“Maka
tatkala Thalut keluar membawa tentaranya, ia berkata: "Sesungguhnya Allah
akan menguji kamu dengan suatu sungai. Maka siapa di antara kamu meminum airnya;
bukanlah ia pengikutku. dan barangsiapa
tidak meminumnya, maka dia termasuk pengikutku, kecuali yang menceduknya seceduk tangannya." Kemudian mereka meminumnya kecuali
beberapa orang di antara mereka. Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang
beriman bersama Dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum
berkata: "Tak ada kesanggupan Kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan
tentaranya." Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah,
berkata: "Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan
golongan yang banyak dengan izin Allah. dan Allah beserta orang-orang yang
sabar" (QS Al-Baqarah: 249).
Dalam Tafsir
Fi Zhilalil Qur`an, Sayyid Quthb menjelaskan, di
sinilah tampak kebenaran
hikmah Allah Swt. memilih
Thalut. Thalut
menghadapi peperangan bersama tentara dari umat yang dahulu pernah dikalahkan musuh, yang
sudah mengenal kekalahan dan kehinaan di dalam sejarahnya dari waktu ke waktu. Thalut akan berhadapan dengan kekuatan jiwa tentaranya dalam melawan kekuatan musuh yang besar dan pernah menjadi pemenang pada masa lalu. Kekuatan jiwa itu tak lain adalah iradah
(kemauan, tekad, kehendak), yaitu iradah yang dapat mengendalikan syahwat dan
keinginan, yang tegar menghadapi kesulitan dan penderitaan, yang mampu
mengungguli semua kebutuhan dan keperluan, yang lebih mengutamakan ketaatan dan
mengemban tugas-tugas dan tanggung jawabnya, sehingga mampu melewati ujian demi
ujian. Pemimpin yang telah dipilih untuk mereka itu harus menguji iradah
tentaranya, ketabahan, dan kesabarannya. Pertama-tama ketabahan menghadapi godaan
keinginan dan syahwat. Kedua, kesabaran menghadapi kesulilatan dan beban berat.
Sang pemimpin (Thalut) memilih ujian ini,
sedangkan mereka sebagaimana dikatakan dalam beberapa riwayat dalam kondisi kehausan. Ujian itu dengan maksud untuk
mengetahui siapa orang yang sabar bersamanya dan siapa orang yang akan surut ke
belakang dan lebih mengutamakan keselamatan dirinya. Benarlah firasatnya,
“Kemudian mereka meminumnya kecuali
beberapa orang di antara mereka.”
Thalut membolehkan mereka minum,
tetapi hanya seceduk tangan saja sekedar untuk membasahi tenggorokan. Akan tetapi hal itu jangan sampai membuat mereka tidak ikut berperang.
Namun, ternyata sebagian besar dari
mereka
harus berpisah dari Thalut,
karena mereka mengikuti keinginan hawa nafsunya. Mereka berpisah darinya karena
mereka tidak layak mengemban tugas penting yang dibebankan ke pundak Thalut dan
pundak mereka. Ini merupakan
langkah baik
dan sebuah keharusan
bahwa mereka terpisah dari tentara yang akan berperang. Sedangkan tentara yang
diperlukan itu bukan sekedar jumlahnya yang besar, tetapi mereka yang memiliki hati kokoh, kemauan
yang mantap, iman yang teguh, dan konsisten di atas jalan yang lurus.
Ujian ini juga menunjukkan bahwa niat
yang tersembunyi itu saja belum cukup. Karena itu harus dilakukan ujian yang bersifat praktik dalam
bentuk tindakan nyata dan menghadapi peristiwa-peristiwa di jalan sebelum menuju peperangan yang sesungguhnya. Pengalaman itu juga menunjukkan ketegaran hati sang
pemimpin terpilih yang tidak terguncang hatinya, meskipun sebagian besar tentaranya
surut ke belakang pada ujian
pertama. Bahkan ia terus melanjutkan perjalanan.
Ujian
itu telah menyaring pasukan Thalut, dalam
batas tertentu, namun ujian
tersebut
belum selesai,
“Maka tatkala Thalut dan orang-orang
yang beriman bersama Dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah
minum berkata,
"Tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan
tentaranya."
Jumlah mereka
tinggal sedikit, dan mereka mengetahui kekuatan dan banyaknya tentara musuh di bawah
pimpinan Jalut. Mereka adalah orang-orang mukmin yang tidak mungkin mengingkari
janjinya kepada Nabi mereka. Akan tetapi ketika menghadapi kenyataan yang
mereka lihat dengan mata kepala mereka sendiri, mereka merasa lemah untuk
menghadapinya.
Ini adalah
ujian yang menentukan, yang mengharuskannya mengandalkan kekuatan lain yang
lebih besar daripada kekuatan yang tampak dalam pandangan mata. Hal itu tidak
akan diperoleh kecuali oleh orang-orang yang telah sempurna imannya, kemudian
hatinya menjalin hubungan dengan Allah. Maka, mereka mendapatkan
ukuran baru yang muncul dari realitas imannya, bukan ukuran sebagaimana yang digunakan
manusia yang hanya mengukur dengan keadaan lahiriah saja.
Di sini tampillah golongan yang orang beriman, golongan yang jumlahnya sedikit dan merupakan manusia pilihan yang memiliki timbangan Rabbaniyah,
“Orang-orang
yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah, berkata: "Berapa banyak
terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan
izin Allah. dan Allah beserta orang-orang yang sabar."
Demikianlah, berapa banyak golongan
yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak. Maka, inilah kaidah dalam pandangan orang-orang yang yakin akan
bertemu dengan Allah.
Kaidah bahwa golongan yang beriman itu sedikit jumlahnya, karena mereka akan
mendaki tangga yang sulit hingga mencapai tingkatan terpilih. Akan tetapi
mereka menang karena selalu berhubungan dengan sumber semua kekuatan dan karena
mereka mengejawantahkan kekuatan pemenang, yaitu kekutan Allah yang Mahamenang atas urusan-Nya dan yang Mahakuasa atas hamba-Nya, yang
menghancurkan para diktator,
menghinakan orang-orang yang zalim, dan menekan orang-orang yang sombong.
Mereka menyandarkan
kemenangan hanya kepada Allah, dengan izin Allah. Mereka lalu mengemukakan
alasannya yang hakiki, yaitu “Allah beserta orang-orang yang sabar”. Maka
dengan semua itu, mereka hendak menunjukkan bahwa mereka dipilih oleh Allah Swt.
untuk melakukan peperangan yang memisahkan antara kebenaran dan kebatilah.
Inilah
golongan kecil yang percaya penuh akan bertemu dengan Allah yang mengembangkan
kesabaran dari keyakinannya terhadap pertemuan ini, yang menyandarkan kekuatan
dari kepercayaannya terhadap Allah, bahwa Allah senantiasa beserta orang-orang
sabar. Inilah golongan kecil yang memiliki kepercayaan utuh, sabar, dan mantap.
Serta yang tidak dapat diguncangkan oleh banyaknya jumlah musuh beserta kekuatannya.
Mereka inilah golongan yang menentukan akhir peperangan, setelah terus menerus
memeperbaharui dan mengaktualkan janjinya kepada Allah, menghadapkan hatinya
kepada-Nya, dan memohon pertolongan kepada-Nya ketika mereka sedang menghadapi kakuatan
besar yang menakutkan,
“Tatkala
Jalut dan tentaranya telah nampak oleh mereka, merekapun (Thalut dan
tentaranya) berdoa, "Ya Tuhan Kami, tuangkanlah kesabaran atas diri Kami,
dan kokohkanlah pendirian Kami dan tolonglah Kami terhadap orang-orang kafir.
Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan (dalam
peperangan itu) Daud membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya (Daud)
pemerintahan dan hikmah (sesudah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya
apa yang dikehendaki-Nya. seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian
umat manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. tetapi Allah
mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam” (QS Al-Baqarah: 250-251).
Demikianlah,
mereka mengucapkan “Ya Tuhan Kami, tuangkanlah kesabaran atas diri Kami.” Ini
adalah sebuah ungkapan yang menggambarkan pemandangan di mana kesabaran
dituangkan oleh Allah kepada mereka, hingga memenuhi hati mereka, serta dicurahkan
ketenangan, ketenteraman, dan ketabahan dalam menghadapi bahaya dan kesulitan.
“Kokohkanlah kaki (pendirian) kami,” karena pendirian ini berada di tangan
Allah yang Mahasuci, supaya Allah mengokohkannya hingga tidak goyah. “Dan
tolonglah kami terhadap orang-orang kafir. Maka jelaslah posisinya, yaitu iman
berhadapan dengan kekafiran, kebenaran berhadapan dengan kebatilah. Dan mereka
berdoa kepada Allah supaya Allah menolong kekasih-kekasih-Nya yang beriman itu
untuk menghadapi musuh-musuhnya yang kafir.
Sementara itu,
dalam Tafsir Al-Mishbah, Quraisy Syihab menjelaskan bahwa sebagian ulama
memahami ujian ini dalam arti ujian menghadapi dunia dan gemerlapnya. Mereka
meminum air sungai itu untuk mendapatkan kepuasan penuh, mereka adalah yang
ingin meraih semua gemerlap dunia. Adapun yang tidak meminumnya, dalam arti
tidak terpengaruh oleh gemerlap dunia dalam berjuang, itulah kelompok Thalut.
Demikian juga mereka yang hanya mencicipi sedikit dari air sungai itu. Dengan
demikian, ayat ini membagi mereka ke dalam tiga kelompok, yakni yang minum
sampai puas, yang tidak minum, dan yang sekedar mencicipinya.
Hal yang
sama dijelaskan di dalam Tafsir Al-Qurthubi bahwa ayat ini merupakan perumpamaan
yang dibuat oleh Allah Swt. untuk dunia. Allah Swt. mengumpamakan dunia dengan
sungai. Ada yang meminum air sungai tersebut dan tidak mau beranjak dari sungai
tersebut bahkan memperbanyak minum air sungai tersebut. Ada yang sama sekali tidak
meminum air sungai bahkan zuhud dengan air sungai tersebut. Dan ada yang
menceduk seceduk dengan tangannya sekedar kebutuhan. Tiga keadaan tersebut
berbeda-beda penilianannya di sisi Allah Swt.
Ayat di
atas, sebagaimana terjemahannya berbunyi, “barangsiapa tidak meminumnya, maka dia termasuk pengikutku, kecuali yang menceduknya seceduk tangannya.” Redaksinya yang demikian itu, yakni pengecualiannya
ditempatkan di akhir, bukan berbunyi sebagaimana gaya bahasa yang umum
digunakan, “Barangsiapa tidak meminumnya, kecuali yang menceduknya seceduk
tangannya, maka dia adalah pengikutku.” Ayat ini tidak berbunyi demikian karena
yang ingin ditekankan adalah tidak minum, dan bahwa inilah yang seharusnya
terjadi.
Setelah
menjelaskan dasar tersebut, barulah pengecualian itu disampaikan. Setelah
mereka melampaui sungai dan melihat kekuatan senjata dan personil musuh di
bawah pimpinan Jalut, sebagaimana mereka berkata, “Tak ada kesanggupan kami
hari ini menghadapi Jalut dan tentaranya.” Tidak dijelaskan oleh ayat ini,
apakah ucapan tersebut disampaikan kepada Thalut, atau ucapan mereka satu sama
lain, ataukah bisikan hati mereka yang diketahui Allah Swt.
Adapun
orang-orang yang yakin bahwa mereka akan menemui Allah dan ganjaran-Nya di hari
Kemudian, dengan penuh semangat dan optimisme, mereka berkata, “Berapa banyak
terjadi, golongan yang sedikit mengalahkan golongan yang banyak dengan izin
Allah.” Ini karena optimisme mereka disertai oleh keyakinan bahwa kemenangan
bukan ditentukan oleh kuantitas tetapi kualitas, dan bahkan kemenangan
bersumber dari Allah Swt. dan atas izin-Nya. Keyakinan itu juga lahir dari
kesadaran mereka tentang perlunya ketabahan dan kesabaran karena Allah beserta
orang-orang sabar. Bukti kebenaran ucapan orang-orang beriman itu ditemukan
antara lain pada sahabat-sahabat Nabi Muhammad Saw. dalam Perang Badar. Ketika
itu, kaum muslimin hanya berjumlah 313 orang dengan persenjataan dan
perlengkapan yang amat kurang, namun demikian Allah Swt. menganugerahkan
kemenangan kepada kaum muslimin (Quraisy Syihab, 2009).
Dunia yang Menipu
Kekalahan pasukan
muslimin dalam Perang Uhud disebabkan karena pasukan pemanah yang ditempatkan
di atas bukit tidak menaati perintah Rasul Saw. agar tidak meninggalkan
posisinya sebelum diperintahkan untuk turun. Mereka tergiur dengan harta benda
yang ditinggalkan pasukan kafir yang lari tunggang-langgang setelah diporak-porandakan
oleh pasukan kaum muslimin. Kemenangan yang sudah di depan mata seketika
berbalik menjadi pukulan telak ke jantung pasukan kaum muslimin. Ketika itu
pasukan kafir yang dipimpin Khalid bin Walid (sebelum masuk Islam), melihat
celah karena sebagian besar pasukan pemanah kaum muslimin menuruni bukit Uhud
untuk mengambil ghanimah. Pasukan kafir akhirnya berbalik menyerang
pasukan kaum muslimin dari arah depan dan belakang. Dalam posisi terjepit,
pasukan kaum muslimin banyak yang syahid. Para shahabat kocar-kacir. Kaum
musyrikin maju mendekati posisi Rasulullah Saw. Mereka berhasil melukai kepala
beliau, memecahkan gigi seri beliau. Bahkan beberapa kali beliau terperosok ke
dalam lubang yang digali oleh Abu ‘Amir Fasiq dan melempari beliau dengan
batu-batuan.
Kekalahan pasukan
kaum muslimin terjadi pada sebaik-baik generasi,dan di antara mereka terdapat
sebaik-baik manusia setelah rasulullah dan Abu bakar.namun akhirnya mereka
kalah juga.hal ini terjadi karena pemanah itu membangkang perintah
qaid,sementara perhatian mereka tertuju pada ghanimah yang tercecer di medan
perang hingga meneteslah air liur mereka,menolak untuk mengemban perintah dari
yang ghaib,dan lari berbondong-bondong menuju dunia.Maka kekalahanlah yang memang
sepantasnya menimpa mereka.
Kita
saksikan kekalahan ini berulang kembali pada permulaan perang Hunain,tatkala
kaum muslimin mulai condong kepada dunia dan kagum terhadap banyaknya tentara
mereka,lupa akan pertolongan Allah dan bantuan-Nya.bahkan mereka melampaui
batas dikarekan jumlah dan perlengkapan.barulah ketika mereka kembali kepada
prinsip zuhud dari segala gemerlapnya dunia dan memenuhi panggilan nabi,Allah
memberikan kemenangan setelah menderita kehancuran.
Kita masih
mendengar ungkapan jendral tentara muslim kepada Panglima parsi,"kami
datang kepadamu dengan tentara yang mencintai kematian sebagaimana kalian
mencintai kehidupan."sadarlah panglima parsi bahwa tipe kaum seperti inilah
yang tidak akan terkalahkan.
Kita
bandingkan dengan peperangan di zaman sekarang melawan yahudi,semuanya berakhir
dengan kekalahan.Kita tidak ragu bahwa penyebab utamanya adalah hubbundunya
dalam pangkat,prestasi dan prestise,koleksi harta,membangun gedung-gedung dan
mencintai syahwat yang haram.
Kita jumpai
di antara kekalahan-kekalahan itu, pengkhianatan demi pengkhianatan.Kita
mendengar ancaman-ancaman kosong menjelang perang tanpa bukti. Kita saksikan
panglima-panglima perang kita hanyut dalam kehinaan pada saat-saat perang. Salah
seorang mereka menjual negerinya kepada musuh demi sedikit harta, sementara
yang lain mundur dari jengkal tanahnya karena khawatir keselamatan
singgasananya. Yang lain lagi sengaja menciptakan kejahatan lain.
Apakah ia
mengira bahwa segalanya akan berakhir sampai disitu?
Kekalahan
demi
kekalahan akan terus menimpa kita sebelum kita mencintai kematian,
sebagaimana
musuh mencintai kehidupan,mengesampingkan dunia dan memelihara surga
dalam
diri.Dari itu tercapailah kemenangan
(http://www.pk-sejahtera.us/index.php/14-ind-columns/tarbiyah/26-cinta-dunia-mengakibatkan-kekalahan).
Beberapa penggalan
ayat dan hadits di bawah ini semoga dapat mengingatkan kita semua untuk zuhud
terhadap dunia dalam bingkai makna yang telah diterapkan oleh Rasulullah Saw.,
para sahabatnya, dan para pengikut beliau yang mendapat bimbingan dari
AllahSwt.
”Bermegah-megahan
telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu,
kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu
itu), dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika
kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan
melihat neraka Jahiim, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan
`ainul yaqin, kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang
kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu)” (QS At-Takaatsur 1-8).
Dari Amru bin Auf al-Anshari Ra. bahwa Rasulullah Saw. mengutus Abu Ubaidah
bin al-Jarrah ke al-Bahrain untuk mengambil jizyahnya. Kemudian Abu Ubaidah
datang dari Bahrain dengan membawa harta dan orang-orang Anshar mendengar
kedatangan Abu Ubaidah. Mereka berkumpul untuk shalat Subuh dengan Nabi Saw. tatkala selesai dan
hendak pergi mereka mendatangi Rasul Saw., dan beliau
tersenyum ketika melihat mereka kemudian bersabda:”Saya yakin kalian mendengar
bahwa Abu Ubaidah datang dari Bahrain dengan membawa sesuatu?” Mereka
menjawab:”Betul wahai Rasulullah”. Rasul Saw. bersabda:”
Berikanlah kabar gembira dan harapan apa yang menyenangkan kalian, demi Allah
bukanlah kefakiran yang paling aku takutkan padamu tetapi aku takut dibukanya
dunia untukmu sebagaimana telah dibuka bagi orang-orang sebelummu dan kalian
akan berlomba-lomba mendapatkannya sebagaimana mereka berlomba-lomba, dan akan
menghancurkanmu sebagaimana telah menghancurkan mereka” (HR
Bukhari dan Muslim).
Dari Abu Hurairah dari Nabi Saw. bersabda: ”Celakalah hamba
dinar (emas), dirham (perak), pakaian dan pakaian sutra. Jika diberi ia suka
dan jika tidak ia tidak suka” (HR Bukhari). Dalam riwayat Bukhari yang
lain:” Jika diberi ia suka dan jika tidak ia murka, celakalah dan semoga celaka
dan jika terkena duri tidak ada yang mengeluarkannya. Berbahagialah bagi
seorang hamba Allah yang mengambil kendali kudanya di jalan Allah kepalanya
acak-acakan dan kakinya berdebu, jika ia disuruh berjaga maka berjaga dan jika
disuruh di depan maka ia di depan. Jika ia minta izin tidak diizinkan dan jika
minta pesan tidak dikabulkan.”
Dari Abu Said
Al-Khudri Ra. dari Nabi Saw. bersabda:”Sesungguhnya dunia itu manis dan
lezat, dan sesungguhnya Allah menitipkannya padamu, kemudian melihat bagaimana
kamu menggunakannya. Maka hati-hatilah terhadap dunia dan
hati-hatilah terhadap wanita, karena fitnah pertama yang menimpa bani Israel
disebabkan wanita” (HR Muslim).
0 comments:
Posting Komentar