Fitrah adalah kertas putih bersih tanpa noda
sedikit pun. Fitrah adalah air bening tanpa kotoran dan bau. Fitrah adalah hati
yang suci bersih tanpa karat hasad, dengki, takabur, riya, dan berbagai
penyakit hati lainnya. Fitrah adalah cahaya hati yang menerangi jalan
kebenaran. Fitrah membimbing orang-orang beriman meniti jalan ketaqwaan. Fitrah
adalah ketaatan kepada segala ketentuan Allah Swt., Rabbul ‘alamin.
Fitrah adalah semangat untuk beribadah menghambakan diri kepada Sang Pencipta.
Fitrah tak lain adalah Islam itu sendiri yang telah tertanam sejak manusia
diciptakan.
Meski fitrah asalnya suci, akan tetapi
seiring berjalannya waktu, dan manusia berinteraksi dengan lingkungan yang
kurang menumbuhsuburkan fitrah itu, ada kalanya fitrah terkena bercak noda dan
dosa. “Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah (Islam), maka
orangtuanyalah (lingkungannyalah) yang menyebabkan dirinya menjadi Yahudi,
Nasrani, atau Majusi” (Al-Hadits).
Untuk itulah Allah Swt. menjadikan puasa Ramadhan
bagi setiap Mukmin. Puasa Ramadhan berfungsi membersihkan karat noda dan dosa,
yang disadari atau tidak, bersarang di dada orang-orang beriman. Puasa Ramadhan
adalah rahmat, ampunan, dan garansi pembebasan dari siksa api neraka bagi
Mukmin yang benar-benar melaksanakan kewajiban tersebut semata-mata karena iman
dan hanya mengharap ridha Allah Swt.
Selama sebulan penuh kita dibiasakan menahan
lapar, menahan hawa nafsu, menahan untuk tidak berdusta, bergosip, ghibah,
fitnah, namimah, hasad, dengki, riya, dan menahan diri dari
sifat-sifat tercela lainnya. Selama sebulan penuh kita dibiasakan menjaga perut
kita dari makanan-makanan yang halal pada siang hari agar kita terbiasa menahan
diri dari makanan-makanan yang haram. Selama sebulan penuh kita dibiasakan menjaga
nafsu syahwat terhadap wanita yang dihalalkan bagi kita, yaitu istri, di siang
hari, agar terbiasa menahan nafsu syahwat terhadap wanita yang diharamkan bagi
kita. Selama sebulan penuh kita dibiasakan tilawah Al-Qur`an bahkan mampu
mengkhatamkan minimal sekali, agar pikiran, hati, ucapan, dan sikap kita sesuai
dengan pesan-pesan Al-Qur`an.
Selain itu, kita juga ditempa agar terbiasa
shalat berjamaah di masjid. Pembiasaan ini amat penting bagi setiap Mukmin,
karena hanya orang-orang berimanlah yang layak memakmurkan masjid-masjid Allah,
sebagaimana firman-Nya, “Hanyalah
yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada
Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan sholat, menunaikan zakat dan
tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang
yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS At-Taubah: 18).
Disampung
kewajiban berzakat, yang merupakan kewajiban setiap Mukmin, kita juga dilatih
menjadi seorang dermawan yang murah hati, senang membantu dan meringankan beban
orang lain. Latihan berinfaq dan bershadaqoh akan membentuk sikap peduli dan
kasih sayang kepada sesama Muslim yang akhirnya bermuara pada terbentuknya ukhuwah
Islamiyah.
Marilah kita mengevaluasi diri, apakah puasa
Ramadhan yang telah kita lalui selama sebulan penuh berkorelasi positif
terhadap peningkatan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah Swt. Ada beberapa
parameter yang dapat kita jadikan bahan evaluasi, yaitu puasa Ramadhan, shalat
lima waktu berjamaah di masjid, shalat tarawih dan qiyamullail, zakat-infaq-shadaqoh,
tilawah Al-Qur`an, dan tazkiyatu an-nafs.
Pertama, bagaimana dengan puasa kita?
Sudahkah kita melaksanakan puasa dengan memperhatikan setiap rambu-rambunya,
baik yang membatalkan puasa atau yang membatalkan pahala puasa? Puasa adalah
inti dari peribadatan di bulan Ramadhan. Kalau puasa Ramadhan dilaksanakan
dengan penuh keimanan dan hanya mengharap ridha Allah Swt. semata, maka insya
Allah, dosa-dosa kita yang lalu akan diampuni oleh Allah Swt. Inilah janji
Rasulullah Saw. kepada umatnya.
Mungkin kita sudah menjaga hal-hal yang
membatalkan puasa, akan tetapi sudahkah kita menjaga hal-hal yang dapat
membatalkan pahala puasa? Sudahkah kita menahan diri dari berdusta dan segala
perkataan kotor? Sudahkah kita menjauhi ghibah, gosip, hasad, dan
dengki? Inilah yang dikhawatirkan oleh Rasulullah Saw. dalam sebuah haditsnya,
“Berapa banyak orang berpuasa, akan tetapi mereka tidak mendapatkan apa-apa
kecuali lapar dan hausnya saja.”
Kedua, apakah selama sebulan penuh kita
melaksanakan shalat lima waktu secara berjamaah di masjid? Shalat lima waktu adalah
kewajiban harian setiap Mukmin yang pada bulan Ramadhan diharapkan meningkat
kualitasnya. Shalat lima
waktu menjadi parameter bagi baik atau buruknya ibadah-ibadah lainnya,
sebagaimana sabda Rasulullah Saw. dalam hadits riwayat Abdillah bin Qathin, “Amal yang pertama kali dihisab bagi seorang hamba
pada hari kiamat adalah shalat. Bila shalatnya baik, maka seluruh amalnya yang
lain menjadi baik. Dan bila shalatnya rusak, maka rusak pulalah seluruh amalnya
yang lain.”
Pembiasaan diri agar melaksanakan shalat lima
waktu secara berjamaah di masjid dimaksudkan agar di antara kaum Mukminin
terjalin ukhuwah Islamiyah yang mengokohkan barisan umat Islam. Dan Allah Swt.
melebihkan pahala shalat berjamaah antara 25-27 kali dibandingkan shalat
sendirian, sebagaimana sabda Rasulullah Saw., “(Pahala) shalat
berjamaah dibandingkan (pahala) shalat seorang diri adalah dua puluh lima kali lipat. Malaikat
yang berjaga di malam dan siang hari berkumpul menyaksikan (mereka) yang
melaksanakan shalat Shubuh (berjamaah)” (HR Bukhari dan
Muslim dari Abu Hurairah).
Dalam
hadits lain disebutkan, “(Pahala) shalat berjamaah dibandingkan dengan
(pahala) shalat seorang diri adalah dua puluh tujuh kali lipat” (HR Bukhari
dan Muslim dari Abdullah bin Umar bin Khaththab).
Bahkan,
bukan sekedar pembiasaan shalat berjamaah saja, akan tetapi pembiasaan shalat
berjamaah itu dilaksanakan di masjid, tidak di rumah-rumah. Karena Allah Swt.
menginginkan agar orang-orang beriman memakmurkan masjid-masjid Allah.
Dengan
pembiasaan tersebut, apalagi dikerjakan
di awal waktu, maka diharapkan di bulan-bulan lainnya umat Islam terbiasa
dengan melaksanakan shalat lima waktu secara berjamaah di awal waktu dengan
memenuhi masjid-masjid Allah yang ada lingkungan masyarakat, di area
perindustrian, atau di perkantoran. Shalat berjamaah di awal waktu akan
membentuk sikap disiplin, agar umat Islam menghargai waktu dan tidak melewati
waktunya terbuang percuma.
Ketiga,
apakah kita telah melaksanakan shalat tarawih atau qiyamullail secara
penuh dan baik? Inti dari pembiasaan shalat sunnah tarawih adalah agar kita
membiasakan diri untuk menghidupkan malam (qiyamullail) di bulan-bulan
lainnya dengan melaksanakan shalat tahajud dan tilawah Al-Qur`an. Menghidupkan
malam adalah sunnah Rasul yang sangat dianjurkan. Bahkan beliau mewajibkan
shalat tahajud bagi dirinya sendiri. Menghidupkan malam dengan ibadah-ibadah
sunnah, seperti shalat tahajud dan tilawah Al-Qur`an memiliki berbagai
keutamaan. Doa-doa kita pada malam-malam
itu dikabulkan oleh Allah Swt.
Qiyamullail adalah tangga menuju kemuliaan jiwa yang menghidupkan
ruh dan mensucikan hati. Ketika jiwa-jiwa manusia tengah terlelap tidur, maka
jiwa-jiwa yang menghidupkan malam dengan beribadah berdialog dengan Rabb yang
Maha Pencipta. Tak ada hijab antara mereka dengan Allah Swt.
Keempat, bagaimana dengan kewajiban zakat dan latihan
infaq dan shadaqoh kita? Apakah kita sudah mengeluarkan zakat harta sesuai
dengan perhitungan yang telah ditentukan syara’? Ataukah kita
mengeluarkan zakat sesuai dengan kerelaan bukan berdasarkan kewajiban? Mungkin
saja ada seorang Muslim yang mengeluarkan zakat hartanya dengan jumlah yang
lebih sedikit dari yang semestinya. Semoga kita tidak termasuk orang-orang yang
mengorupsi sebagian zakat harta.
Dengan mengeluarkan zakat, infaq, dan shadaqoh, selain
kita diajarkan agar selalu mencari harta yang halal, kita juga diajarkan berempati
sekaligus kepedulian kepada orang-orang yang tengah mengalami kesulitan harta. Apalagi
Ramadhan tahun ini diawali dengan kenaikan harga BBM yang mendorong kenaikan
harga barang-barang kebutuhan pokok.
Keberhasilan
madarasah Ramadhan dapat dilihat dari ada tidaknya peningkatan dalam iman dan
taqwa dalam bentuk ketundukan dan ketaatan kepada hukum dan ketentuan Allah
Swt. di bulan Syawal. Syawal artinya peningkatan. Maka, beruntunglah orang yang
pada Syawal tahun 1426 H ini iman dan taqwanya lebih baik daripada Syawal tahun
lalu. Dan celakalah orang yang pada Syawal tahun ini lebih buruk iman dan
taqwanya dibandingkan Syawal tahun lalu. Semoga kita tidak termasuk orang-orang
yang merugi apalagi celaka. Wallahu a’lam bishshawab.