• Turun Ke Lapangan

    Bersama Menteri Pertanian Suswono, mengunjungi petani bawang di Cirebon.

  • Turun Ke Lapangan

    Bersama Menteri Pertanian Suswono, mengunjungi petani bawang di Cirebon.

  • Banjir Banten

    Berdiskusi dengan Menteri Pertanian Suswono dan Asda II Husni Hasan di areal persawahan di Desa Undar Andir Kecamatan Kragilan Kabupaten Serang , 22 Januari 2013.

  • Menjadi Narasumber Workshop

    Narasumber dalam Workshop Evaluasi Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP), di IPB International Convention Center tanggal 8 Agustus 2012 .

  • Bersama Petani Menes

    Dengan Kelompok Tani Penerima UPPO di Menes, Kabupaten Pandeglang Oktober 2011.

  • Kunjungan Daerah

    Silaturrahim Bersama Anggota DPRD Provinsi NTB, September 2011.

  • Bersama Peternak Sapi

    Mengunjungi Peternakan Sapi Potong dan Sapi Perah di Lembang, Jawa Barat.

  • Bersama Peternak Kerbau Pandeglang

    Syamsu Hilal bersama Anggota DPRD, pejabat Dinas Peternakan Kabupaten Pandeglang, penyuluh lapangan serta peternak Desa Telagasari Kecamatan Saketi penerima program UPPO Kementerian Pertanian.

  • Pembahas Evaluasi Kinerja

    Menjadi pembahas dalam acara Evaluasi Kinerja Penyuluhan Pertanian di Hotel Horison Bekasi, 27 September 2012.

  • Berkunjung ke Baduy

    Leuit Baduy memiliki kesamaan dengan LDPM Badan Ketahanan Pangan Kementan.

  • Sidang Tahunan APEC

    Salah satu delegasi untuk memperkenalkan produk pertanian Indonesia.

  • Bertandang ke Jepang

    Ditengah areal persawahan salah satu sentra padi di Jepang.

  • Bersama Peternak Sudan

    Memenuhi undangan dari Pemerintah Sudan terkait kerja sama dan alih teknologi pertanian.

Benturan Peradaban, Haruskah Terjadi?

26 Feb 2013 0 comments

“Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat. Kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat Tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan: sesungguhnya Aku akan memenuhi Neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya” (QS Huud: 118-119).

Kita perlu bertanya pada Samuel Huntington berkaitan dengan pandangannya tentang benturan peradaban, apakah benturan itu suatu keharusan atau hanya kemungkinan saja? Pertanyaan ini amat penting mengingat Barat yang dimotori Amerika Serikat seolah-olah menganggap benar hipotesa Huntington ini. Kalau kita renungkan, hipotesis Huntington amat membahayakan perjalanan kehidupan manusia, lantaran ia menghadap-hadapkan dua atau lebih peradaban manusia pada posisi yang seolah-olah siap bertarung. Seperti dikatakan Huntington, setelah hancurnya Uni Sovyet, maka musuh Barat yang paling utama adalah Islam, setelah itu Cina.
Mengomentari hipotesa Huntington, DR Al-Jabiriy berkata, “Andai Huntington benar-benar memikirkan berbagai persoalan untuk ia pahami dan mencari solusi untuk kemaslahatan umat manusia seluruhnya dengan tetap memandang bahwa benturan peradaban mengancam keamanan dunia, maka ia akan sampai pada kesimpulan bahwa semua pihak dan semua negara diimbau untuk mewaspadai bahaya ini dan diminta untuk membuat rencana antisipasinya. Akan tetapi, ternyata Huntington justru melakukan hal sebaliknya. Sejak awal ia mengusung hipotesisnya sebagai kebenaran sejarah di masa lalu dan yang akan datang. Begitulah ia ingin mengembalikan bangunan “sejarah seluruhnya” dengan potret yang menjadikan “benturan peradaban” yang dulu dan yang akan datang adalah sama. Ia tampilkan contoh-contoh yang diambilnya dan mencoba menginterpretasikannya dengan interpretasi yang jauh dari lingkungan sejarah itu sendiri.”
Komentar Al-Jabiriy merupakan sikap keprihatinannya atas sikap Huntington yang lebih mendorong munculnya sikap curiga dan saling benci di antara anak manusia. Pada sisi ini, Al-Jabiriy jelas memiliki pandangan lebih dewasa dan selangkah lebih maju ketimbang Huntington.
Lalu, bagaimana Islam menanggapi hipotesa Huntington?  Masalah ini sama dengan masalah yang menjadi pembahasan para ahli fiqih Islam, yaitu apakah sikap genuine kaum Muslimin dengan non-muslim itu berperang atau berdamai? Ada yang mengatakan sikap genuine adalah berperang terhadap mereka, dan ada yang berpendapat sebaliknya, yaitu berdamai, sedang perang adalah bukan sikap genuine. Allah Swt. berfirman,
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (QS Al-Baqarah: 216).
Sementara nash-nash dan ayat-ayat Al-Qur`an sangat jelas mengutamakan damai atas perang sebagaimana ditegaskan di dalam Al-Qur`an yang mulia.
“…Tetapi jika mereka membiarkan kamu, dan tidak memerangi kamu serta mengemukakan perdamaian kepadamu maka Allah tidak memberi jalan bagimu (untuk menawan dan membunuh) mereka” (QS An-Nisa: 90).
Jadi peperangan baru diperintahkan jika ada sebab-sebab yang mewajibkan, dan itu tidak harus selalu terjadi. Begitu pula halnya dengan benturan peradaban. Ia tidak mesti ada dan terjadi. Apalagi jika peradaban yang beragam tersebut bisa berdialog, hidup berdampingan, bahkan saling memberi. Benturan itu terjadi manakala ada satu peradaban yang memaksakan kehendaknya agar diterima oleh yang lain, sementara yang dipaksa menolak dan tidak mau terima. Oleh karena itu, sebagian pemikir besar seperti pemikir Prancis, Roger Garaudy menyerukan adanya dialog antarperadaban.
Sebagai Muslim, kita meyakini bahwa perbedaan antarperadaban manusia adalah sesuatu yang nyata dan merupakan kehendak Allah Swt. yang mengandung hikmah, baik perbedaan bahasa, ras, maupun agama.
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui” (QS Ar-Ruum: 22).
Dalam ayat lain, Allah Swt. juga menegaskan, “Dan kalau Allah menghendaki niscaya Allah menjadikan mereka satu umat (saja), tetapi Dia memasukkan orang-orang yang dikehendaki-Nya ke dalam rahmat-Nya. Dan orang-orang yang zalim tidak ada bagi mereka seorang pelindungpun dan tidak pula seorang penolong” (QS Aasy-Syura: 8).
Bahkan Al-Qur`an al-Karim menjelaskan bahwa Allah Swt. menciptakan manusia agar mereka berjenis-jenis dan berlainan satu sama dengan yang lain. Artinya, keragaman adalah sebuah konsekuensi atas penciptaan manusia. Simaklah ayat berikut,
“Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat. Kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat Tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan: sesungguhnya Aku akan memenuhi Neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya” (QS Huud: 118-119).
Banyak para ulama tafsir mengatakan, bahwa kata-kata “Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka”, maksudnya adalah untuk “berselisih” mereka diciptakan oleh Allah. Diberinya mereka akal dan kemauan dan selama setiap orang berpikir dengan akalnya dan berkehendak, maka perbedaan-perbedaan pandangan dan keinginan akan senantiasa ada, dan tentunya masing-masing bertanggung jawab atas pandangan dan keinginannya itu.
Perbedaan seperti yang Allah Swt. berikan kepada manusia juga diberikan kepada makhluk-Nya yang lain, sehingga ada kesesuaian antara manusia dengan makhluk yang lain. Allah Swt. berfirman,
“Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat. Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha Pengampun” (QS Fathir: 27-28).
Atas dasar ini, maka setiap kita memegang teguh apa yang diyakininya sebagai sesuatu yang haq dan baik dengan tetap membuka dialog dengan yang lain untuk mendapatkan titik temu, sehingga dapat saling memahami.
Sebagai umat Islam, kita mesti menyambut baik upaya dialog antarperadaban karena hal ini memang diperintahkan oleh Allah Swt. sebagaimana firman-Nya,
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS An-Nahl: 125).
Dengan ayat ini, umat Islam diperintahkan untuk menyeru manusia ke jalan Rabbnya dengan cara bijaksana dan nasehat yang baik. Para ulama berpendapat, cara ini digunakan untuk menyeru sesama Muslim. Sedangkan bagi mereka yang berbeda agama, menurut pemahaman para ulama, kita disuruh berdialog dan berdebat dengan cara yang lebih dan paling baik.
Jika kita meyakini bahwa kita berada di jalan yang benar dan selain kita di jalan bathil, dan ini merupakan sikap setiap orang yang punya keyakinan dalam agama apa pun, maka kita tidak ditugasi untuk membuat perhitungan dengan mereka yang menurut kita sesat itu. Kita hanya diperintahkan untuk mendakwahkan dan mengingatkannya. Sedangkan, perhitungannya hanya dengan Allah kelak di akhirat. Allah Swt. berfirman,
“Dan jika mereka membantah kamu, maka katakanlah: "Allah lebih mengetahui tentang apa yang kamu kerjakan. Allah akan mengadili di antara kamu pada hari kiamat tentang apa yang kamu dahulu selalu berselisih padanya” (QS Al-Hajj: 68-69).
Dalam ayat lain, Allah Swt. menegaskan,
“Maka karena itu serulah (mereka kepada agama itu) dan tetaplah sebagaimana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan katakanlah: "Aku beriman kepada semua Kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan supaya berlaku adil di antara kamu. Allah-lah Tuhan kami dan Tuhan kamu. Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nyalah kembali (kita)” (QS Asy-Syura: 15).
Ini merupakan anjuran untuk ber-tasamuh (bertoleransi) di antara sesama manusia, sekalipun kita menyakini bahwa yang berbeda dengan kita berada dalam kesesatan yang nyata. Dialog yang bertujuan mendekatkan dan saling memahami di antara sesama manusia tidak menggugurkan kewajiban kita untuk menyeru manusia kepada Islam dengan cara-cara yang bijaksana. Allah Swt. berfirman,
“Katakanlah, ‘Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah’. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka, ‘Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)’” (QS Ali Imran: 64).
Bila kacamata Islam yang kita gunakan untuk menilai keragaman peradaban dan budaya, niscaya benturan peradaban yang diusung Huntington tak lain hanyalah sebuah sindrom belaka. Wallahu a’lam bishshawab.

Mengapa Manusia Merugi

22 Feb 2013 0 comments

“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu, ‘Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi” (QS Az-Zumar: 65).
                Ibarat seorang pedagang, tentu dalam hidup kita di dunia dan akhirat yang kita dambakan adalah keuntungan. Betapa tidak enaknya manakala kita menjadi pedagang yang rugi. Hal ini karena, disamping karena tidak memperoleh keuntungan, modal yang dimilikipun bisa berkurang dan habis yang membuatnya menjadi sangat sulit untuk bisa berdagang lagi, kecuali dengan cara berutang. Disamping beberapa poin yang sudah kita bahas pada tulisan terdahulu, akan kita bahas lagi beberapa poin yang menjadi faktor penyebab seseorang bisa mengalami kerugian dalam hidupnya di dunia maupun di akhirat.
1.          Hubungan Yang Buruk Kepada Allah Swt.
Sebagai hamba Allah, manusia seharusnya bisa menjalin hubungan yang sebaik-baiknya kepada Allah Swt, karenanya di dalam Islam kita mengenal ada istilah taqarrub ilallah (mendekatkan diri kepada Allah) atau hablum minallah (hubungan kepada Allah). Manakala hubungan kepada Allah telah kita lakukan dengan sebaik-baiknya, akan kita peroleh keberuntungan dalam kehidupan kita di dunia dan akhirat, sedang bila sebaliknya yang terjadi adalah kerugian yang nyata. Ada beberapa bentuk hubungan buruk kepada Allah Swt. yang bisa mendatangkan kerugian.
Pertama, durhaka kepada Allah yang juga berarti durhaka kepada Rasul-Nya, Allah memerintahkan sesuatu kepada manusia, tapi ia tidak mau mentaati perintah itu, atau Allah mengatur manusia dengan aturan yang baik, tapi manusia tidak mau diatur oleh aturan Allah dan Rasul-Nya, padahal aturan itu akan membawa kemaslahatan bagi manusia itu sendiri sehingga tercegah dari segala bentuk kerusakan. Kemurkaan Allah akan ditunjukkan kepada manusia, ini merupakan kerugian yang besar sebagaimana terdapat dalam firman-Nya yang artinya,
“Dan berapa banyaknya (penduduk) negeri yang mendurhakai perintah Tuhan mereka dan Rasul-Rasul-Nya, maka Kami hisab mereka dengan hisab yang keras, dan Kami azab mereka dengan azab yang mengerikan. Maka mereka merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya, dan adalah akibat perbuatan mereka kerugian yang besar” (QS Ath-Thalaq :8-9).
Kedua, Menyekutukan Allah, baik dengan menuhankan sesuatu selain Allah maupun beramal bukan karena Allah, yakni ada unsur riya atau mengharapkan pujian orang lain dalam amalnya,  merupakan salah satu bentuk hubungan yang buruk kepada Allah Swt, karenanya Allah sangat murka kepada orang yang melakukan kemusyrikan seperti itu meskipun tergolong syirik yang kecil, sehingga amal-amal yang telah dilakukannya di dunia meskipun nampaknya baik, tetap saja tidak ada nilai apa-apanya di akhirat kelak, ini merupakan kerugian yang sangat nyata, Allah Swt. berfirman yang artinya,
Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: “jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi” (QS Az-Zumar: 65).
Ketiga, berprasangka buruk kepada Allah, hal ini disebut bisa mendatangkan kerugian karena sebagai seorang muslim yang beriman kepada Allah mestinya kita bisa berperasangka baik kepada Allah sehingga meskipun kita mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan dalam hidup ini kita tidak menyalahkan Allah Swt. Disamping itu, kita juga disebut telah berprasangka buruk kepada Allah bila kita menganggap keburukan dan niat buruk yang kita lakukan tidak diketahui Allah Swt., padahal Dia Maha Tahu terhadap apapun yang terjadi pada makhluknya, bila kita berprasangka buruk kepada Allah seperti itu, maka kita akan menjadi orang yang rugi,  Allah Swt. berfirman yang artinya,
Kamu sekali-kali tidak dapat bersembunyi dari persaksian pendengaran, penglihatan dan kulitmu terhadapmu bahwa kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan. Dan yang demikian itu adalah prasangka yang telah kamu sangka terhadap Tuhanmu, prasangka itu telah membinasakan kamu, maka jadilah kamu termasuk orang-orang yang merugi (QS Fushshilat: 22-23).
Keempat, mengingkari ayat-ayat Allah, hal ini merupakan salah satu faktor yang membuat manusia bisa mengalami kerugiaan, hal ini karena dalam hidupya manusia pada hakikatnya sangat memerlukan petunjuk dari Allah Swt., dengan petunjuk itu, manusia  akan menjalani kehidupan dengan baik dan menyenangkan, sedangkan bila tidak menggunakan petunjuk Ilahi, kehidupan manusia menjadi sesat, sedang yang dilalukannya adalah hal-hal yang bernilai maksiat sehingga hal itu akan membawa kerugian bagi dirinya sendiri, karena timbangan amal kebaikannya menjadi sangat ringan, Allah Swt. berfirman yang artinya,
Dan siapa yang ringan timbangan kebaikannya, maka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri disebabkan mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami” (QS Al-A’raf: 9. Lihat juga QS Al-Baqarah: 121, Yunus: 95).
2.        Takut Kepada Musuh.
Kehidupan di dunia ini memang sebuah pertarungan, banyak sekali musuh-musuh orang beriman yang menghalangi mereka dari jalan hidup yang benar, karena itu kaum muslimin tidak boleh takut kepada musuh-musuhnya itu, apalagi bila peperangan secara fisik telah terjadi. Karena itu, Rasulullah Saw dengan para sahabatnya telah menunjukkan kepada kita akan keberaniannya yang menakjubkan dalam menghadapi musuh-musuh yang tidak suka terhadap Islam dan kaum Muslimin, bahkan tidak sedikit para sahabat yang justeru mendambakan kematian di medan jihad sehingga tidak ada perasaan takut mati dan ini membuat orang kafir menjadi takut sebagaimana Khalid bin Walid yang menangis menjelang kematiannya karena ia tidak mati di medan perang, tapi mati di atas tempat tidur. Hal ini karena mati di medan perang dalam upaya menghadapi musuh-musuh Islam merupakan sesuatu yang sangat mulia, ini bukan berarti kematian Khalid di atas tempat tidur sebagai kematian yang tidak mulia.
Manakala seorang muslim takut dalam menghadapi musuh-musuhnya, maka kerugian yang tiada terkira akan dialaminya. Paling tidak ada dua kerugian orang yang takut kepada musuh-musuh Allah Swt.
Pertama, kehidupannya di dunia akan berada di bawah kendali musuh-musuhnya sehingga ia harus tunduk kepada kehendak sang musuh itu meskipun ia sebenarnya tidak menyukainya. Kondisi ini akan membuat manusia yang mengaku muslim ini akan menjadi seperti kerbau yang dicocok hidungnya lalu ia harus berjalan kepada talinya ditarik. Bahkan bisa jadi hal ini bukan membuat sang musuh menjadi senang, tapi malah semakin sewenang-wenang karena ia yakin tidak akan mendapat perlawanan. Secara psikologis, hal ini akan membuat seorang muslim merasa begitu lemah dan musuhnya dianggap begitu kuat dan pada akhirnya seorang muslim yang tunduk kepada sang musuh itu akan menjadi minder dalam menjalani kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam. Singkat kata, dalam kehidupan di dunia ini, orang yang takut kepada musuh-musuhnya, kaum muslimin tidak akan memiliki harga diri, martabatnya menjadi begitu hina dan rendah.
Kedua, memperoleh murka dari Allah Swt. dalam kehidupannya di akhirat kelak, hal ini karena Allah Swt menghendaki agar kaum Muslimin menunjukkan keberaniannya dalam menghadapi musuh-musuh Islam dan kaum Muslimin, ketakutan kepada musuh bukanlah karakter orang yang beriman, karena kapan saja orang beriman siap menghadapi musuh yang memiliki kekuatan besar sekalipun, karena mereka yakin bahwa kematian itu bisa terjadi kapan saja, tak ada takut kepada kematian, tapi yang takut kepada musuh dan kematian adalah orang-orang yang munafik, Allah Swt. meneggaskan soal ini yang terdapat dalam firman-Nya yang artinya,
Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka, ‘Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.’ Setelah diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat dari itu takutnya. Mereka berkata, ‘Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami?. Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami beberapa waktu lagi?’ Katakanlah, ‘Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertaqwa dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun. Dimana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh’” (QS An-Nisa`: 77-78).
Oleh karena itu, Allah Swt. menegaskan agar seorang Muslim tidak takut dalam menghadapi musuh-musuhnya yang tidak suka terhadap kemajuan kaum Muslimin, karena hal itu hanya akan mendatangkan kerugian di dunia maupun di akhirat, Allah berfirman yang artinya,
Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (karena takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi (QS Al-Maidah: 21).
Akhirnya menjadi semakin jelas bagi kita bahwa kerugian akan menimpa kepada seseorang dalam hidupnya di dunia maupun di akhirat, meskipun ia mengaku sebagai seorang muslim manakala tidak konsekuen dengan pengakuannya itu. Wallahu a’lam bishshawab.

Makna Khusyu'

20 Feb 2013 0 comments



Secara bahasa, khusyu’ berasal dari kata khasya’a--yakhsya’u--khusyuu’an yang artinya tunduk, merendahkan diri, takluk. Orang yang khusyu’ adalah orang yang tunduk, merendahkan diri, dan takluk kepada sesuatu atau kepada sebuah aturan tertentu. Seseorang yang merasa aman, damai, dan enjoy bekerja pada seorang majikan, maka ia dapat dikatakan khusyu’ dengan majikannya. Seorang karyawan yang menikmati pekerjaannya hingga larut malam, bisa juga dikatakan khusyu’ dengan pekerjaannya.
Kata khusyu’ memiliki kedekatan makna dengan kata khasy-yah yang artinya takut. Misalnya dalam QS Fathir: 28, “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.” Oleh karena itu, tidak salah bila kata khusyu’ diartikan sebagai khasy-yah, sebab biasanya orang yang khusyu’ adalah orang yang takut kepada Allah Swt.
Umumnya kita memahami kata khusyu’ ketika disandingkan dengan kata shalat, sebagaimana firman Allah Swt., “Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu`” (QS Al-Baqarah: 45).
Apa itu al-khaasyi’iin? Allah Swt. menjelaskan, “Yaitu orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Rabbnya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya” (QS Al-Baqarah: 46). Mengomentari ayat ini, Abul Aliyah dalam Tafsir Ibnu Katsir mengatakan bahwa yang dimaksud dengan al-khaasyi’iin adalah orang yang takut kepada Allah. Sedangkan Ibnu Jarir berkata bahwa al-khaasyi’iin berarti tekun, tunduk, dan takut kepada Allah.
Para ulama mengatakan bahwa orang yang khusyu’ dalam shalatnya bukanlah orang yang tidak peduli atau tidak mendengar apa yang terjadi di sekelilingnya ketika ia shalat. Sebab khusyu’ tidak identik dengan tuli, cuek, egois, atau masa bodoh. Akan tetapi, yang dimaksud khusyu’ dalam shalat adalah memfokuskan diri pada shalatnya, mengerti apa yang dibacanya, memperhatikan setiap gerakan-gerakan shalat, dan memahami makna shalat sebagai sebuah latihan menuju kesempurnaan iman.
Al-Qur’an menjelaskan beberapa makna khusyu’, di antaranya:
1.    Khusyu’ adalah ketundukan hati (antakhsya’a qulubuhum)untuk senantiasa mengingat Allah Swt. dengan mentadaburi ayat-ayat Al-Qur`an (QS Al-Hadid: 16).
2.    Perasaan khusyu’ akan muncul bila kita memahami kandungan Al-Qur`an, sehingga apabila Al-Qur`an dibacakan, mereka akan sujud (QS Al-Isra`: 107-109).
3.    Khusyu’ akan lahir bila kita tunduk karena takut kepada Allah Swt. (QS Al-Hasyr: 21).
4.    Orang yang khusyu’ adalah yang senantiasa bersegera melakukan amal saleh dan berdoa agar amalnya diterima oleh Allah Swt. (QS Al-Anbiya’: 90).
5.    Orang yang khusyu’ adalah orang yang tidak memperjualbelikan ayat-ayat Allah untuk memperoleh keuntungan dunia (QS Ali Imran: 199).
6.    Orang-orang yang khusyu’ adalah orang-orang yang meyakini akan bertemu dengan Rabb (Tuhan) mereka (QS Al-Baqarah: 45-46).
7.    Orang-orang yang khusyu’ adalah orang-orang yang mengosongkan hatinya dari hal-hal yang melalaikan dzikir kepada Allah (QS Fushshilat: 39).
Inilah pemahaman khusyu’ yang lebih hidup dan dinamis. Khusyu’ yang dapat mengantarkan kita kepada peningkatan iman dan taqwa kepada Allah Swt. Khusyu’ dalam shalat sangat ditekankan dan dianjurkan. Akan tetapi, lebih dari itu, yang tidak kalah pentingnya adalah mengatualisasikan dan merealisasikan sikap khusyu’ dalam kehidupan sehari-hari. Tidak sedikit orang yang bersusah payah untuk mencapai tingkat ke-khusyu’-an dalam shalat, akan tetapi mereka tidak merasa perlu untuk mengaplikasikan makna khusyu’ dalam kehidupan sehari-hari. Shalatnya tidak mampu mencegah dirinya dari perbuatan keji dan munkar. Wallahu a’lam bishshawab.

Islam Agama Universal

15 Feb 2013 0 comments



“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam” (QS Al-Anbiya`: 107).

Islam merupakan agama yang berkembang paling cepat, sekaligus merupakan agama yang paling universal. Dari semenanjung Arab, Asia, Afrika, Amerika Utara, Tengah dan Selatan, dan bahkan Eropa Barat dan Timur sekalipun, Islam menjadi fenomena yang sangat unik. Tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa Islam telah menjadi agama terbesar dunia, jika Kristen dan Katolik dipilah menjadi dua entity yang berbeda, dan sekaligus menjadi agama terpopuler masa kini. Tragedi 11 September membuka peluang manis bagi warga Amerika untuk mengenal agama ini lebih dekat. Kenyataannya, dilandasi oleh motivasi yang berbeda-beda, masyarakat Amerika semakin mengenal Islam yang sesungguhnya.
Islam, sebagaimana juga agama Kristen, diyakini oleh pemeluknya sebagai agama yang harus disampaikan kepada seluruh umat manusia. Pertautan antara semangat memperkenalkan Islam dan kebesaran Islam itu sendiri menjadikan Islam berkembang dengan sangat cepat. Kenyataan ini telah mambangun sebuah kesadaran kepada sesama umat beragama untuk saling mengenal, serta menyokong kepada kebaikan bersama (common interests), yang terealisasikan dalam bentuk kunjungan-kunjungan persahabatan, dialog konstruktif, dan bahkan melakukan kegiatan-kegiatan sosial bersama. Di Amerika Serikat, gereja-gereja, sekolah-sekolah, dan bahkan institusi-insitusi pemerintahan sekalipun, membuka diri bagi para Imam untuk memberikan ceramah-ceramah tentang Islam. Sebaliknya, mesjid-mesjid juga semakin ramai dikunjungi oleh para non Muslim.
Islamic Cultural Center of New York misalnya, menerima tidak kurang dari 15 kunjungan grup non Muslim setiap bulannya. Dari kunjungan-kunjungan tersebut biasanya terbangun kontak-kotak pribadi antara Imam dan anggota grup tadi, yang tidak jarang berakhir dengan “Syahadah”. Di Islamic Cultural Center pula, untuk dua bulan terakhir saja, ada 17 orang yang menyatakan menerima Islam sebagai agamanya. Belum lagi pendekatan-pendekatan pribadi para orang Islam di tempat kerja, sekolah, dan lain-lain. Sebagai catatan, hampir di semua universitas AS sekarang ini telah berdiri MSA (Muslim Student Association). Semua ini merupakan indikasi nyata akan perkembangan Islam yang sangat dahsyat di Negara adi daya.

Sebuah Perbandingan
Barangkali menarik untuk kita bandingkan antara fenomena dakwah Islam di dunia barat dan missionaris Kristen pada negara-negara Muslim. Hampir semua yang masuk Islam di AS adalah karena sebuah kesadaran yang sejati. Hampir 70% di antara mereka memeluk Islam karena didahului oleh keragu-raguan terhadap agamanya sebelum menjadi Muslim. Alasan ini diakui oleh Irene Handono, muallaf yang saat ini gencar menyadarkan umat Kristen tentang kelemahan ajarannya.
Pada saat yang sama, propaganda-propaganda jahat terhadap Islam justru menjadi motivasi bagi mereka untuk mencari tahu realita Islam yang sesungguhnya. Dan pada akhirnya, didukung oleh semangat kejujuran dan keterbukaan, mereka menerima Islam sebagai agama kebenaran. Kenyataannya, tidak jarang setelah menjadi Muslim justru lebih kuat dan kokoh dalam beragama ketimbang mereka yang ditakdirkan lahir sebagai Muslim.
Sebaliknya, missionaris Kristen datang ke berbagai negara yang berpenduduk mayoritas Muslim, seperti Indonesia, baik secara kuantitas maupun kualitas, penerimaan terhadap ajaran mereka tidak sebanding dengan penerimaan ajaran Islam di dunia non Muslim. Belum pernah kita dengar misalnya di suatu kampung warga Muslim masuk ke dalam agama lain secara berombongan, atau seorang Muslim secara terang-terangan menyatakan meninggalkan agama Islam dan memeluk agama yang baru. Perbedaan yang paling penting adalah bahwa boleh jadi seorang Muslim pindah agama, tapi tidak karena sebuah kesadaran yang sejati, melainkan karena dorongan-dorongan lain, misalkan materi. Maka tidak aneh misalnya, jika di negara tertentu terjadi suap menyuap untuk menerima agama baru.
Seringkali juga kelompok agama tertentu atau pemeluk agama tertentu melakukan pembohongan publik dalam menyebarkan agama. Propaganda pembaptisan seorang tokoh Muslim baru-baru ini adalah satu contoh ketidakjujuran yang dilakukan oleh kelompok tertentu dalam penyebaran agamanya. Padahal kebohongan seperti ini tidak saja bertolak belakang dengan norma-norma ajaran agama, tapi juga merupakan pengkhianatan terhadap kebenaran agama itu sendiri.
Fenomena makin maraknya non Muslim yang masuk Islam tidak hanya terjadi di AS. Sebuah kantor pusat informasi Islam yang bernama The Office of Muslim Affairs memperkirakan sedikitnya 20 ribu orang Filipina masuk ke Islam. Orang yang memeluk Islam, dalam Bahasa Tagalog, mereka sebut sebagai ‘Balik Islam’. Mereka lebih suka disebut dengan istilah ini dibanding ‘Riverts’ dalam Bahasa Inggris. Mereka tinggal di Luzon, ditengah kehidupan tradisi Katolik yang kuat.
Catatan menunjukkan di antara 6.599.000 orang Filipina yang beragama Islam, 200 ribu di antaranya adalah kaum Balik Islam.[1]
Sejak peristiwa September 11 yang menyerang Amerika Serikat, jumlah mereka yang ingin mempelajari Islam lebih dalam makin banyak. Bahkan menurut Shariff Solaiman Gonzales, pemimpin International Worldwide Mission, Filipina, mereka sempat kehabisan buku karena jumlah permintaan yang meningkat tajam.
Dalam sebuah artikel yang berjudul ‘The Philippines Historical Overview’ [2], disebutkan lebih dari 60 juta penduduk Filipina saat ini, 5-7% di antaranya Muslim. Muslim Filipina ini lebih memiliki kesamaan dengan negara tetangganya Malaysia dan Indonesia dibanding saudaranya sendiri Kristen Filipina. Kaum Kristen Filipina telah ‘dididik’ Spanyol lebih dari 400 tahun lamanya untuk memerangi kaum Muslim di sana. Oleh karena itu, hingga sekarang pun, Muslim Filipina tidak lebih diperlakukan layaknya mimpi buruk. Bahkan menurut rekan kerja saya Hermie de Villa, seorang mekanik mobil asal Manila yang Katolik, para orangtua sering menakut-nakuti anak-anaknya dengan gambaran sadis perilaku kaum Muslimin Mindanao. Meskipun kenyataannya, Spanyol lah yang harus menjadi ‘hantu’ bagi anak-anak Filipina.
Khadijah Potter, gadis Filipna lainnya, yang memeluk Islam ketika di California (AS), mengaku tidak pernah berhubungan dengan orang-orang Islam, kecuali sesudah memeluk Islam.[3] Praktek keagamaan Katolik di Filipina menurutnya tidak lebih dari praktek perdukunan selama ini. Karena banyak orang-orang Kristen yang tidak memahami ajaran mereka. Khadijah akan memberikan sumbangan informasi tentang Islam dan Muslim Filipina lewat internet. Islamlah yang menurut dia telah mengajarkan bahwa praktek perdukungan adalah haram.
Tidak hanya di Filipina, di Australia pun dalam 25 tahun terakhir ini komunitas Islam telah berlipat ganda. Menurut sensus tahun 2001, terdapat sedikitnya 281.578 orang Islam, atau 40% kenaikannya dibanding sensus 1996, atau 91% meningkat dalam dekade terakhir .[4] Diperkirakan saat ini umat Islam di Australia berjumlah 350-450 ribu.
Di Perancis, menurut Hadi Yamid, koresponden Islam Online (IOL), dalam 50 tahun terakhir setidaknya terdapat 50 ribu warga Perancis memeluk Islam. Mereka katakan Islam telah berhasil mengisi kevakuman kebutuhan spirual mereka .[5]
Di Mexico, Islam juga mulai dikenal. Kota Mexico yang berpenduduk terpadat di dunia dan didominasi Katolik ini, kini mulai mengenal trend baru, refleksi dari kejadian yang serupa di Amerika Latin, yakni ribuan orang Katolik memeluk Islam. Demikian menurut Centro Cultural Islamico de Mexico yang membuka pintu untuk Islam 6 tahun yang lalu.[6]
Dalam sebuah artikel yang berjudul ‘Islam Lure More Latinos’, karya Christ L. Jenkins, di Washington Post, edisi 7 Januari 2001, Islam disebut sebagai agama yang mulai menjalar dalam kehidupan orang-orang Amerika Latin. Di Amerika Serikat, negara adidaya yang paling berpengaruh di muka bumi ini, kenaikan jumlah penganut Islam lebih mengejutkan lagi. Dalam artikel yang berjudul ‘The Fastest Growing Religion” karya Moon Lion,[7] dari tahun 1990 hingga 2001, Islam tumbuh sangat mengesankan: 109%.[8] Bahkan hal ini diakui oleh Hillary Clinton (Istri Bill Clinton) di Los Angeles Time, 31 Mei 1996. Pengakuan yang sama datang dari ABC News, NEWSDAY, New York Times, USA Today, Encyclopedia Britannica, CBS News, Times Magazine, CNN, dan masih banyak lagi.[9]
Demikianlah Islam sebagai agama universal senantiasa mengedepankan rahmat bagi semesta alam (rahmatan lil ‘alaamiin). Islam memanggil manusia untuk kembali kepada fitrahnya yang lurus. Keuniversalan Islam ditegaskan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya, “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam” (QS Al-Anbiya`: 107).
Islam adalah agama Allah, agama wahyu. Islam tidak boleh disederajatkan dengan suatu ideologi atau gagasan hasil pemikiran manusia. Islam adalah agama fitrah yang menyempurnakan segala nilai positif yang sudah ada sebelumnya pada manusia. Islam adalah agama universal dan sesuai untuk semua bangsa. Sifat Islam sama dengan sifat-sifat kemanusiaan secara umum. Islam juga sangat toleran terhadap kebudayaan, tradisi atau adat istiadat yang baik dan mengedapankan nilai-nilai kemanusiaan. Kemurnian ajaran Islam harus dipelihara dengan memahami Al-Qur`an dan As-Sunnah secara kaffah (menyeluruh).
Di tengah hujatan terhadap kaum Muslimin sebagai dalang teroris, Islam dianggap sebagai agama pedang, bahwa jenggot dan jilbab sebagai simbol kekolotan, ternyata Islam membuktikan sebagai agama yang paling populer dan banyak diminati manusia. Inilah bukti bahwa Islam adalah agama universal, Rahmat bagi seluruh alam. Subhanallah. Wallahu a’lam bishshawab.


[1] http://www.manilatimes.net/others/special/2003/nov/17/20031117spe1.html
[2] http://www.hawaii.edu/cseas/pubs/philippines/philippines.html
[3] http://forums.gawaher.com/index.php?act=ST&f=115&t=981&
[4] http://www.geocities.com/WestHollywood/Park/6443/Fastest/australia.html
[5] http://www.geocities.com/WestHollywood/Park/6443/Fastest/french.html
[6] http://www.geocities.com/WestHollywood/Park/6443/LatinAmerica/mexico1.html
[7] http://druidry.org/obod/news/growth_paganism.html
[8] http://www.gc.cuny.edu/studies/key_findings.htm
[9] http://www.geocities.com/Pentagon/3016/fastest.htm

 
Syamsu Hilal © 2011 | Dikunceni Kang Zack, Kunjungi Juga Suswono, Kementan dan Atang Trisnanto