• Turun Ke Lapangan

    Bersama Menteri Pertanian Suswono, mengunjungi petani bawang di Cirebon.

  • Turun Ke Lapangan

    Bersama Menteri Pertanian Suswono, mengunjungi petani bawang di Cirebon.

  • Banjir Banten

    Berdiskusi dengan Menteri Pertanian Suswono dan Asda II Husni Hasan di areal persawahan di Desa Undar Andir Kecamatan Kragilan Kabupaten Serang , 22 Januari 2013.

  • Menjadi Narasumber Workshop

    Narasumber dalam Workshop Evaluasi Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP), di IPB International Convention Center tanggal 8 Agustus 2012 .

  • Bersama Petani Menes

    Dengan Kelompok Tani Penerima UPPO di Menes, Kabupaten Pandeglang Oktober 2011.

  • Kunjungan Daerah

    Silaturrahim Bersama Anggota DPRD Provinsi NTB, September 2011.

  • Bersama Peternak Sapi

    Mengunjungi Peternakan Sapi Potong dan Sapi Perah di Lembang, Jawa Barat.

  • Bersama Peternak Kerbau Pandeglang

    Syamsu Hilal bersama Anggota DPRD, pejabat Dinas Peternakan Kabupaten Pandeglang, penyuluh lapangan serta peternak Desa Telagasari Kecamatan Saketi penerima program UPPO Kementerian Pertanian.

  • Pembahas Evaluasi Kinerja

    Menjadi pembahas dalam acara Evaluasi Kinerja Penyuluhan Pertanian di Hotel Horison Bekasi, 27 September 2012.

  • Berkunjung ke Baduy

    Leuit Baduy memiliki kesamaan dengan LDPM Badan Ketahanan Pangan Kementan.

  • Sidang Tahunan APEC

    Salah satu delegasi untuk memperkenalkan produk pertanian Indonesia.

  • Bertandang ke Jepang

    Ditengah areal persawahan salah satu sentra padi di Jepang.

  • Bersama Peternak Sudan

    Memenuhi undangan dari Pemerintah Sudan terkait kerja sama dan alih teknologi pertanian.

Ketika Celaan Menjadi Pekerjaan

3 Sep 2014 0 comments


Kalau kita bertanya kepada para pengelola program televisi tentang acara yang paling digermari pemirsa, kemungkinan besar jawabannya adalah acara hiburan yang dikemas dalam bentuk lawakan atau banyolan, seperti OVJ, YKS, ILK, Pesbuker. Inti dari acara-acara semacam itu adalah lawakan yang seringkali isinya saling ejek dan saling hina. Di antara para personil acara tersebut sudah mafhum dan memaklumi bahwa ejekan atau hinaan yang mereka lontarkan hanya sekedar canda-tawa dan senda-gurau sematan untuk menghibur pemirsa. Karenanya mereka tidak boleh marah apabila dipanggil dengan nama hewan, wajahnya disamakan dengan setan, atau perilakunya diidentikkan dengan salah satu warga kebun binatang.
Dengan cara demikian para artis, selebritis, dan pelawak menghibur pemirsa televisi. Dan pada kenyataannya sebagian besar penonton televisi benar-benar terhibur dengan tayangan seperti itu. Tanpa sadar, kita mungkin telah menjadi salah seorang penggemarnya.
Fenomena di atas, sesungguhnya telah diprediksi oleh Ibnu Mas’ud ra., sahabat sekaligus pemegang rahasia Nabi Saw. Beliau berkata, “Akan datang pada akhir zaman suatu kaum yang pekerjaan utamanya adalah saling mencela, sementara mereka menyebutnya sebagai pekerjaan.” Ibnu Mas’ud ra. menyebut fenomena merebaknya acara lawakan di televisi yang mengandalkan saling caci, saling maki, dan saling hina sebagai salah satu tanda-tanda akhir zaman.
Bagaimana Islam memandang hal tersebut? Allah Swt. melarang manusia mencela, merendahkan, atau mengolok-olok sesama manusia, meskipun hal itu dilakukan hanya sekedar senda-gurau atau sandiwara belaka. Allah Swt. berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim” (QS Al-Hujurat: 11).
Masih banyak cara untuk membuat orang lain tertawa. Bukan dengan cara saling cela atau saling hina. Apalagi yang menjadi obyek celaan atau hinaan adalah bagian tubuh manusia yang dianggap kurang sempurna. Kita khawatir, tawa dan canda kita, kelak akan menjadi beban yang dapat menjerumuskan ke dalam Neraka. Na’udzubillahi min dzaalik. Wallahu a’lam bish shawab.

Menutup Aurat, Tanda Iman

14 Apr 2014 0 comments



Dalam keseharian, kita mungkin pernah atau bahkan sering mendengar ungkapan yang seolah-olah benar, tetapi sesungguhnya kurang tepat, atau bahkan salah. Misalnya ungkapan seorang wanita menanggapi kewajiban berhijab atau menutup aurat.
Buat apa berjilbab kalau hati kita belum siap, belum bersih, masih suka ngerumpi, berbuat maksiat, dan dosa-dosa lainnya. Percuma dong pake jilbab. Yang penting kan hatinya.” Apalagi ungkapan tersebut terkadang diperkuat dengan dalil, “Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk (rupa) kalian, tapi Allah melihat pada hati kalian.”
Jawaban seperti itu tampaknya benar karena seolah-olah menempatkan hati manusia lebih penting dari tampilan lahiriyah. Apalagi Imam Al-Ghazali pernah berkata bahwa timbangan amalan hati lebih berat daripada segunung amalan anggota tubuh. Namun, bukanlah ungkapan di atas yang dimaksud oleh Imam Al-Ghazali.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah Saw. bersabda, “Ketahuilah bahwa sesungguhnya di dalam jasad manusia ada segumpal daging. Jika segumpal daging itu baik, maka baiklah seluruh jasad. Jika segumpal daging itu rusak, maka rusaklah seluruh jasad. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati” (HR Bukhari dan Muslim).
Imam Ahmad meriwayatkan dari Anas ra., bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Al-Islaamu ‘alaniyatun, wal iimaanu fil qalbi.” Islam itu apa yang tampak kelihatan, sedangkan iman ada di dalam hati. Kemudian Rasulullah Saw. memberikan isyarat dengan tangan ke dada sebanyak tiga kali sambil berkata, “Takwa itu ada di sini. Takwa itu ada di sini.”
Taqwa tempatnya memang di hati, karena tampilan fisik seseorang dapat dibuat-buat seolah-olah orang itu bertaqwa. Namun, mengapa Allah Swt. menyuruh orang yang ingin masuk Islam mengucapkan dua kalimat syahadat disaksikan orang lain? Mengapa Allah Swt. memerintahkan kita shalat lima waktu secara berjamaah di masjid, mengerjakan puasa Ramadhan, membayar zakat, dan menunaikan haji. Semuanya itu adalah amalan lahiriyah yang dapat disaksikan oleh mata. Rukun Islam adalah amalan lahiriyah yang dapat dilihat oleh mata. Sedangkan rukun iman adalah amalan hati.
Iman dan Islam tidak dapat dipisahkan, karena memiliki keterkaitan satu sama lain. Meski iman tidak dapat dilihat, akan tetapi tanda-tanda keimanan seseorang dapat dilihat. Salah satu tanda keimanan adalah menghormati tamu dan tetangganya, sebagaimana hadits Nabi Saw., “Siapa yang beriman kepada Allah dan hati Kiamat, hendaknya ia menghormati tamunya.” Dalam hadits lain, “…hendaknya ia menghormati tetangganya.” Tanda keimanan yang lain adalah berkata benar atau diam, sebagaimana sabda Rasulullah Saw., “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari Kiamat, hendaknya ia berkata benar atau (kalau tidak mampu berkata benar, lebih baik) diam.”
Rukun Islam yang lima sesungguhnya berisi tanda-tanda keimanan, karena setiap orang yang menyatakan keimanan kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya dengan mengucapkan dua kalimat syahadat, maka ia wajib melaksanakan shalat, zakat, puasa, dan haji. Iman seseorang dinyatakan sah apabila memenuhi tiga unsur, yaitu “tasdiqun bil qalbi, iqrarun bil lisan, ‘amalun bil arkan” (diyakini dengan hati, diucapkan dengan lisan, diamalkan dengan anggota tubuh).
Menutup aurat adalah salah satu perintah Allah Swt. yang tercantum di dalam Al-Qur`an. Jadi, bila ada orang mengatakan bahwa mengenakan jilbab penutup aurat itu tidak wajib karena yang penting menutup hati, jelas itu salah, bahkan menyesatkan. Itu sama saja dengan mengatakan bahwa shalat tidak wajib yang penting eling. Puasa tidak wajib yang penting menahan nafsu. Zakat tidak wajib, yang penting peduli kepada sesama, dan seterusnya.
Dari Abu Hurairah r.a., Nabi Saw. bersabda, Iman mempunyai lebih dari enam puluh cabang. Dan malu adalah salah satu cabang dari iman” (HR Bukhari). Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani, banyak ulama yang mencoba merumuskan cabang-cabang iman, tetapi yang paling mendekati kebenaran adalah rumusan Ibnu Hibban yang merinci cabang iman menjadi 69 cabang; 24 cabang amalan hati, 7 cabang amalan lisan, dan 38 cabang amalan anggota badan.
Bila kita merujuk kepada pendapat Ibnu Hibban, dapat disimpulkan bahwa tanda-tanda keimanan yang dapat disaksikan oleh mata sebanyak 65%, sedangkan tanda-tanda keimanan yang tersembunyi hanya 35%. Bila demikian, setujukah kita dengan pendapat bahwa memakai jilbab penutup aurat itu tidak wajib? Wallahu ‘alam bish shawab.

Kematian Mendadak

17 Mar 2014 0 comments



Kasus meninggal atau mati mendadak seperti yang menimpa pelawak Jojon dan beberapa tokoh publik lainnya semakin sering kita dengar akhir-akhir ini. Mungkin di antara kita, dalam waktu sangat singkat telah kehilangan keluarga atau kerabat dekat secara tiba-tiba, yang tak pernah diduga sebelumnya.
Beberapa tahun lalu kita dikejutkan dengan meninggalnya anggota DPR RI Adjie Massaid dan pelawak Basuki. Dan di akhir zaman, jumlah orang yang meninggal mendadak akan semakin banyak. Karena kematian yang datang tiba-tiba atau mendadak merupakan salah satu dari tanda semakin dekatnya hari Kiamat. Nabi Saw. bersabda, "Sesungguhnya di antara tanda-tanda dekatnya hari Kiamat adalah akan banyak kematian mendadak." (HR. Thabrani).
Fenomena ini sudah sering kita saksikan pada masa sekarang ini. Orang yang sebelumnya sehat bugar, tiba-tiba mati mendadak. Berdasarkan hasil penelitian, setiap tahunnya banyak orang meninggal karena stroke dan serangan jantung, bahkan disebutkan kalau penyakit jantung menempati urutan pertama yang banyak menyebabkan kematian mendadak pada saat ini.
Meski banyak pintu kematian, tetapi hakikat kematian itu satu, yaitu datangnya ajal. “Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu (ajal). Maka apabila telah datang waktu (ajal) mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya (QS Al-A’raf: 34).
Secara umum, kematian memiliki sebab. Namun, kematian yang didahului oleh sebab tak terduga itulah yang dimaksud dengan kematian mendadak. Para ulama mendefinisikan kematian mendadak sebagai kematian tak terduga yang terjadi dalam waktu singkat dan salah satu kasusnya adalah seperti yang dialami orang yang terkena serangan jantung. Kematian seseorang akibat kecelakaan lalu lintas dan bencana alam (seperti banjir bandang, tanah longsor, gunung meletus, gempa bumi, tsunami, dan lain-lain) adalah termasuk kematian mendadak.
Bagaimana kedudukan mati mendadak bagi Mukmim? Terdapat keterangan yang menguatkan bahwa kematian mendadak bagi seorang Mukmin bukanlah pertanda buruk. Abdullah bin Mas’ud ra. berkata, “Kematian mendadak merupakan keringanan bagi seorang Mukmin dan kemurkaan atas orang-orang kafir. Kematian mendadak merupakan istirahat (ketenangan) bagi seorang Mukmin dan kemurkaan atas orang kafir” (HR al-Thabrani).
Dari Aisyah ra. berkata, “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. mengenai kematian yang datang tiba-tiba. Lalu beliau menjawab, ‘Itu merupakan kenikmatan bagi seorang Mukmin dan bencana bagi orang-orang jahat” (HR Ahmad dan al-Baihaqi).
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud dan Aisyah ra., keduanya berkata, “Kematian yang datang mendadak merupakan bentuk kasih sayang bagi orang Mukmin dan kemurkaan bagi orang zalim” (HR Ibnu Abi Syaibah dan al-Baihaqi).
Alangkah indahnya hadits yang dijadikan sebagai penguat oleh Imam al-Baihaqi dari hadits Abu Qatadah, Rasulullah Saw. pernah dilalui iring-iringan jenazah. Beliau lalu bersabda, “Yang istirahat dan yang diistirahatkan darinya.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apa maksud yang istirahat dan yang diistirahatkan darinya?” Beliau menjawab, “Seorang hamba yang mukmin beristirahat dari keletihan dunia dan kesusahannya, kembali kepada rahmat Allah. Sedangkan hamba yang jahat, para hamba, negeri, pohon dan binatang beristirahat (merasa aman dan tenang) darinya” (HR Muslim dan Ahmad).
Kita menyadari bahwa kematian adalah sesuatu yang pasti datangnya. Kapan waktunya, dimana, dan sedang apa kita ketika kematian itu datang, sangat menentukan apakah kita mendapatkan husnul khatimah atau su’ul khatimah. Agar mendapat husnul khatimah, kita harus memastikan bahwa setiap pekerjaan atau aktivitas yang kita lakukan harus dalam rangka menjalankan ibadah dan ketaatan kepada Allah Swt. Wallahu a’lam bish shawab.

Bersih Akidah di Tahun Baru

7 Jan 2014 0 comments


Memasuki tahun baru 2014 Masehi, salah satu tadisi Jahiliyah yang harus dihilangkan adalah kepercayaan kepada dukun ramal atau paranormal. Masih banyak umat Islam yang memilih menggantungkan masa depannya kepada paranormal. Ada juga yang lebih yakin kepada paranormal ketimbang kepada dokter untuk mengobati penyakit fisiknya. Mereka beranggapan bahwa penyakit fisik yang dideritanya ada kaitan dengan sesuatu yang berbau mistik dan tahayul. Berkaitan dengan hal ini, Islam memiliki pandangan yang sangat jelas.
Ketika Nabi Muhammad Saw. diutus, di kalangan masyarakat Arab Jahiliyah ada sekolompok pendusta yang dikenal denga sebutan kahin atau ‘arraf (dukun, tukang ramal, paranormal, dan sebagainya) yang mengklaim dirinya mengetahui perkara gaib baik yang telah berlalu maupun yang akan datang, dengan jalan berhubungan dengan jin atau lainnya. Lalu beliau Saw. membacakan wahyu Allah Swt. yang diturunkan kepadanya, “Katakanlah tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah” (QS An-Naml: 65).
Beberapa orang pernah datang kepada Nabi Saw. Mereka mengira bahwa beliau mengetahui perkara gaib, kemudian mereka menyembunyikan sesuatu di tangan mereka, lalu bekata kepada beliau, “Cobalah tunjukkan kepada kami, apa yang kami sembunyikan ini?” Rasulullah Saw. berkata kepada mereka, “Aku sama sekali bukan tukang tenung (dukun ramal, paranormal), karena sesungguhnya tukang tenung, pekerjaan menenung, dan semua tukang tenung akan berada di neraka” (HR Abu Daud).
Islam tidak hanya mengecam peramal atau paranormal, tapi juga orang-orang yang datang kepada mereka untuk menanyakan sesuatu dengan mempercayai khayalan dan kesesatan mereka. Rasulullah Saw. bersabda, “Barangsiapa datang kepada tukang ramal (dukun, paranormal), lalu menanyakan sesuatu kepadanya dan mempercayai perkataannya (ramalannya), maka tidak diterima shalatnya selama 40 hari” (HR Muslim).
Islam juga mengharamkan mengundi nasib dengan azlam. Azlam atau qadah adalah semacam anak panah di kalangan bangsa Arab Jahiliyah yang pada masing-masing anak panah itu terdapat tulisan, misalkan anak panah pertama bertuliskan “Aku diperintah Tuhan”. Anak panah kedua “Aku dilarang Tuhan”. Dan anak panah ketiga tidak terdapat tulisan.
Apabila hendak bepergian, menikah, dan sebagainya, mereka datang ke rumah berhala yang di dalamnya terdapat azlam-azlam tersebut lalu mereka mengundinya untuk memastikan apakah mereka harus bepergian atau tidak, menikah atau tidak, dan sebagainya. Mereka lalu mengambil salah satu dari anak panah itu. Jika yang terambil anak panah yang bertuliskan perintah, maka mereka melaksanakan apa yang mereka rencanakan. Apabila yang terambil anak panah yang bertuliskan larangan, maka mereka pun mengurungkan niatnya. Jika yang terambil anak panah yang tidak ada tulisannya, maka mereka mengundinya sekali lagi sehingga mendapatkan keputusan apakah meneruskan atau membatalkan niatnya itu.
Berkaitan dengan hal ini, Allah Swt. berfirman, “…Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah) itu adalah kefasikan…” (QS Al-Maidah: 3). Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak akan mendapatkan derajat yang tinggi orang yang menenung (meramal), mengundi nasib dengan azlam, atau membatalkan bepergiannya lantaran tathayyur (menganggap sial sesuatu)” (HR Nasa`i).
Berdasarkan dalil di atas, mengundi nasib dengan alat apa pun (bukan hanya dengan anak panah) diharamkan dalam Islam. Islam memerintahkan setiap Muslim berusaha secara maksimal untuk dunia dan akhiratnya, karena Allah Swt. telah memberikan semua yang dibutuhkan untuk menggapai Surga dan keridhaan-Nya. Wallahu a’lam bish shawab.

 
Syamsu Hilal © 2011 | Dikunceni Kang Zack, Kunjungi Juga Suswono, Kementan dan Atang Trisnanto