demikian, jangan sampai dosa yang kita tinggalkan pada bulan Ramadhan hanya sekedar ditahan-tahan untuk selanjutnya dilakukan lagi sesudah Ramadhan berakhir dengan kualitas dan kuantitas yang lebih besar. Kalau demikian jadinya, ibarat pohon, hal itu bukan dibakar, tapi hanya ditebang sehingga satu cabang ditebang tumbuh lagi tiga, empat bahkan lima cabang beberapa waktu kemudian.
Dalam kaitan dosa, sebagai seorang muslim jangan sampai kita termasuk orang yang bangga dengan dosa, apalagi kalau mati dalam keadaan bangga terhadap dosa yang dilakukan, bila ini yang terjadi, maka sangat besar resiko yang akan kita hadapi dihadapan Allah Swt., Allah berfirman yang artinya,
“Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka bisa masuk ke dalam syurga, hingga unta masuk ke lubang jarum. Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan” (QS Al-A’raf: 40).
2.    Hati-hati dalam Bersikap dan Bertindak
Selama beribadah Ramadhan, kita cenderung berhati-hati dalam melakukan sesuatu, hal itu karena kita tidak ingin ibadah Ramadhan kita menjadi sia-sia dengan sebab kekeliruan yang kita lakukan. Secara harfiyah, Ramadhan juga berarti mengasah, yakni mengasah ketajaman hati agar dengan mudah bisa membelah atau membedakan antara yang haq dengan yang bathil. Ketajaman hati itulah yang akan membuat seseorang menjadi sangat berhati-hati dalam bersikap dan bertingkah laku. Sikap seperti ini merupakan sikap yang sangat penting sehingga dalam hidupnya, seorang Muslim tidak asal melakukan sesuatu, apalagi sekedar mendapat nikmat secara duniawi.
Kehati-hatian dalam hidup ini menjadi amat penting mengingat apapun yang kita lakukan akan dimintai pertanggung-jawaban dihadapan Allah Swt, karenanya apa yang hendak kita lakukan harus kita pahami secara baik dan dipertimbangkan secara matang, sehingga tidak sekedar ikut-ikutan dalam melakukannya, Allah berfirman yang artinya,
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya” (QS Al-Isra`: 36).
3.    Bersikap Jujur
Ketika kita berpuasa Ramadhan, kejujuran mewarnai kehidupan kita sehingga kita tidak berani makan dan minum meskipun tidak ada orang yang mengetahuinya. Hal ini karena kita yakin Allah Swt yang memerintahkan kita berpuasa selalu mengawasi diri kita dan kita tidak mau membohongi Allah Swt dan tidak mau membohongi diri sendiri karena hal itu memang tidak mungkin, inilah kejujuran yang sesungguhnya. Karena itu, setelah berpuasa sebulan Ramadhan semestinya kita mampu menjadi orang-orang yang selalu berlaku jujur, baik jujur dalam perkataan, jujur dalam berinteraksi dengan orang, jujur dalam berjanji dan segala bentuk kejujuran lainnya.
Dalam kehidupan masyarakat dan bangsa kita sekarang ini, kejujuran merupakan sesuatu yang amat diperlukan. Banyak kasus di negeri kita yang tidak cepat selesai bahkan tidak selesai-selesai karena tidak ada kejujuran, orang yang bersalah sulit untuk dinyatakan bersalah karena belum bisa dibuktikan kesalahannya dan mencari pembuktian memerlukan waktu yang panjang, padahal kalau yang bersalah itu mengaku saja secara jujur bahwa dia bersalah, tentu dengan cepat persoalan bisa selesai. Sementara orang yang secara jujur mengaku tidak bersalah tidak perlu lagi untuk diselidiki apakah dia melakukan kesalahan atau tidak. Tapi karena kejujuran itu tidak ada, yang terjadi kemudian adalah saling curiga mencurigai bahkan tuduh menuduh yang membuat persoalan semakin rumit. Ibadah puasa telah mendidik kita untuk berlaku jujur kepada hati nurani kita yang sehat dan tajam, bila kejujuran ini tidak mewarnai kehidupan kita sebelas bulan mendatang, maka tarbiyyah (pendidikan) dari ibadah Ramadhan kita menemukan kegagalan, meskipun secara hukum ibadah puasanya tetap sah.
4.    Memiliki Semangat Berjamaah
Kebersamaan kita dalam proses pengendalian diri membuat syaitan merasa kesulitan dalam menggoda manusia sehingga syaitan menjadi terbelenggu pada bulan Ramadhan. Hal ini diperkuat lagi dengan semangat yang tinggi bagi kita dalam menunaikan shalat yang lima waktu secara berjamaah sehingga di bulan Ramadhan inilah mungkin shalat berjamaah yang paling banyak kita laksanakan, bahkan melaksanakannya juga di masjid atau mushalla.
Di samping itu, ibadah Ramadhan yang membuat kita dapat merasakan lapar dan haus, telah memberikan pelajaran kepada kita untuk memiliki solidaritas sosial kepada mereka yang menderita dan mengalami berbagai macam kesulitan, itupun sudah kita tunjukkan dengan zakat yang kita tunaikan. Karena itu, semangat berjamaah kita sesudah Ramadhan ini semestinya menjadi sangat baik, apalagi kita menyadari bahwa kita tidak mungkin bisa hidup sendirian, sehebat apapun kekuatan dan potensi diri yang kita miliki, kita tetap sangat memerlukan  pihak lain. Itu pula sebabnya, dalam konteks perjuangan Allah mencintai hamba-hamba-Nya yang berjuang secara berjamaah, yang saling kuat menguatkan sebagaimana firman-Nya yang artinya,
Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam satu barisan yang teratur, seakan-akan mereka seperti bangunan yang tersusun kokoh” (QS Ash-Sfaff: 4).
5.    Melakukan Pengendalian Diri
Puasa Ramadhan adalah pengendalian diri dari hal-hal yang pokok seperti makan dan minum. Kemampuan kita dalam mengendalikan diri dari hal-hal yang pokok semestinya membuat kita mampu mengendalikan diri dari kebutuhan kedua dan ketiga, bahkan dari hal-hal yang kurang pokok dan tidak perlu sama sekali. Namun sayangnya, banyak orang telah dilatih untuk menahan makan dan minum yang sebenarnya pokok, tapi tidak dapat menahan diri dari hal-hal yang tidak perlu, misalnya ada orang yang  mengatakan, “Saya lebih baik tidak makan daripada tidak merokok”, padahal makan itu pokok dan merokok itu tidak perlu.
Kemampuan kita mengendalikan diri dari hal-hal yang tidak benar menurut Allah dan Rasul-Nya merupakan sesuatu yang amat mendesak, bila tidak,  kehidupan ini akan berlangsung seperti tanpa aturan, tak ada lagi halal dan haram, tak ada lagi haq dan bathil, bahkan tak ada lagi pantas dan tidak pantas atau sopan dan tidak. Yang jelas, selama manusia menginginkan sesuatu, hal itu akan dilakukannya meskipun tidak benar, tidak sepantasnya dan sebagainya. Bila ini yang terjadi, apa bedanya kehidupan manusia dengan kehidupan binatang, bahkan masih lebih baik kehidupan binatang, karena mereka tidak diberi potensi akal, Allah berfirman yang artinya,
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tapi) tidak dipergunakannya  untuk mendengar (ayat-ayat Allah).  Mereka itu seperti binatang  ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai” (QS Al-A’raf: 179).
Dengan demikian, harus kita sadari bahwa Ramadhan adalah bulan pendidikan dan latihan, keberhasilan ibadah Ramadhan justru tidak hanya terletak pada ‘amaliyah Ramadhan yang kita kerjakan dengan baik, tapi yang juga sangat penting adalah bagaimana menunjukkan adanya peningkatan taqwa yang dimulai dari bulan Syawal hingga Ramadhan tahun yang akan datang. Wallahu a’lam bishshawab.

 
Syamsu Hilal © 2011 | Dikunceni Kang Zack, Kunjungi Juga Suswono, Kementan dan Atang Trisnanto