PENDAHULUAN
Latar Belakang
Krisis ekonomi yang menimpa bangsa Indonesia pada tahun 1997 telah
mengakibatkan pelaku usaha di Indonesia tertinggal lima hingga tujuh tahun
dibandingkan dengan pelaku usaha negara lain. Kondisi ini mengakibatkan daya
saing ekonomi nasional mengalami penurunan peringkat secara signifikan. Karena
itu, kebutuhan pengembangan wirausaha baru di Indonesia menjadi keniscayaan
untuk meningkatkan daya saing dan daya dukung perekonomian nasional. Hal ini
disebabkan jumlah wirausaha di Indonesia masih sangat kurang apabila
dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia.
Kewirausahaan atau “entrepreneurship” makin dirasakan urgensinya
saat ini. Bukan hanya untuk bisnis, tapi juga untuk berbagai bidang kehidupan.
Bangsa Indonesia saat ini sangat membutuhkan banyak entrepreneur di
berbagai bidang dan wilayah kerja, apakah Business Entrepreneur
yang berkaitan dengan dunia usaha, Academic Entrepreneur yang
berkaitan dengan pendidikan, Social Entrepreneur atau wirausaha
kemasyarakatan dan Government Entrepreneur yang berkaitan dengan urusan
pemerintahan.
Menurut Ciputra, suatu bangsa akan maju bila memiliki jumlah
entrepreneur (wirausahawan) minimal dua persen dari total jumlah
penduduk. Ciputra mencontohkan Singapura memiliki wirausahawan sekitar
7,2 persen, dan Amerika Serikat memiliki 2,14 persen entrepreneur. Kemajuan
ekonomi Cina antara lain ditunjang oleh para wirausahaan yang jumlahnya
mencapai 20 persen dari penduduk.[1]
Minat masyarakat Indonesia menjadi pengusaha memang masih rendah. Terlihat dari jumlah wirausaha baru yang tumbuh baru sekitar 0,7 persen dari jumlah penduduk yang ada. Masih kalah jauh dibanding negara tetangga, seperti Singapura yang sudah mencapai 7,2 persen, Malaysia 2,1 persen, Thailand 4,1 persen, Korea Selatan 4 persen, dan Amerika Serikat 11,5 persen.
Upaya pemerintah untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi di antaranya dengan meningkatkan jumlah wirausaha baru di dalam negeri. Ditargetkan pada tahun 2015 diharapkan ada tambahan 500.000 wirausaha baru di Indonesia, dan pada tahun 2025 akan ada lima juta wirausaha baru yang kreatif, inovatif, dan berdaya saing global. Untuk itu pemerintah mencanangkan Gerakan Kewirausahaan Nasional
(GKN) yang dilakukan
langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2 Februari 2011 Jakarta.[2]
GKN tentu akan melibatkan seluruh sektor, terutama sektor pertanian yang
banyak menyerap tenaga kerja. Menurut data Badan Pusat Statistik,tahun 2010
sektor ini menyerap 40.491.257 (38,35%) tenaga kerja nasional, dan sebanyak
14.081.620 (34,78%) orang merupakan generasi muda pertanian atau tenaga kerja
kelompok umur 15-34 tahun. Tenaga kerja pada kelompok umur ini dikategorikan
sebagai petani muda yang memiliki kedudukan strategis untuk dikembangkan
kapasitasnya, sehingga dapat berfungsi sebagai pengungkit yang menentukan
keberhasilan pembangunan pertanian.
Oleh karena itu, untuk menumbuhkan minat berwirausaha, khususnya di
kalangan pemuda, perlu dilakukan pembinaan mental wirausaha, membuka kesempatan
berwirausaha seluas-luasnya, dan mempermudah akses terhadap permodalan. Untuk
mendukung program tersebut diperlukan pelatihan, pembinaan, dan pembimbingan
dalam bentuk magang supaya para pemuda calon wirausaha merasakan kemudahan
dalam menciptakan dan merintis usaha yang menguntungkan.
Permasalahan
Sebuah penelitian menyimpulkan bahwa keputusan seseorang untuk
beriwirausaha ditentukan oleh sikap, norma, dan kontrol. Sikap terhadap
perilaku wirausaha mempunyai kontribusi yang paling besar, artinya seseorang
dalam mengambil keputusan untuk menjadi wirausaha baru ditentukan oleh
keyakinan terhadap konsekuensi-konsekuensi dari hasil-hasil berwirausaha.
Mereka baru memutuskan untuk berwirausaha apabila usaha yang akan dilakukannya
tersebut diyakini memberikan keuntungan atau bermanfaat khususnya dalam mata
pencahariannya.
Selain itu, aspek norma subyektif juga memberikan kontribusi yang
sama besarnya dengan sikap terhadap perilaku. Aspek ini dipengaruhi oleh
tokoh-tokoh panutan, seperti orangtua dan teman dekat. Hal ini senanda seperti
yang dikatakan oleh Sarwono (2002), bahwa norma subyektif ditentukan oleh tokoh
atau orang lain yang penting (significant other).
Faktor ketiga yang memperngaruhi seseorang untuk berwirausaha adalah
kontrol perilaku terhadap kegiatan berwirausaha. Hal ini dapat dipahami
mengingat pengalaman seseorang dalam mengakses faktor-faktor yang mendukung
terhadap kegiatan berwirausaha masih sedikit.[3]
Ketiga faktor di atas juga mempengaruhi para petani muda untuk
melakukan wirausaha di bidang pertanian. Pada kenyataannya para petani muda
menghadapi beberapa permasalahan untuk melangkahkan kaki menjadi wirausaha
baru, yaitu:
1.
Para
petani pada umumnya lebih fokus pada usaha di sektor on farm (budidaya),
tapi lemah di sektor off farm (pemasaran dan pengolahan hasil pertanian).
2.
Para
petani muda di perdesaan belum banyak mendapatkan pelatihan kewirausahaan yang
memadai agar mereka menjadi petani muda wirausaha.
3.
Belum
ada pedoman atau panduan yang secara khusus dapat dijadikan acuan untuk
menumbuhkan para petani muda menjadi petani muda wirausaha.
Tujuan
Penumbuhan dan pembinaan wirausaha di bidang pertanian, khususnya
mencetak petani muda wirausaha harus mampu menjawab sebagian besar permasalahan
di atas. Dengan adanya program penumbuhan dan pembinaan petani muda wirausaha
diharapkan akan tercapai beberapa tujuan, di antaranya;
1.
Meningkatnya
kedudukan dan peran petani muda wirausaha dalam pembangunan pertanian;
2.
Terintegrasikan
dan tersinergikannya program pengembangan petani muda wirausaha kedalam program
pembangunan pertanian;
3.
Terwujudnya
petani muda yang mengenal dunia pertanian, mencintai, dan berminat berusaha di
bidang pertanian yang kreatif, inovatif, berdaya saing, berwawasan global, dan
profesional.
KAJIAN PUSTAKA
Meskipun
belum ada terminologi yang sama tentang kewirausahaan (enterpreneurship),
namun pada umumnya pemahaman dasar kewirausahaan mengarah kepada hakikat yang
sama, yaitu peningkatan kualitas hidup manusia. Peningkatan kualitas hidup
melalui kewirausahaan merujuk pada sifat, ciri-ciri, dan watak yang melekat
pada seseorang untuk memiliki kemauan yang keras untuk mewujudkan wawasan yang
inovatif ke dalam kegiatan usaha yang nyata dan dapat mengembangkannya dengan
tangguh. Dengan demikian, maka jiwa kewirausahaan ada pada setiap orang yang
memiliki perilaku kreatif, inovatif, menyukai perubahan dan kemajuan, berani
mengambil resiko, dan menerima tantangan.
Rumusan
kewirausahaan (enterpreneurship) yang berkembang sekarang kebanyakan
berasal dari Schumpeter (1934), dimana dikatakan bahwa enterpreneueship
adalah pengusaha yang melaksanakan kombinasi baru dalam bidang teknik dan
komersial ke dalam bentuk praktik. Dalam hal ini kewirausahaan merupakan fungsi
dari pengusaha yang mengenalkan dan melaksanakan kemungkinan baru dalam bidang
perekonomian.
Adapun
kemungkinan-kemungkinan baru yang dikembangkan Schumpeter adalah:
1.
Memperkenalkan
produk baru atau kualitas baru suatu barang yang belum dikenal oleh konsumen.
2.
Melaksanakan
suatu metode produksi baru dari suatu penemuan ilmiah baru, dan cara-cara baru
untuk menangani suatu produk agar lebih mendayagunakan keuntungan.
3.
Membuka
suatu pemasaran baru, baik pasar yang belum pernah dimasuki cabang industri yang
bersangkutan atau sudah ada pemasaran sebelumnya.
4.
Pembukaan
suatu sumber dasar baru, atau sumber-sumber barang setengah jadi, atau sumber
yang masih harus dikembangkan.
Dalam
menegaskan pandangannya Schumpeter mengemukakan bahwa fungsi pengusaha bukan
pencipta atau penemu kombinasi baru, akan tetapi lebih merupakan pelaksana dari
kombinasi yang kreatif. Pengembangan kewirausahaan lebih banyak ditujukan
kepada pengusaha untuk memiliki karakter-karakter unggul dalam meningkatkan
kualitas hidupnya melalui perusahaan yang dijalankannya. Pengembangan aspek
perusahaan banyak ditujukan untuk memperbaiki dan mengembangkan manajerial
perusahaan termasuk fungsi produksi, keuangan, pemasaran, serta fungsi
manajemen dan organisasi.[4]
Kewirausahaan adalah semangat, perilaku, dan kemampuan untuk
memberikan tanggapan yang positif terhadap peluang memperoleh keuntungan untuk
diri sendiri dan atau pelayanan yang lebih baik, serta menciptakan dan
menyediakan produk yang lebih bermanfaat dan menerapkan cara kerja yang efisien
melalui keberanian mengambil resiko, kreativitas, dan inovasi serta kemampuan
manajemen.
Pengertian di atas mencakup esensi kewirausahaan, yaitu tanggapan
positif terhadap peluang untuk memperoleh keuntungan bagi diri sendiri dan atau
pelayanan yang lebih baik pada pelanggan dan masyarakat. Kewirausahaan juga
merupakan cara yang etis dan produktif untuk mencapai tujuan serta sikap mental
untuk merealisasikan tanggapan yang positip tersebut. Semangat, perilaku, dan
kemampuan wirausaha tentunya bervariasi satu sama lain, dan atas dasar itu
wirausaha dikelompokkan menjadi tiga tingkatan yaitu, wirausaha awal, wirausaha
tangguh, dan wirausaha unggul.
Peran
Wirausaha
Tanggung jawab seorang wirausaha tidak hanya untuk
kemajuan dan kepentingan pribadinya, akan tetapi berusaha untuk mengembangkan
masyarakat dan bangsanya. Wirausaha birokrat (Bureaucratic Entrepreneur)
bukan berarti para birokrat harus mengelola dan memiliki perusahaan, melainkan
para birokrat menjalankan fungsinya untuk dapat mengayomi dan melayani
masyarakat dengan mengerahkan segala sumberdaya yang dimiliki untuk mendukung
pekerjaannya agar masyarakat menjadi aman dan nyaman, lebih sejahtera dan hal
itu diwujudkan dengan pelayanan yang lebih cepat, murah, dan secara kondusif
dapat memperkuat perekonomian secara umum.
Dengan demikian, peran wirausaha secara lebih khusus dapat dilekatkan
dengan tugas yang digelutinya. Wirausaha yang perilaku dan kemampuannya lebih
menonjol dalam memobilisasi sumberdaya dan dana, serta mentransformasikannya menjadi
output dan memasarkannya secara efisien lazim disebut Administrative
Entrepreneur. Sebaliknya wirausaha yang perilaku dan kemampuannya menonjol
dalam kreatifitas, inovasi serta mengantisipasi dalam menghadapi resiko lazim
disebut Innovative Entrepreneur.[5]
Jiwa
kewirausahaan adalah kemampuan afektif
(soft skill) dalam berhubungan dengan orang lain (interpersonal skill) dan kemampuan dalam mengatur dirinya sendiri (intrapersonal skill) untuk mengembangkan
peluang bisnis, mengumpulkan dan mengoptimalkan sumberdaya yang dibutuhkan untuk memperoleh manfaat, keuntungan dan nilai tambah.
Dengan demikian, kewirausahaan merupakan proses
berpikir dan bertindak untuk melakukan sesuatu yang baru, baik membuat sesuatu
yang sama sekali baru, maupun mengembangkan yang sudah ada sehingga dihasilkan
nilai tambah yang dapat meningkatkan laba usaha, mempebaiki kinerja, dan
menambah pendapatan. Dalam hal ini fungsi utama kewirausahaan adalah
memobilisasi sumberdaya, mendinamisasi proses sehingga menjadi lebih efisien,
lebih efektif, lebih produktif, dan lebih menguntungkan serta lebih memberikan
keberhasilan usaha.
Petani Wirausaha
Petani
wirausaha adalah petani yang berpikir dan bertindak untuk mengembangkan hal-hal
yang lebih baik dari apa yang dikerjakannya selama ini, sehingga hasil
pertaniannya dapat lebih menguntungkan. Misalkan dengan mengembangkan
teknik-teknik produksi yang lebih baik melalui penerapan teknologi baru yang
pada akhirnya petani dapat meningkatkan kesejahteraannya.
Untuk
menghasilkan petani wirausaha tentu memerlukan proses panjang, mulai dari
menyiapkan sumberdaya manusianya hingga sumberdaya pendukung seperti
ketersediaan dana dan sarana dan prasarana pelatihan yang memadai. Potensi
sumberdaya petani sangat besar, hal itu dapat dilihat dari tenaga kerja yang
diserap di sektor pertanian mencapai 40.491.257 orang pada tahun 2010. Dari
jumlah tersebut sebanyak 14.081.620 orang adalah petani muda yang berusia
antara 15 – 34 tahun.
Untuk
lebih memudahkan proses penumbuhan petani muda wirausaha, maka perlu ada
batasan umur, sehingga program penumbuhan dan pembinaan dapat dilakukan secara
optimal. Oleh karena itu, petani muda wirausaha yang dimaksud dalam program
penumbuhan petani muda wirtausaha ini adalah generasi muda pertanian yang
berusia 18-40 tahun, memiliki semangat berwirausaha, mengelola dan
mengembangkan usaha agribisnis secara kreatif, inovatif, dan profesional
memiliki jejaring usaha secara luas dan berwawasan global.
Petani
muda wirausaha sebagai anggota keluarga berperan sebagai generasi penerus yang
mampu menjamin kesejahteraan keluarga dengan mengembangkan usahatani sebagai
mata pencaharian. Untuk itu, petani muda perlu disiapkan sebaik mungkin sebagai
generasi muda penerus pelaku utama dan pelaku usaha pertanian masa depan yang
memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan dalam mengembangkan berbagai
usaha agribisnis.
Sebagai
sumberdaya manusia yang potensial, petani muda wirausaha berperan menjadi insan
sosial yang bertanggung jawab atas segala sikap dan tindakannya dan menjadi
individu yang memiliki kepemimpinan pertanian serta berperan aktif dalam
berbagai bidang pembangunan, khususnya di bidang pertanian.
Oleh
karena itu, pengembangan petani muda wirausaha adalah upaya peningkatan
kompetensi petani muda dalam mengakses teknologi, modal, pasar dan manajemen
sehingga menjadi petani muda wirausaha mandiri yang inovatif, kreatif, mampu
bersaing, berwawasan global dan profesional.
PRINSIP-PRINSIP PENGEMBANGAN
Pengembangan petani muda wirausaha diarahkan untuk mendorong
tumbuhnya inisiatif, inovatif, kreativitas dan kerjasama dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi baik teknis,
sosial maupun ekonomi. Oleh karena itu, perlu dilakukan pelatihan untuk menumbuhkembangkan
jiwa kewirausahaan mereka disertai peningkatan keterampilan teknis agribisnis,
dan peningkatan manajemen dan kepemimpinan.
Disamping itu, program pemberdayaan petani muda wirausaha
diarahkan untuk mewujudkan kemampuan
bekerjasama dan berorganisasi sebagai wadah belajar, berusaha agribisnis, serta
mengembangkan manajemen dan kepemimpinan. Untuk itu diperlukan proses pembinaan
yang memberikan keleluasaan kepada mereka dengan cara belajar melalui bekerja (learning
by doing), mengalami dan menemukan sendiri inovasi teknologi dan atau
solusi permasalahan usahatani yang dihadapi dalam situasi nyata di lapangan.
Untuk mencapai hasil yang optimal, maka seluruh program pembangunan yang ada
dengan mengikutsertakan semua pemangku kepentingan dalam proses perencanaan,
pelaksanaan, monitoring dan evaluasi.
Penumbuhan dan pengembangan petani muda wirausaha didasarkan pada
potensi dan kebutuhan dalam pengembangan diri dan usahanya. Program dan
kegiatan petani muda wirausaha hendaknya berorientasi pada peningkatan
pendapatan, nilai tambah, daya saing, dan kesejahteraan. Proses perencanaan,
pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program petani muda wirausaha dilaksanakan
dengan mengikutsertakan petani muda wirausaha sebagai pelaku utama dan pelaku
usaha serta penerima manfaat program pembangunan pertanian.
Pengembangan petani muda wirausaha dirancang dan dilaksanakan
dengan memperhatikan aspek kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup
secara berkesinambungan. Untuk mencapai ke arah tersebut dibangun berdasarkan falsafah dan cara berpikir sistemik untuk membangun pola pikir positif,
kreatif, inovatif, berwawasan global dan saling
menguatkan, untuk menciptakan kemandirian (independency) dan saling ketergantungan satu sama lain (interdependency).
STRATEGI DAN PROGRAM PENUMBUHAN, PENGEMBANGAN, DAN PEMBINAAN
Strategi
Program
penumbuhan, pengembangan, dan pembinaan petani muda wirausaha diarahkan untuk
meningkatkan potensi dan peran pemuda tani dan petani muda wirausaha dalam
pembangunan pertanian sehingga menjadi petani pengusaha yang profesional.
Beberapa strategi yang dapat ditempuh antara lain;
1.
Mengenalkan
dunia pertanian untuk menghasilkan petani muda yang cinta pertanian dan
berminat untuk berusaha di bidang pertanian;
2.
Mengembangkan
kompetensi untuk mengoptimalkan potensi petani muda wirausaha dalam pembangunan
pertanian;
3.
Meningkatkan
akselerasi petani muda wirausaha untuk mengoptimalkan potensi sumberdaya yang
dimiliki;
4.
Memberdayakan
petani muda wirausaha untuk mengoptimalkan usaha agribisnis yang dikelola; dan
5.
Mengintegrasikan
dan mensinergikan program pengembangan petani muda wirausaha dalam pembangunan
pertanian.
Program
Program pemberdayaan petani muda wirausaha dilaksanakan melalui
kegiatan penguatan kelembagaan, peningkatan nilai tambah dan daya saing produk,
dan peningkatan aksesibilitas sumber permodalan dan pasar. Untuk itu diperlukan
koordinasi, sosialiasi, dan advokasi program di antara para pemangku
kepentingan. Program penumbuhan dan pembinaan petani muda wirausaha difokuskan
untuk meningkatkan kompetensi teknis pertanian, akselerasi, pemberdayaan, integrasi,
dan sinergi.
Program Penumbuhan, Pengembangan, dan Pembinaan Petani Muda Wirausaha.
No.
|
Program
|
Kegiatan
|
1
|
Penumbuhkembangan
jiwa kewirausahaan
|
Diklat
teknis kewirausahaan agribisnis, studi banding
|
2
|
Penguatan
kelembagaan dan peningkatan manajemen dan kepemimpinan
|
Diklat kepemimpinan dan manajemen
|
3
|
Pengembangan
kemitraan dan peningkatan nilai tambah dan daya saing produk pertanian
|
Temu usaha dan agri ekspo
|
4
|
Peningkatan
aksesibilitas sumber teknologi
|
Gelar
inovasi teknologi dan temu teknologi
|
5
|
Peningkatan
aksesibilitas sumber permodalan dan pasar
|
Temu usaha dan pendampingan
|
6
|
Peningkatan
koordinasi program pengembangan petani muda wirausaha
|
Pertemuan
berkala, pertemuan nasional
|
7
|
Sosialisasi
program pengembangan petani muda wirausaha
|
Media
cetak dan elektronik
|
8
|
Advokasi
program pengembangan petani muda wirausaha
|
Pendampingan
|
KESIMPULAN
1.
Keterampilan petani
muda harus ditingkatkan dari sekedar penguasaan di bidang budidaya menjadi penguasaan di bidang pengolahan dan
pemasaran hasil pertanian.
2.
Untuk
itu diperlukan program penumbuhan, pengembangan, dan pembinaan petani muda
wirausaha dilaksanakan melalui kegiatan penguatan kelembagaan, peningkatan
nilai tambah dan daya saing produk, dan peningkatan aksesibilitas sumber
permodalan dan pasar.
DAFTAR PUSTAKA
H.
Abdul Rasul, Pengembangan Kewirausahaan Melalui Koperasi Usaha Kecil dan
Menengah. http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/51082733.pdf
http://www.binaswadaya.org/index.php?option=com_content&task=view&id=168&Itemid=38&lang=in_ID
Pambudi
Rahardjo, Hubungan Karakteristik Individu dengan Keputusan Menjadi Wirausaha
Baru Di Purwokerto (Studi Tentang Alternatif Karir Lulusan PT), Psycho Idea Tahun
8 No.1, Februari 2010.
Proyeksi
Pengembangan Kebutuhan Wirausaha Baru Dalam Rangka Kesiapan Menuju Liberalisasi
Perdagangan dan Investasi Jurnal Pengkajian Koperasi Dan UKM Nomor 2 Tahun I –
2006.
Ritha
F. Dalimunthe, Program Pengembangan Budaya Kewirausahaan, Fakultas Ekonomi,
Universitas Sumatera Utara, 2004.
Wirausahaan
Pahlawan Ekonomi Rakyat, Majalah Gema Industri Kecil.Edisi XXXII/Maret 2011
[1] http://www.binaswadaya.org/index.php?option=com_content&task=view&id=168&Itemid=38&lang=in_ID
[2]
Wirausahaan Pahlawan Ekonomi Rakyat, Majalah Gema Industri Kecil Edisi
XXXII/Maret 2011.
[3] Pambudi Rahardjo, Hubungan Karakteristik Individu
dengan Keputusan Menjadi Wirausaha Baru Di Purwokerto (Studi Tentang Alternatif
Karir Lulusan PT), Psycho Idea Tahun 8 Nomor 1, Februari 2010.
[4]
H. Abdul Rasul,
Pengembangan Kewirausahaan Melalui Koperasi Usaha Kecil dan Menengah http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/51082733.pdf
[5]
Ritha F. Dalimunthe, Program Pengembangan Budaya Kewirausahaan, Fakultas
Ekonomi, Universitas Sumatera Utara, 2004.
0 comments:
Posting Komentar