Oleh Syamsu
Hilal
Pemimpin dipilih
bukan sekedar untuk dijadikan simbol sebuah negara, tetapi sebagai
lokomotif yang membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Berpijak dari alasan ini, memilih pemimpin tidak sama dengan memilih
selebritis yang lebih mengandalkan popularitas daripada kapasitas.
Daniel Boorstin,
pakar manajemen kepemimpinan mengatakan bahwa dunia saat ini memiliki banyak
pemimpin, tapi mereka berada di bawah bayang-bayang selebritis. Pemimpin
dikenal karena prestasinya, sementara selebritis dikenal lantaran ketenarannya.
Pemimpin mencerminkan hakikat-hakikat manusia, sedang selebritis mencermintkan
kemungkinan-kemungkinan pers dan media massa. Kaum selebritis adalah
orang-orang yang membuat berita, tetapi para pemimpin adalah orang-orang yang
membuat sejarah (Majalah Parade, 6 Agustus 1995)
Dampak kesalahan memilih pemimpin sejak lama
diperingatkan Rasulullah Saw. melalui sabdanya, “Jika amanah telah
disia-siakan, maka tunggulah kehancurannya. Seorang sahabat bertanya,
‘Bagaimana maksud amanah disia-siakan?’ Nabi Saw. menjawab, “Jika urusan
diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancurannya” (HR Bukhari).
Kriteria orang yang layak dijadikan pemimpin secara
gamblang dijelaskan di dalam Al-Qur`an, yaitu hafizhun ‘alim; mampu menjaga
dan berpengetahuan (QS Yusuf: 55) dan qowiyyun amiin; kuat dan dipercaya
(QS Al-Qashash: 26).
Selanjutnya Al-Qur`an
membuat pembedaan antara pemimpin konstruktif dan pemimpin destruktif. Pemimpin konstruktif adalah pemimpin yang menyejahterakan rakyatnya di dunia dan mengajak ke Surga. “Dan Kami
jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan
perintah Kami ketika mereka sabar...” (QS As-Sajadah: 24). Sebaliknya pemimpin destruktif adalah pemimpin yang menyengsarakan
rakyatnya di dunia dan menjerumuskan ke Neraka. “Dan Kami jadikan mereka
pemimpin-pemimpin yang menyeru (manusia) ke neraka dan pada hari kiamat mereka
tidak akan ditolong” (QS Al-Qashash: 41).
0 comments:
Posting Komentar