Sejak
awal Mat Bulbit dan istri berniat berangkat haji dengan fasilitas regular, agar bisa
berlama-lama beribadah di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Banyak jamaah satu
rombongan yang tidak menyangka kalau Mat Bulbit anggota DPR RI. Karena kebanyakan pejabat menunaikan ibadah haji dengan menggunakan fasilitas khusus atau
yang disebut Haji Plus. Alhamdulillah, pelaksanaan ibadah haji 1428 H
bertepatan dengan waktu reses akhir tahun, yaitu pertengahan Desember 2007
hingga pertengahan Januari 2008.
Pada
musim haji 1428 Hijriyah (2007-2008), Mat Bulbit dan istri tergabung dalam kloter 58
yang berasal dari Bekasi. Rombongan Mat Bulbit termasuk gelombang kedua, sehingga langsung
berangkat menuju Mekkah Al-Mukarramah. Mat Bulbit bersyukur, perjalanan haji
berlangsung lancar hingga di tempat penginapan di kawasan Misfalah, kira-kira
dua kilometer dari Masjidil Haram. Setiap hari Mat Bulbit dan istrinya berjalan kaki ke Masjidil
Haram untuk melaksanakan shalat berjamaah. Ibadah Umrah pun selesai dilaksanakan.
Delapan Zhulhijjah, seluruh jamaah haji bersiap-siap
untuk melaksanakan rangkaian ibadah Haji. Mulai dari Wuquf di Arafah (tanggal 9
Dzulhijjah hingga terbit fajar tanggal 10 Dzulhijjah), Mabit di Muzdalifah (tanggal
10 Dzulhijjah malam), Mabit di Mina (tanggal 11-13 Dzulhijjah), dan melontar
Jumrah.
Usai bermalam di Muzdalifah, pagi harinya seluruh jamaah
haji bersiap-siap berangkat menuju Mina untuk melaksanakan mabit. Antrian
jamaah di pintu-pintu keluar Muzdalifah tampak menyemut. Sebagian jamaah tampak
ada yang kurang sabar menunggu giliran menaiki bus yang disediakan pihak
penyelenggara haji.
Rombongan Mat Bulbit termasuk yang sabar menunggu sampai benar-benar mendapat
giliran menaiki bus. Sengatan terik matahari membakar kulit. Keringat
mulai membasahi tubuh. Beberapa jamaah tampak ada yang mulai kurang sabar dan
gelisah lantaran hingga jam 10 pagi belum juga mendapatkan bus, sementara
jamaah yang tinggal di Muzdalifah sudah terlihat sedikit. Padang Muzdalifah
yang pada waktu malam dipadati jamaah, mulai lengang. Baru sekitar jam 11
siang, rombongan Mat Bulbit mendapatkan bus yang akan membawa kami ke Mina, meski
rombongan kami tidak semuanya dalam bus yang sama. ‘Yang penting ke Mina,’
pikir Mat Bulbit.
Bus yang membawa rombongan Mat Bulbit mulai memasuki Mina. Doa pun dilantunkan. “Ya Allah tempat ini adalah
Mina, maka anugerahilah kami apa yang telah Engkau anugerahkan kepada
orang-orang yang dekat dan taat kepadaMu.” Kira-kira jam satu siang, rombongan tiba
di tenda yang telah disediakan. Cuaca di
Mina waktu itu cukup dingin. Bahkan terasa sangat dingin ketika angin bertiup
kencang dan menerobos celah-celah tenda. Beberapa jamaah pria terlihat
merapatkan balutan kain ihramnya ke seluruh tubuh untuk mengurangi rasa dingin.
Seluruh jamaah di tenda tengah menunggu giliran melontar Jumrah, yang
menurut ketua rombongan akan dilakukan pada malam hari, ba’da Isya.
Usai
shalat jama’ qashar taqdim Maghrib dan Isya, serta makan malam,
rombongan bersiap-siap untuk berangkat menuju Jamarat. Alhamdulillah,
perjalanan lancar dan tidak menemui kendala. Begitu juga ketika melontar
Jumratul ‘Aqabah. Kekhawatiran terulangnya tregedi Mina pada tahun 2006 tidak terjadi. Semuanya berjalan lancar, hingga rombongan kembali ke
tenda.
Raut
berseri tampak di wajah para jamaah usai melontar Jumrah. Ucapan takbir,
tahmid, dan tahlil tak henti-hentinya dilantunkan para jamaah, tanda syukur
atas pertolongan Allah Swt. yang memudahkan perjalanan kami. Di sudut-sudut dan
di pinggir-pinggir tenda, jamaah pria melakukan tahallul dengan mencukur habis
rambut kepalanya. Termasuk saya. Rambut di kepala Mat Bulbit habis alias gundul dan
berharap setiap helai rambut yang dicukur menjadi cahaya di hari Kiamat,
sebagaimana doa yang dilantunkan ketika tahallul, “Allahunnaj’al likulli sya’ratin
nuuran yaumal qiyaamah” (Ya Allah, jadikanlah untuk setiap helai rambut
yang aku cukur sebagai cahaya pada hari Kiamat).
Kira-kira
jam 11 malam Mat Bulbit dan beberapa jamaah satu rombongan selesai menggunduli kepala. Dia pun bergegas mandi, karena badan terasa lengket oleh keringat usai
melontar Jumrah. Cuaca malam itu terasa lebih dingin dari biasanya. Angin
bertiup kencang hingga menimbulkan suara seperti siulan.
Hawa
dingin seketika hilang, ketika guyuran air hangat dari shower kamar
mandi membasahi kepala dan seluruh tubuh. Namun, usai mandi tiba-tiba kepala Mat Bulbit terasa berat. Hawa dingin seperti masuk melalui kepala yang botak
hingga ke seluruh tubuh. Seketika itu juga seluruh tubuh menggigil dan terasa
lemas. Malam itu Mat Bulbit benar-benar tidak bisa tidur lantaran demam. Meski seluruh
tubuh tertutup jaket, penutup kepala dan wajah (kupluk), sarung tangan dan
kaus kaki, rasa dingin dan menggigil tidak juga berkurang. Sayup-sayup terdengar ketua rombongan mengumumkan bahwa esok hari tanggal 11 Dzulhijjah
kira-kira pukul 13.30 waktu setempat, usai shalat Zhuhur dan Ashar jama’
qashar taqdim, rombongan akan melontar Jumrah
yang kedua, yaitu Jumratul Ula, Wustha, dan ‘Aqabah.
Mat Bulbit berdoa agar Allah Swt. segera menyembuhkan penyakitnya, supaya esok pagi bisa
melontar Jumrah yang kedua. Obat demam yang diberikan dokter kloter belum menunjukkan
hasil. Hingga usai shalat Zhuhur dan Ashar kondisi kesehatan Mat Bulbit belum juga
membaik. Istrinya menyarankan agar Mat Bulbit tidak berangkat melontar Jumrah, dan
menawarkan diri untuk menggantikan pelaksanaan ibadah tersebut. Tapi Mat Bulbit
bersitekad untuk melaksanakannya sendiri. Mat Bulbit terus berdoa kepada Allah agar diberikan
kesehatan sehingga bisa melaksanakan semua rangkaian ibadah haji yang baru
pertama kali dilaksanakannya.
Di
tengah-tengah perasaan harap dan cemas. Tiba-tiba ketua rombongan mengumumkan
bahwa pelaksanaan melontar Jumrah diundur menjadi pukul 16.00 waktu setempat
dengan alasan keamanan. Memang melontar Jumrah tanggal 11 Dzulhijjah lebih utama
dilaksanakan ba’da zawal (setelah tergelincir matahari), sehingga
diprediksi pada pagi hari jamaah akan membludak, dan dikhawatirkan akan terjadi
sesuatu yang tidak diinginkan. Mat Bulbit bersyukur, dengan demikian masih ada waktu
untuk memulihkan kesehatan hingga waktu yang ditentukan.
Waktu
terus berlalu. Namun, hingga kira-kira pukul 15.30, kesehatan Mat Bulbit belum juga
pulih. Badan masih terasa menggigil dan lemas. Lantunan doa untuk kesehatan
diri semakin menguat. Dia tidak mau kalau ada rangkaian ibadah hajinya digantikan orang lain. Mat Bulbit hanya ingin setiap rangkaian ibadah haji dilakukan
oleh dirinya sendiri.
Seluruh
jamaah mulai bersiap-siap untuk melaksanakan ibadah melontar Jumrah. Istri Mat Bulbit
kembali mendatanginya yang terbaring lemas dan menyarankan untuk tidak
berangkat. Ia menawarkan untuk mem-badal (menggantikan) ibadah tersebut
untuk Mat Bulbit. Mat Bulbit tidak mengiyakan dan hanya berkata, “Lihat saja nanti.” Namun, Mat Bulbit tetap berharap untuk bisa melaksanakannya sendiri. Di tengah-tengah
persiapan jamaah untuk melontar Jumrah, tiba-tiba ketua rombongan mengumumkan
kembali bahwa pelaksanaan melontar Jumrah diundur menjadi pukul 19.30 waktu
setempat. Alasannya, agar para jamaah makan malam dahulu sehingga memliki cukup
tenaga untuk melontar Jumrah. Mat Bulbit pun kembali bersyukur, ternyata Allah Swt.
masih memberi kesempatan kepadanya untuk melaksanakan sendiri ibadah tersebut.
Seluruh
tubuh Mat Bulbit masih tertutup jaket, kupluk, sarung tangan, dan kaus kaki, lantaran
tidak tahan dingin. Obat-obatan yang diberikan dokter kloter belum juga
menampakkan hasil. Mat Bulbit terus berdoa, hingga dirinya merasa yakin bahwa dua kali
penundaan yang terjadi disebabkan karena Allah Swt. ingin memberi kesempatan
kepadanya untuk melontar Jumrah dengan tangannya sendiri, sesuai keinginan
dan doanya.
Dan…Alhamdulillah, ketika rombongan tengah
bersiap-siap untuk melaksanakan Jumratul Ula, Wustha, dan ‘Aqabah, tiba-tiba
kesehatan Mat Bulbit berangsur-angsur pulih. Rasa
menggigil dan lemas di tubuhnya sedikit demi sedikit hilang. Balutan jaket, kupluk,
sarung tangan, dan kaus kaki sudah bisa dilepas. Tubuh sudah tidak terasa menggigil
lagi. Meski belum pulih 100 persen, tapi Mat Bulbit merasa mampu dan siap
melaksanakan ibadah melontar Jumrah. Alhamdulillah, dengan izin Allah Swt. akhirnya Mat Bulbit
dapat melaksanakan semua rangkaian ibadah haji dengan tangannya sendiri.
Dari peristiwa ini Mat Bulbit mendapat hikmah bahwa kemudahan
akan selalu menyertai orang-orang yang ingin berbuat baik dan mendekat kepada
Allah Swt. meski pada awalnya terdapat kendala dan hambatan. Wallahu
a’lam bishshawab.
0 comments:
Posting Komentar