Tiga Kelompok Manusia

7 Nov 2013

“Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan[1] dengan izin Allah. yang demikian itu adalah karunia yang Amat besar” (QS Fathir: 32).

Makna zhalimun linafsihi merupakan sebutan bagi Muslim yang berbuat taqshir (kurang beramal) dalam sebagian kewajiban, ditambah dengan tindakan beberapa pelanggaran terhadap hal-hal yang diharamkan, termasuk dosa-dosa besar. Atau dengan kata lain, orang yang taat kepada Allah Swt., akan tetapi ia juga berbuat maksiat kepada-Nya. Karakter golongan ini tertuang dalam firman Allâh Ta'ala berikut,
“Dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka, mereka mencampur-baurkan perkerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yang buruk. Mudah-mudahan Allah menerima taubat mereka.  Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS At-Taubah: 102).
Orang-orang yang termasuk dalam muqtashid ialah mereka yang taat kepada Allah Swt. tanpa melakukan kemaksiatan, namun tidak menjalankan ibadah-ibadah sunnah untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Juga diperuntukkan bagi orang yang telah mengerjakan perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan saja. Tidak lebih dari itu. Atau dalam pengertian lain, orang-orang yang telah mengerjakan kewajiban-kewajiban, meninggalkan perbuatan haram, namun diselingi dengan meninggalkan sejumlah amalan sunnah dan melakukan perkara yang makruh.
Kelompok sabiqun bil khairat memiliki ciri menjalankan kewajiban-kewajiban dari Allah Swt. dan menjauhi muharramat (larangan-larangan). Selain itu, keistimewaan yang tidak lepas dari mereka adalah kemauan untuk menjalankan amalan-amalan ketaatan yang sifatnya sunnah untuk mendekatkan diri mereka kepada Allah Swt. Atau mereka adalah orang-orang yang mengerjakan amalan-amalan wajib dan amalan-amalan sunnah, serta pada saat yang sama menjauhi dosa-dosa besar dan kecil.
Terhadap golongan pertama (zalimun linafsihi), Syekh Nawawi memberikan definisi bahwa golongan ini ialah hamba-hambaNya yang dosanya lebih banyak ketimbang perbuatan baiknya. Golongan kedua, yaitu muqtashid, memiliki definisi bahwa orang yang perbuatan baik sebanding dengan perbuatan buruk. Terakhir, golongan saabiq bil khairaat, ialah hamba-hambaNya yang senantiasa bersabar dalam ketaatan serta memprioritaskan kebaikan.
Menurut Imam Al-Ghazali dalam kitab Minhaajul ‘Abidiin, kelompok zalim terhadap diri sendiri adalah kelompok yang paling merugi karena dahulu semasa di dunia, mereka banyak memperturutkan hawa nafsu, berbuat dosa pada Allah dan sesama serta enggan bertobat.  Sedangkan golongan kedua, karena antara perbuatan baik dan dosanya seimbang, maka hak Allah sepenuhnya, apakah ia masuk surga atau dicampakkan ke dalam neraka. Sedangkan golongan ketiga, Allah Swt. akan memberikan sebaik-baiknya ganjaran, sesuai dengan ayat selanjutnya dalam surah yang senada.
Mengapa golongan zhalim linafsihi lebih didahulukan daripada dua golongan lainnya (al-muqatshid dan sabiqun bil-khairat), padahal kelompok zhalim linafsihi merupakan tingkatan Muslim yang terendah dari tiga golongan yang ada? Sebagian ulama berpendapat, supaya golongan pertama itu tidak mengalami keputusasaan dari rahmat Allah Swt., dan golongan sabiqun bil khairat tidak silau dan terperdaya dengan amalan sendiri. Apalagi pada kalimat sabiqun bil khairat diikuti kalimat bi idznillaah yang berarti semangat melakukan amal saleh semata-mata karena rahmat dan kehendak Allah Swt.
Yahya bin Muadz berkata, “Manusia terbagi ke dalam tiga kelompok; (1) Orang yang lebih sibuk dengan akhirat daripada dunia; (2) Orang yang lebih sibuk dengan dunia daripada akhirat; (3) Orang yang sibuk dengan keduanya sekaligus. Kelompok pertama orang-orang sukses, kelompok kedua orang-orang celaka, dan kelompok ketiga  orang-orang yang dalam kondisi kritis (Shifatu Ash-Shofwah, Jilid IV hal.93).
Dalam buku Waahatu Al-Iman, Abdul Hamid Al-Bilali (1987) mengungkapkan bahwa kelompok pertama adalah orang-orang yang obsesi hidupnya didominasi oleh akhirat. Mereka bekerja di dunia selalu dengan kacamata akhirat. Mereka tahu apa saja yang ada di dunia adalah sarana yang diciptakan Allah Swt. untuk membantu manusia untuk merealisasikan tujuan penciptaan manusia, yaitu beribadah kepada Allah Swt. (QS Adz-Dzariyat: 56). Mereka memperlakukan dunia sebagai sarana dan meletakannya di genggaman mereka. Mereka mengendalikan dunia, supaya tidak dikendalikan dunia. Mereka tidak menjauhkan diri dari dunia dan mengisolasi diri dari kesibukan dunia karena mereka tahu bahwa tugas mereka adalah memperbaiki diri dan orang lain, serta memanfaatkan seluruh potensi dunia untuk kepentingan akhirat.
Kelompok kedua adalah orang-orang yang rasa cintanya kepada dunia begitu menguasai jiwa mereka, hingga melupakan akhirat. Mereka mengira dunia itu segala-galanya. Mereka tidak memahami bahwa dunia adalah sarana untuk membantu meraih kesuksesan di akhirat. Yang lebih parah lagi meraka memahami dunia sebagai tujuan akhir penciptaan manusia, sehingga menjadikan dunia sebagai tuhan selain Allah Swt. Mereka meletakkan dunia di dalam hati, dan menghabiskan seluruh umurnya untuk dunia. Harta, wanita, tahta adalah tujuan hidup mereka.
Kelompok ketiga adalah orang-orang yang tidak jelas statusnya. Mereka tidak mau masuk kelompok pertama atau kelompok kedua. Pada saat yang sama mereka ingin mendapatkan sebagian karakteristik kelompok pertama dan sebagian karakteristik kelompok kedua. Sekali waktu mereka menyembah Allah Swt., dan pada waktu yang lain mereka menyembah selain Allah. Seolah-olah mereka sedang berputar-putar di pinggir jurang sebagaimana firman Allah Swt.,
“Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi. Maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. yang demikian itu adalah kerugian yang nyata” (QS Al-Hajj: 11).
Sebagai Mukmin yang senantiasa merindukan surga dan terhindar dari siksa neraka, tentu kita berusaha untuk menjadi Mukmin yang senantiasa sami’na wa atha’na ketika mendengar seruan Allah Swt. Untuk menjadi Mukmin yang selalu bersegera dalam melaksanakan kebaikan (sabiqun bil khairat), tentu kita harus membiasakan diri untuk tidak menunda-nunda setiap kebaikan atau amal shaleh yang ada di hadapan kita. Bagi Mukmin yang membiasakan diri shalat berjamaah di masjid, akan merasa rugi dan bersalah apabila mereka terlambat memenuhi seruan adzan lantaran kesibukan yang bersifat duniawi. Oleh karena itu, mari kita berlomba-lomba dan bersegera melaksanakan setiap kebaikan dengan mengharap ridha Allah Swt. Wallahu a’lam bish shawab.


[1] Yang dimaksud dengan orang yang Menganiaya dirinya sendiri ialah orang yang lebih banyak kesalahannya daripada kebaikannya, dan pertengahan ialah orang-orang yang kebaikannya berbanding dengan kesalahannya, sedang yang dimaksud dengan orang-orang yang lebih dahulu dalam berbuat kebaikan ialah orang-orang yang kebaikannya Amat banyak dan Amat jarang berbuat kesalahan.

0 comments:

Posting Komentar

 
Syamsu Hilal © 2011 | Dikunceni Kang Zack, Kunjungi Juga Suswono, Kementan dan Atang Trisnanto