Memasuki tahun baru 2014 Masehi, salah satu
tadisi Jahiliyah yang harus dihilangkan adalah kepercayaan kepada dukun ramal
atau paranormal. Masih banyak umat Islam yang memilih menggantungkan masa
depannya kepada paranormal. Ada juga yang lebih yakin kepada paranormal
ketimbang kepada dokter untuk mengobati penyakit fisiknya. Mereka beranggapan
bahwa penyakit fisik yang dideritanya ada kaitan dengan sesuatu yang berbau
mistik dan tahayul. Berkaitan dengan hal ini, Islam memiliki pandangan yang
sangat jelas.
Ketika Nabi Muhammad Saw. diutus, di kalangan
masyarakat Arab Jahiliyah ada sekolompok pendusta yang dikenal denga sebutan kahin
atau ‘arraf (dukun, tukang ramal, paranormal, dan sebagainya) yang
mengklaim dirinya mengetahui perkara gaib baik yang telah berlalu maupun yang
akan datang, dengan jalan berhubungan dengan jin atau lainnya. Lalu beliau Saw.
membacakan wahyu Allah Swt. yang diturunkan kepadanya, “Katakanlah tidak ada
seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali
Allah” (QS An-Naml: 65).
Beberapa orang pernah datang kepada Nabi Saw.
Mereka mengira bahwa beliau mengetahui perkara gaib, kemudian mereka
menyembunyikan sesuatu di tangan mereka, lalu bekata kepada beliau, “Cobalah
tunjukkan kepada kami, apa yang kami sembunyikan ini?” Rasulullah Saw. berkata
kepada mereka, “Aku sama sekali bukan tukang tenung (dukun ramal, paranormal),
karena sesungguhnya tukang tenung, pekerjaan menenung, dan semua tukang tenung
akan berada di neraka” (HR Abu Daud).
Islam tidak hanya mengecam peramal atau
paranormal, tapi juga orang-orang yang datang kepada mereka untuk menanyakan
sesuatu dengan mempercayai khayalan dan kesesatan mereka. Rasulullah Saw.
bersabda, “Barangsiapa datang kepada tukang ramal (dukun, paranormal), lalu
menanyakan sesuatu kepadanya dan mempercayai perkataannya (ramalannya), maka
tidak diterima shalatnya selama 40 hari” (HR Muslim).
Islam juga mengharamkan mengundi nasib dengan azlam.
Azlam atau qadah adalah semacam anak panah di kalangan bangsa
Arab Jahiliyah yang pada masing-masing anak panah itu terdapat tulisan,
misalkan anak panah pertama bertuliskan “Aku diperintah Tuhan”. Anak panah
kedua “Aku dilarang Tuhan”. Dan anak panah ketiga tidak terdapat tulisan.
Apabila hendak bepergian, menikah, dan
sebagainya, mereka datang ke rumah berhala yang di dalamnya terdapat azlam-azlam
tersebut lalu mereka mengundinya untuk memastikan apakah mereka harus
bepergian atau tidak, menikah atau tidak, dan sebagainya. Mereka lalu mengambil
salah satu dari anak panah itu. Jika yang terambil anak panah yang bertuliskan
perintah, maka mereka melaksanakan apa yang mereka rencanakan. Apabila yang
terambil anak panah yang bertuliskan larangan, maka mereka pun mengurungkan
niatnya. Jika yang terambil anak panah yang tidak ada tulisannya, maka mereka
mengundinya sekali lagi sehingga mendapatkan keputusan apakah meneruskan atau
membatalkan niatnya itu.
Berkaitan dengan hal ini, Allah Swt. berfirman,
“…Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib
dengan anak panah) itu adalah kefasikan…” (QS Al-Maidah: 3). Rasulullah Saw.
bersabda, “Tidak akan mendapatkan derajat yang tinggi orang yang menenung
(meramal), mengundi nasib dengan azlam, atau membatalkan bepergiannya
lantaran tathayyur (menganggap sial sesuatu)” (HR Nasa`i).
Berdasarkan dalil di atas, mengundi nasib dengan
alat apa pun (bukan hanya dengan anak panah) diharamkan dalam Islam. Islam
memerintahkan setiap Muslim berusaha secara maksimal untuk dunia dan
akhiratnya, karena Allah Swt. telah memberikan semua yang dibutuhkan untuk
menggapai Surga dan keridhaan-Nya. Wallahu a’lam bish shawab.
0 comments:
Posting Komentar