(Bagian 2 dari Dua Tulisan)
Setelah menjadi Khalifah, Umar
bin Abdul Aziz melakukan gebrakan yang tidak diduga sebelumnya, terutama oleh
keluarga, famili, dan orang-orang terdekatnya. Banyak orang yang tercengang
melihat kebijakan-kebijakan beliau yang tidak biasa dilakukan oleh orang-orang
yang tengah berkuasa.
Di antara kebijakan-kebijakan
politiknya antara lain:
1. Menolak
fasilitas kekhalifahan untuk dirinya yang dianggapnya berlebihan. Para petugas
kekhalifahan yang hendak mengawalnya dengan kendaraan khusus mendapatkan
sesuatu yang di luar dugaan. Umar menolak kendaraan dinas, dan meminta kepada
salah seorang di antara mereka untuk mendatangkan binatang tunggangannya.
Al-Hakam
bin Umar mengisahkan, ”Saya menyaksikan para pengawal datang dengan kendaraan
khusus kekhalifahan kepada Umar bin Abdul Aziz sesaat dia diangkat menjadi
Khalifah. Waktu itu Umar berkata, ’Bawa kendaraan itu ke pasar dan juallah,
lalu hasil penjualan itu simpan di Baitul Maal. Saya cukup naik kendaran ini
saja (hewan tunggangan).’”
’Atha
al-Khurasani berkata, ”Umar bin Abdul Aziz memerintahkan pelayannya untuk
memanaskan air untuknya. Lalu pelayannya memanaskan air di dapur umum. Kemudian
Umar bin Abdul Aziz menyuruh pelayannya untuk membayar setiap satu batang kayu
bakar dengan satu dirham.”
’Amir
bin Muhajir menceritakan bahwa Umar bin Abdul Aziz akan menayalakan lampu milik
umum jika pekerjaannya berhubungan dengan kepentingan kaum Muslimin. Ketika
urusan kaum Muslimin selesai, maka dia akan memadamkannya dan segera menyalakan
lampu miliknya sendiri.
Al-Hakam
bin Umar meriwayarkan bahwa Umar bin Abdul Aziz memiliki 300 penjaga. Umar
berkata kepada para pengawalnya, ”Sesungguhnya aku memiliki penjaga untuk
kalian dan untukku, juga ada penjaga ajalku. Maka, siapa yang ingin tetap
berada di sini, tetaplah di sini, dan siapa yang ingin pulang, pulanglah kepada
keluarga kalian.”
2. Menerapkan
pola hidup sederhana, khususnya untuk diri dan keluarganya. Yunus bin Abi Syaib
berkata, ”Sebelum menjadi Khalifah tali celananya masuk ke dalam perutnya yang
besar. Namun, ketika dia menjadi Khalifah, dia sangat kurus. Bahkan jika saya
menghitung jumlah tulang rusuknya tanpa menyentuhnya, pasti saya bisa
menghitungnya.”
Hal
senada diungkapkan putranya, Abdul Aziz bin Umar bin Abdul Aziz ketika ditanya
oleh Abu Ja’far al-Manshur perihal jumlah kekayaan ayahnya. Ja’far bertanya,
”Berapa kekayaan ayahmu saat mulai menjabat sebagai Khalifah?” Abdul Aziz
menjawab, ”Empat puluh ribu dinar.” Ja’far bertanya lagi, ”Lalu berapa kekayaan
ayahmu saat meninggal dunia?” Jawab Abdul Aziz, ”Empat ratus dinar. Itu pun
kalau belum berkurang.”
Kesederhanaan
Umar bin Abdul Aziz dalam kehidupan benar-benar diilhami oleh perilaku hidup
sederhana Rasulullah Saw. dan para sahabatnya. Beliau sangat sederhana dalam
berpakaian. Suatu ketika Maslamah bin Abdul Malik menjenguk Umar bin Abdul Aziz
yang sedang sakit. Maslamah melihat pakaian Umar sangat kotor. Maslamah berkata
kepada istri umar, Fathimah binti Abdul Malik, ”Tidakkah engkau cuci bajunya?”
Fathimah menjawab, ”Demi Allah, dia tidak memiliki pakaian lain selain yang ia
pakai.”
Pada
kesempatan lain Umar bin Abdul Aziz shalat Jum’at di masjid bersama orang
banyak dengan baju yang bertambal di sana-sini. Salah seorang jamaah bertanya,
”Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya Allah telah mengaruniakan kepadamu
kenikmatan. Mengapa tak mau kau pergunakan walau sekedar berpakaian bagus?”
Umar
bin Abdul Aziz tertunduk sejenak, lalu dia mengangkat kepalanya dan berkata,
”Sesungguhnya berlaku sederhana yang palin baik adalah pada saat kita kaya dan
sebaik-baik pengampunan adalah saat kita berada pada posisi kuat.”
Umar
bin Abdul Aziz juga sangat sederhana dalam makanan. Seorang pelayan Umar, Abu
Umayyah al-Khashy berkata, ”Saya datang menemui istri Umar dan dia memberiku
makan siang dengan kacang adas. Saya katakan kepadanya, ’Apakah setiap hari
tuan makan dengan kacang adas?’” Fathimah menjawab, ”Wahai anakku, inilah makanan
tuanmu, Amirul Mukminin.”
’Amr
bin Muhajir berkata, ”Uang belanja Umar bin Abdul Aziz setiap harinya hanya dua
dirham.” Sedangkan Yusuf bin Ya’qub al-Khalil berkata, ”Umar bin Abdul Aziz
memakai pakaian dari bulu unta yang pendek. Sedangkan penerangan rumahnya
terdiri dari tiga bambu yang di atasnya ada tanah.”
Umar
bin Abdul Aziz juga senantiasa mengerjakan urusan-urusan kecil yang sebenarnya
tidak pantas dikerjakan oleh seorang Amirul Mukminin. Seperti diungkapkan oleh
Abu Umayyah bahwa Umar bin Abdul Aziz pernah masuk ke satu kamar mandi.
Tiba-tiba kamar mandi itu rusak, maka dia memberperbaikinya sendiri.
3. Menghapuskan
hak-hak istimewa yang diberikan kepada keluarganya. Umar mengumpulkan Bani
Marwan dan berkata, ”Sesungguhnya Rasulullah Saw. memiliki tanah fadak, dan
dari tanah itu dia memberikan nafkah kepada keluarga Bani Hasyim. Dan dari
tanah itu pula Rasulullah Saw. mengawinkan gadis-gadis di kalangan mereka.
Suatu saat, Fathimah memintanya untuk mengambil sebagian dari hasil tanah itu,
tapi Rasulullah Saw. menolaknya.
Demikian
pula yang dilakukan Abu Bakar Ra. dan Umar Ra. Kemudian harta itu diambil oleh
Marwan dan kini menjadi milik Umar bin Abdul Aziz. Maka saya memandang bahwa
suatu perkara yang dilarang Rasulullah Saw. melarangnya untuk Fathimah adalah
bukan menjadi hakku. Saya menyatakan kesaksian di hadapan kalian semua, bahwa
saya telah mengembalikan tanah tersebut sebagaimana pada zaman Rasulullah Saw.”
(Kisah ini diriwayatkan dari Mughirah).
Al-Awza’i
meriwayatkan, ketika Umar bin Abdul Aziz menghapuskan hak-hak istimewa kepada
anggota keluarganya, mereka berusaha membujuk Umar untuk mengembalikan hak
tersebut. Umar berkata, ”Harta yang ada padaku tak cukup untuk kalian.
Sedangkan mengenai harta kaum Muslimin ini, maka hak kalian sama dengan hak
kaum Muslimin yang berada di ujung dunia.”
Wahib
al-Wadud mengisahkan, suatu saat beberapa kerabat Umar bin Abdul Aziz dari Bani
Marwan mendatangi rumah Umar. Saat itu Umar tengah uzur tak bisa menemui
mereka. Lalu mereka berpesan kepada anaknya yang bernama Abdul Malik, ”Tolong
katakan kepada ayahmu bahwa para Khalifah terdahulu selalu memberikan
keistimewaan dan uang kepada kami, karena mereka tahu kedudukan kami. Sementara
ayahmu kini telah menghapuskannya.”
Abdul
Malik lalu menyampaikan hal itu kepada ayahnya. Setelah kembali, Abdul Malik
berkata kepada mereka, ”Sesungguhnya aku takut akan azab hari yang besar (hari
kiamat), jika aku mendurhakai Tuhanku” (Umar mengutip firman Allah QS Al-An’am:
15).
Salah
seorang famili Umar bin Abdul Aziz yang bernama ’Anbasah bin Said al-’Ash
menemuinya untuk menyampaikan keluhannya, ”Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya
para Khalifah sebelum kamu biasa menanggung kebutuhan-kebutuhan kami, tapi kini
kamu menghapuskan kebiasaan itu untuk kami, padahal kami memiliki keluarga.
Apakah kamu izinkan saya bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup kami?” Umar
menjawab, ”Sesungguhnya orang yang paling dicintai di antara kamu adalah orang
yang dapat mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri.”
Lalu
Umar bin Abdul Aziz menasehatinya, ”Perbanyaklah mengingat mati. Karena jika
kamu berada dalam kesempitan hidup, maka kamu akan merasa lapang. Dan jika kamu
berada dalam kelapangan hidup, maka kamu akan merasa sempit.”
4. Mengembalikan
harta kekayaan yang dimilikinya dan keluarganya kepada Baitul Maal. Suatu saat,
Umar bin Abdul Aziz memanggil istrinya, Fathimah binti Abdul Malik yang
memiliki banyak perhiasan berupa intan dan mutiara, ”Wahai istriku, pilihlah
olehmu, kamu kembalikan perhiasan-perhiasan ini ke Baitul Maal atau kamu
izinkan saya meninggalkan kamu untuk selamanya. Aku tidak suka bila aku, kamu,
dan perhiasan ini berada dalam satu rumah.” Fathimah menjawab, ”Saya memilih
kamu daripada perhiasan-perhiasan ini. Bahkan bila lebih dari itu pun aku tetap
memilih kamu.”
5. Mengangkat
orang-orang saleh di jajaran pemerintahannya. Setelah mencopot Khalid sebagai
pengawal kekhalifahan lantaran telah menghukum orang tidak sesuai dengan
kesalahannya, Umar bin Abdul Aziz meminta ’Amr bin Muhajir untuk menjadi salah
seorang pengawalnya. Umar berkata, ”Wahai ’Amr, engkau tahu bahwa antara saya
dan kamu tidak ada hubungan kekerabatan, kecuali kerabat dalam Islam. Namun,
saya mendengar bahwa kamu banyak membaca ayat-ayat Al-Qur`an, dan saya melihat
kamu melakukan shalat di suatu tempat yang kamu kira tidak ada seorang pun yang
dapat melihatmu. Saya melihat kamu melakukan shalat dengan baik. Dan kamu
adalah salah seorang dari golongan Anshar. Ambillah pedang ini dan sejak saat
ini kau kuangkat sebagai pengawalku.”
6. Menolak
suap dalam bentuk apa pun. ’Amr bin Muhajir meriwayatkan, suatu saat Umar bin
Abdul Aziz ingin makan apel, kemudian salah seorang anggota keluarganya memberi
apel yang diinginkan. Lalu Umar berkata, ”Alangkah harum aromanya. Wahai
pelayan, kembalikan apel ini kepada si pemberi dan sampaikan salam saya
kepadanya bahwa hadiah yang dikirim telah sampai.”
’Amr
bin Muhajir mempertanyakan sikap Umar tersebut, ”Wahai Amirul Mukminin, orang
yang memberi hadiah apel itu tak lain adalah sepupumu sendiri dan salah seorang
yang masih memiliki hubungan kerabat yang sangat dekat denganmu. Bukankah
Rasulullah Saw. juga menerima hadiah yang diberikan orang lain kepadanya?”
Umar
bin Abdul Aziz menjawab, ”Celaka kamu, sesungguhnya hadiah yang diberikan
kepada Rasulullah Saw. adalah benar-benar hadiah, sedangkan yang diberikan
kepadaku ini adalah suap.”
7. Menolak
sistem kekhalifahan yang diwariskan secara turun-temurun. Ja’unah mengatakan,
suatu ketika Abdul Malik bin Umar bin Abdul Aziz, putranya, meninggal dunia.
Umar memujinya. Lalu Ja’unah bertanya kepada Umar, ”Apakah jika dia masih
hidup, kamu akan mewasiatkan agar dia menjadi penggantimu?”
Umar
menjawab, ”Tidak.”
”Lalu
mengapa kamu memujinya?” tanya Ja’unah lagi.
”Karena
saya khawatir, bila saya mengangkatnya, dia akan dihormati lantaran ayahnya
dihormati,” jawab Umar.
8. Menghapuskan
budaya materialistik di kalangan pejabat. Putra Umar bin Abdul Aziz yang
bernama Abdul Aziz mengisahkan, beberapa orang bawahan Umar menulis surat
kepadanya. Di antara isi suratnya berbunyi, ”Sesungguhnya kota telah rusak.
Jika Amirul Mukminin memberikan kepada kami sejumlah uang agar kami memperbaiki
kota itu, maka kami akan melakukannya.” Umar membalas surat itu, ”Jika kamu
membaca surat ini, maka jangalah kota itu dengan cara kamu berlaku adil dan
bersihkan jalan-jalannya dari kezaliman. Karena itulah sebenar-benar
perbaikan.”
9. Melakukan
amar ma’ruf nahi munkar secara bijaksana. Suatu ketika Abdul Malik bin Umar bin
Abdul Aziz, salah seorang putra Umar, menemui ayahnya, dan berkata, ”Wahai
Amirul Mukminin, jawaban apa yang engkau persiapkan di hadapan Allah Swt. di
hari Kiamat nanti, seandainya Allah menanyakan kepadamu, ’Mengapa engkau
melihat bid’ah, tapi engkau tidak membasminya, dan engkau melihat Sunnah, tapi
engkau tidak menghidukannya di tengah-tengah masyarakat?’”
Umar
menjawab, ”Semoga Allah Swt. mencurahkan rahmat-Nya kepadamu dan semoga Allah
memberimu ganjaran atas kebaikanmu. Wahai anakku, sesungguhnya kaummu melakukan
perbuatan dalam agama ini sedikit demi sedikit. Jika aku melakukan pembasmian
terhadap apa yang mereka lakukan, maka aku tidak merasa aman bahwa tindakanku
itu akan menimbulkan bencana dan pertumpahan darah, serta mereka akan
menghujatku. Demi Allah, hilangnya dunia bagiku jauh lebih ringan daripada
munculnya pertumpahan darah yang disebabkan oleh tindakanku. Ataukah kamu tidak
rela jika datang suatu masa, dimana ayahmu mampu membasmi bid’ah dan
menghidupkan Sunnah?”
Ibnu
Asakir meriwayatkan dari Ibnu Ja’unah, Umar bin Abdul Aziz berpesan kepada ’Amr
bin Qais sebagai pejabat baru di Ash-Shaifah, ”Terimalah orang yang baik di
antara mereka, dan ampunilah orang-orang jahatnya. Janganlah kamu berada di
bagian paling depan di kalangan mereka, sehingga kamu dibunuh, dan jangan pula
menjadi orang yang berdiri di bagian paling belakang, sehingga kamu akan gagal.
Jadilah di tengah-tengah dimana posisimu dapat dilihat dan suaramu dapat
didengar.”
Ibnu
Asakir juga meriwayatkan dari As-Saib bin Muhammad, Al-Jarrah bin Abdullah
menulis surat kepada Umar bin Abdul Aziz sebagai berikut: Sesungguhnya
orang-orang Khurasan adalah orang-orang yang sulit diatur, kecuali dengan
pedang dan cemeti. Jika Amirul Mukminin mengizinkanku memerintah mereka dengan
pedang dan cemeti, maka saya akan lakukan.
Dalam
surat balasannya, Umar bin Abdul Aziz menulis: Telah sampai surat yang kaum
kirimkan kepadaku yang menyebutkan bahwa penduduk Khurasan tidak bisa diatur
kecuali dengan pedang dan cemeti. Namun, saya yakin bahwa apa yang kamu katakan
itu adalah bohong. Mereka pasti bisa diatur dan diperbaiki dengan keadilan dan
kebenaran. Maka, sebarkanlah itu di antara mereka.
10. Menegakkan
keadilan dan mengabdikan diri untuk menyejahterakan umat. Tekad Umar bin Abdul
Aziz untuk menyejahterakan rakyatnya dan menegakkan keadilan adalah prioritas
utama. Fathimah binti Abdul Malik, istrinya, pernah menemuinya sedang menangis
di tempat shalatnya. Lalu istrinya berusaha membesarkan hatinya. Umar bin Abdul
Aziz berkata, ”Wahai Fathimah, sesungguhnya saya memikul beban umat Muhammad
dari yang hitam hingga yang merah. Dan saya memikirkan persoalan orang-orang
fakir dan kelaparan, orang-orang sakit dan tersia-siakan, orang-orang yang tak
sanggup berpakaian dan orang yang tersisihkan, yang teraniaya dan
terintimidasi, yang terasing dan tertawan dalam perbudakan, yang tua dan yang
jompo, yang memiliki banyak kerabat, tapi hartanya sedikit, dan orang-orang
yang serupa dengan itu di seluruh pelosok negeri. Saya tahu dan sadar bahwa
Rabbku kelak akan menanyakan hal ini di hari Kiamat. Saya khawatir saat itu
saya tidak memiliki alasan yang kuat di hadapan Rabbku. Itulah yang membuatku
menangis.”
Keseriusan
Umar bin Abdul Aziz dalam menegakkan keadilan dapat disimak dalam tafsir yang
ditulis Ibnu Abi Hatim. Dalam kitab itu disebutkan Muhammad bin Ka’ab
al-Qurazhi mengatakan bahwa Umar bin Abdul Aziz memanggilnya dan berkata, ”Katakan
kepadaku tentang keadilan.”
Muhammad
bin Ka’ab al-Qurazhi berkata, ”Engkau telah menanyakan suatu perkara yang
sangat besar. Jadilah engkau kepada anak kecil laksana seorang ayah, dan kepada
orangtua laksana seorang anak kecil. Sedangkan kepada yang sebaya laksana
seorang saudara, demikian pula kepada kaum wanita. Berilah manusia sanksis
sesuai dengan kesalahanya, dan sesuai dengan kondisi fisiknya. Janganlah kamu
memukul seseorang dengan satu cemeti pun karena kemarahanmu, sehingga kamu akan
dianggap sebagai orang yang melampaui batas.”
Malik
bin Dinar berkata, ”Ketika Umar bin Abdul Aziz menjadi Khalifah, para
penggembala domba dan kambing berkata, ”Siapa orang saleh yang kini menjadi
Khalifah umat ini? Keadilannya telah mencegah serigala memakan domba-domba
kami.”
Musa
bin A’yun bercerita, ”Kami pernah menggembalakan domba-domba kami di Karman
pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz. Saat itulah antara serigala dan
domba berada di satu tempat. Namun, pada suatu malam kami mendapatkan seekor
serigala telah memangsa seekor domba. Maka saya katakan, ’Pasti lelaki saleh
itu kini telah meninggal. Lalu mereka mengaitkan kejadian itu dengan hari
wafatnya Umar bin Abdul Aziz yang ternyata dia memang meninggal di malam saat serigala
mulai memakan domba.”
Kisah
ini dapat dimaknai bahwa pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz umat dan
masyarakat hidup dalam keadaan sejahtera dan berkecukupan. Keadilan ditegakkan.
Sehingga tidak ada orang yang merasa dizalimi atau dicurangi yang mengakibatkan
munculnya pertikaian dan tindak kriminalitas.
Selama
pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, umat dan masyarakat berada dalam kemakmuran.
Tidak ada orang miskin dan terabaikan. Tak ada orang yang kelaparan. Semuanya
hidup serba kecukupan. Hal ini diungkapkan oleh Umar bin Usaid, ”Demi Allah,
Umar bin Abdul Aziz tidak meninggal dunia hingga seorang laki-laki datang
kepada kami dengan sejumlah harta dalam jumlah besar dan berkata, ’Salurkan
harta ini sesuai kehendakmu.’ Ternyata tak ada seorang pun yang berhak
menerimanya. Sungguh Umar bin Abdul Aziz telah membuat manusia hidup
berkecukupan.”
11. Melestarikan
lingkungan hidup. Jisr al-Qashshab berkata, ”Saya melihat serigala dan kambing
hidup damai di masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz. Lalu saya katakan,
’Subhanallah! Ternyata serigala sama sekali tidak berbahaya berada di
tengah-tengah kambing?’”
Secara
tekstual, pernyataan Jisr al-Qashshab ini memberikan pemahaman kepada kita
bahwa Umar bin Abdul Aziz benar-benar memperhatikan aspek lingkungan hidup,
dimana semua makhluk hidup, termasuk hewan dan tumbuhan mendapatkan keadilan.
Karena hutan dilestarikan, maka binatang-binatang liar seperti serigala tak
perlu turun ke desa untuk mencari mangsa. Hewan-hewan tersebut telah
mendapatkan segala apa yang dibutuhkan.
12. Menolak
nepotisme. Al-Azwa’i menceritakan suatu ketika Umar bin Abdul Aziz duduk di
rumahnya bersama para pembesar Bani Umayyah. Umar berkata, ”Sukakah jika kalian
aku jadikan salah seorang pemimpin pasukan?” Mereka menjawab, ”Mengapa kau
tawarkan kepada kami sesuatu yang kamu sendiri tidak mengerjakannya?” Umar
berkata, ”Tidakkah kalian melihat hamparan tempat saya kini berada?
Sesungguhnya saya menyadari sepenuhnya bahwa ia akan hancur dan sirna. Dan saya
tidak suka bila tempat ini dikotori oleh kaki-kaki kalian. Lalu bagaimana mungkin
akan saya jadikan kalian sebagai pemimpin dan pengawas orang-orang. Tidak
mungkin. Dan jangan harap itu terjadi.”
Para
pembesar itu berkata, ”Mengapa tidak? Bukankah kita memiliki hubungan kerabat?
Bukankah kita juga berhak?”
Umar
berkata, ”Antara kamu sekalian dan orang yang berada jauh di ujung dunia dalam
pandanganku adalah sama. Tidak ada bedanya.”
13. Menghukum
orang sesuai dengan kesalahannya. Yahya al-Ghassani menceritakan, ketika masih
menjabat sebagai gubernur, Umar bin Abdul Aziz pernah melarang Khalifah
Sulaiman bin Abdul Malik untuk membunuh orang-orang Haruri (kaum Khawarij yang
bermarkas di Desa Haruri). Umar memberi saran kepada Khalifah, ”Penjarakan saja
orang-orang itu hingga mereka bertaubat.”
Lalu
Sulaiman bin Abdul Malik mendatangkan salah seorang Haruri dan menyuruh orang
itu bicara. Haruri itu berkata, ”Apa yang harus saya katakan wahai orang fasik
anaknya orang fasik.” Ucapan orang Haruri itu diulanginya lagi di hadapan Umar
bin Abdul Aziz.
Sulaiman
bin Abdul Malik berkata kepada Umar, ”Bagaimana pendapatmu tentang orang ini?”
Umar
bin Abdul Aziz diam. Sulaiman berkata lagi, ”Saya ingin kamu menyampaikan
pendapatmu tentang orang ini sekarang juga.”
Umar
berkata, ”Cacilah dia sebagaimana dia mencacimu.”
Sulaiman
berkata, ”Persoalannya tidak semudah itu.” Kemudian Sulaiman menyuruh
pengawalnya untuk memenggal kepala Haruri.
Umar
bin Abdul Aziz keluar dari ruangan itu dan bertemu dengan Khalid, pengawal
Khalifah. Khalid berkata, ”Wahai Umar, bagaimana mungkin kamu menyuruh Khalifah
untuk mencaci Haruri sebagaimana dia mencaci Khalifah? Demi Allah, tadinya saya
mengira Khalifah akan menyuruhku untuk memenggal kepalamu.”
Umar
bertanya kepada Khalid, ”Apa yang akan kamu lakukan seandainya Khalifah
benar-benar menyuruhmu memenggal kepalaku?”
Pengawal
itu berkata, ”Demi Allah, saya pasti akan lakukan itu.”
Ketika
Umar bin Abdul Aziz menjadi Khalifah, Khalid datang menemuinya untuk bertugas
sebagai pengawal Umar. Umar bin Abdul Aziz berkata kepada Khalid, ”Letakkan
pedang itu!” Lalu dilanjutkan dengan berdoa, ”Ya Allah, saya telah mencopot
pedang itu dari Khalid dan saya memohon kepada-Mu janganlah Engkau angkat
pedang itu untuk selamanya.”
Yahya
al-Ghassani menceritakan, saat Umar bin Abdul Aziz mengangkatku sebagai pejabat
di Mosul, aku mendapatkan wilayah itu dipenuhi tindak kriminal yang sangat
tinggi. Lalu aku menulis surat untuk meminta nasehat kepada Umar apakah harus
menghukum mereka dengan prasangka dan tuduhan tanpa bukti konkrit, atau dengan
bukti-bukti dan keterangan yang jelas sebagaimana diajarkan di dalam Sunnah
Rasulullah Saw.?”
Umar
bin Abdul Aziz lalu mengirim surat balasan yang isinya perintah agar aku
melakukan proses hukum berdasarkan fakta sesuai dengan Sunah Rasulullah Saw.
”Jika kebenaran dan keadilan tidak juga mampu menghadirkan perbaikan kepada
mereka, maka jangan harap mereka akan menjadi baik,” jelas Umar.
Yahya
menambahkan, ”Tatkala aku melakukan apa yang diperintahkan Umar, Mosul menjadi
satu wilayah yang paling sedikit memiliki kasus tindak kriminal.” Wallahu
a’lam bishshawab.
0 comments:
Posting Komentar