“Tuntutlah
ilmu meski harus ke negeri Cina.” Kebanyakan
ulama menilai hadits ini lemah (dha’if) atau palsu (maudhu’).
Namun demikian, seandainya hadits ini shahih,
maka hadits ini bukan untuk menonjolkan keutamaan negeri Cina dan juga tidak untuk
menunjukkan kemuliaan masyarakat Cina. Karena maksud dari “Tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri Cina” adalah hanya
sekedar untuk memotivasi agar umat Islam giat dalam menuntut ilmu, meskipun
harus ke negeri Cina yang letaknya sangat jauh. Di samping itu, “Tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri Cina” ingin menegaskan bahwa menuntut ilmu merupakan hal yang
sangat penting, sehingga kendala jarak – dan itu berimplikasi pada kendala dana
-- tidak boleh dijadikan alasan untuk tidak menuntut ilmu.
Dalam konteks kekinian, pertanyaan yang muncul adalah,
haruskah kita ke negeri Cina atau negeri-negeri lainnya untuk menuntut ilmu? Seandainya pemerintah -- sejak Indonesia merdeka hingga
sekarang -- memberikan perhatian yang besar bagi terciptanya sistem pendidikan
yang berkualitas, mungkin rakyat Indonesia cukup menimba ilmu di negeri
sendiri. Menuntut ilmu di luar negeri hanyalah untuk memenuhi tuntutan spesialisasi
atau keahlian di bidang tertentu yang tidak dapat dipenuhi oleh pendidikan di
dalam negeri.
Tapi mengapa orang Indonesia, terutama mereka yang punya
cukup dana, lebih suka menyekolahkan anaknya ke luar negeri? Jawabnya,
karena peningkatan kualitas pendidikan di dalam
negeri lebih rendah jika dibandingkan dengan peningkatan kualitas pendidikan di luar
negeri, apalagi di negara-negara maju. Indonesia belum mampu melakukan
transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi seperti yang dilakukan oleh Jepang,
Korea, dan Thailand. Salah satu penyebabnya adalah belum adanya sistem pendidikan nasional yang
terintegrasi.
Sebagai contoh kecil misalnya betapa lemahnya konsep pendidikan dan pengajaran
bahasa Inggris yang diterapkan di sekolah-sekolah. Pelajaran Bahasa Inggris
sudah diajarkan sejak kelas 7 SMP hingga kelas 12 SMA. Setelah mendapatkan
pelajaran selama enam tahun, setiap pelajar yang lulus SMA mestinya dapat menguasai bahasa Inggris secara lisan dan tulisan.
Namun, pada kenyataannya, hampir tidak ditemukan lulusan SMA yang mahir
berbahasa Inggris lisan dan tulisan, kecuali mereka yang secara khusus belajar
bahasa Inggris di lembaga-lembaga yang menyelenggarakan kursus bahasa
internasional tersebut.
Kita
berarap, pemerintah,
baik pusat maupun daerah dapat berkonsentrasi pada perbaikan dan peningkatan
kualitas pendidikan nasional sejak saat ini. Anak-anak Indonesia di masa depan
akan menghadapi zaman yang berbeda dengan zaman kita sekarang ini. Sangat
mungkin mereka akan menghadapi zaman yang lebih canggih dengan tantangan yang
makin kompleks daripada zaman sekarang. Mereka memerlukan keahlian dan
keterampilan yang lebih hebat untuk mengelola negara dan bangsa ini.
Oleh karena itu, camkanlah pesan Rasulullah
Saw. “Ajarkanlah kebaikan kepada anak-anakmu dan keluargamu dan didiklah
mereka” (HR Abdur Razzaq dan Said bin Manshur). Secara tekstual, hadits ini
memerintahkan para orangtua agar menanamkan kebaikan kepada anak-anak dan
keluarganya. Tapi, secara kontekstual, pemerintah sebagai penanggung jawab
negara punya kewajiban untuk menanamkan kebaikan kepada rakyatnya. Dengan cara
ini, kita berharap rakyat Indonesia memiliki akhlak yang mulia yang dapat
menjadi teladan bagi bangsa-bangsa lain di dunia. Wallahu a’lam bishshawab.
0 comments:
Posting Komentar