Pohon Taqwa

5 Mar 2012



             Hati (qalb) manusia itu ibarat lahan tempat bertanam, dan jiwa (nafs) adalah petaninya. Setiap petani bebas menanam apa saja yang disukai dan menguntungkan di lahan miliknya. Dia bebas menentukan pupuk apa yang akan digunakan agar tanaman tumbuh subur. Bersamaan dengan itu, dia juga bebas menggunaan pestisida apa saja untuk menjaga tanamannya dari gangguan hama dan penyakit.

Demikianlah tamsil manusia dengan amalnya. Sejak lahir, di dalam setiap jiwa manusia, Allah Swt. menyimpan dua benih, yaitu benih fujur (kefasikan) dan benih taqwa (kebaikan). Hal ini ditegaskan Allah Swt. dalam QS Asy-Syams: 8-10, “maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan merugilah orang yang mengotorinya.”

Petani cerdas tentu saja akan menanam benih taqwa di lahan kalbunya dan membiarkan benih fujur tumbuh kerdil dan merana. Dia akan memupuk benih taqwa itu dengan Al-Qur`an dan Sunnah sebagai hara utama. Lalu menyiraminya dengan air hikmah, berupa ucapan dan perilaku para salafush shalih. Bersamaan dengan itu, dia juga berusaha menjauhi segala bentuk maksiat agar tanaman terhindar dari hama dan penyakit. “Dan tanah yang subur, tanamannya tumbuh baik dengan izin Allah, sebaliknya tanah yang gesang tanamannya tumbuh kerdil...” (QS Al-A’raf: 58).

  Tanaman seperti inilah yang diumpamakan oleh Allah Swt. dalam QS Ibrahim: 24-25, “Tidakkah engkau perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya menjulang ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan izin Rabbnya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.”

Betapa indah pohon taqwa Rasulullah Saw. Banyak orang melemparinya dengan batu, cacian, dan berbagai fitnah, tapi beliau selalu membalasnya dengan buah senyum dan kasih sayang. Begitu pula dengan pohon taqwa Abu Bakar, Umar, Ustman, Ali, dan para sahabat lainnya yang selalu berbuah akhlaqul karimah. Mereka, generasi pertama Islam yang selalu menjadikan Al-Qur`an dan Sunnah sebagai referensi utama, hingga ‘Aisyah Ra. menyebut akhlak Rasulullah Saw. sebagai khuluquhul Qur`an (akhlak Rasulullah adalah Al-Qur`an). Bahkan Rasul Saw. pernah marah melihat Umar Ra. membawa lembaran-lembaran Taurat. “Demi Allah, andai saja Musa As. hidup di belakang kalian, pastilah tak ada yang dilakukannya kecuali ia akan mengikuti ajaranku,” tegur beliau.

Bagimana dengan generasi Islam saat ini, apa yang menjadi referensi utama mereka dalam berucap dan bertindak? Pertanyaan inilah yang harus dijawab oleh para orang tua dan pemimpin Islam saat ini. Wallahu  a’lam. (Oleh: Syamsu Hilal, dimuat di Harian Republika 16 Juli 2010).

0 comments:

Posting Komentar

 
Syamsu Hilal © 2011 | Dikunceni Kang Zack, Kunjungi Juga Suswono, Kementan dan Atang Trisnanto