Oleh: Syamsu Hilal
Allah Swt.
menegaskan bahwa di dalam keimanan itu ada ujian. Maka, dengan menguji
iman, kualitas ketaqwaan seseorang akan berbeda-beda. Semakin kokoh keimanan
seseorang, semakin berat ujiannya. Ujian
keimanan harus ada untuk mematangkan dan mengokohkan keimanan itu sendiri.
Orang-orang Mukmin yang lulus dalam ujian keimanannya dan merasa tenang dengan
keimanannya itu akan meningkat derajatnya di sisi Allah Swt. Dan Allah akan
menambahkan keimanan kepada Mukmin tersebut.
“Dia-lah
yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mu'min supaya
keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan
kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Bijaksana” (QS
Al-Fath [48]: 4).
Ujian keimanan pada dasarnya adalah ujian atas amal saleh.
Karena untuk menguji kebenaran iman seseorang, Allah Swt. menggunakan parameter
amal saleh. Ujian atas amal saleh bisa berasal dari dalam dan dari luar. Rasulullah
Saw. dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Bakar bin Lai mengatakan,
“Orang Mukmin senantiasa berada di antara lima ancaman berat, yaitu Mukmin yang
mendengkinya, munafik yang membencinya, kafir yang memeranginya, syetan yang
menyesatkannya, dan hanwa nafsu yang melawannya.”
Rasulullah Saw., “Mengatakan ada tiga hal yang
merupakan pangkal kebinasaan, yaitu kikir yang ditaati, hawa nafsu yang
diikuti, dan ‘ujub seseorang kepada dirinya sendiri” (HR Muslim).
Ujian keimanan yang terberat adalah menghadapi sikap
idealisme dan keputusasaan. Di antara Muslim, ketika berdakwah, ada yang tidak
mau dan atau tidak sanggup menghadapi realitas kehidupan yang ada, sehingga
mereka melakukan ‘uzlah (menyendiri). Dan di antara Muslim, ada juga
yang tidak sabar menanti kemenengan yang dijanjikan Allah Swt., sehingga mereka
berputus asa dalam berdakwah.
Maka, cukuplah bagi kita firman Allah Swt., “Dan
(ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata, ‘Mengapa kamu menasehati
kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang
amat keras?’ Mereka menjawab, ‘Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung
jawab) kepada Tuhanmu, dan supaya mereka bertakwa.’ Maka tatkala mereka
melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang
melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim
siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik” (QS Al-A’raf
[7]: 164-165).
Rintangan idealisme dan keputusasaan adalah dua dari
sejumlah rintangan keimanan. Setiap Muslim harus senantiasa meningkatkan
pemahaman keislamannnya, dan mulai menjadi orang pertama yang menerapkan
nilai-nilai Islam dalam kehidupan nyata. Hanya dengan membuktikan keimanan
dalam bentuk amal nyata, setiap Muslim akan semakin dewasa dan matang dalam
mengarungi samudera kehidupan yang penuh dengan ujian dan cobaan. Wallahu
a’lam bishshawab.
0 comments:
Posting Komentar