Menutup Aurat, Tanda Iman

14 Apr 2014



Dalam keseharian, kita mungkin pernah atau bahkan sering mendengar ungkapan yang seolah-olah benar, tetapi sesungguhnya kurang tepat, atau bahkan salah. Misalnya ungkapan seorang wanita menanggapi kewajiban berhijab atau menutup aurat.
Buat apa berjilbab kalau hati kita belum siap, belum bersih, masih suka ngerumpi, berbuat maksiat, dan dosa-dosa lainnya. Percuma dong pake jilbab. Yang penting kan hatinya.” Apalagi ungkapan tersebut terkadang diperkuat dengan dalil, “Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk (rupa) kalian, tapi Allah melihat pada hati kalian.”
Jawaban seperti itu tampaknya benar karena seolah-olah menempatkan hati manusia lebih penting dari tampilan lahiriyah. Apalagi Imam Al-Ghazali pernah berkata bahwa timbangan amalan hati lebih berat daripada segunung amalan anggota tubuh. Namun, bukanlah ungkapan di atas yang dimaksud oleh Imam Al-Ghazali.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah Saw. bersabda, “Ketahuilah bahwa sesungguhnya di dalam jasad manusia ada segumpal daging. Jika segumpal daging itu baik, maka baiklah seluruh jasad. Jika segumpal daging itu rusak, maka rusaklah seluruh jasad. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati” (HR Bukhari dan Muslim).
Imam Ahmad meriwayatkan dari Anas ra., bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Al-Islaamu ‘alaniyatun, wal iimaanu fil qalbi.” Islam itu apa yang tampak kelihatan, sedangkan iman ada di dalam hati. Kemudian Rasulullah Saw. memberikan isyarat dengan tangan ke dada sebanyak tiga kali sambil berkata, “Takwa itu ada di sini. Takwa itu ada di sini.”
Taqwa tempatnya memang di hati, karena tampilan fisik seseorang dapat dibuat-buat seolah-olah orang itu bertaqwa. Namun, mengapa Allah Swt. menyuruh orang yang ingin masuk Islam mengucapkan dua kalimat syahadat disaksikan orang lain? Mengapa Allah Swt. memerintahkan kita shalat lima waktu secara berjamaah di masjid, mengerjakan puasa Ramadhan, membayar zakat, dan menunaikan haji. Semuanya itu adalah amalan lahiriyah yang dapat disaksikan oleh mata. Rukun Islam adalah amalan lahiriyah yang dapat dilihat oleh mata. Sedangkan rukun iman adalah amalan hati.
Iman dan Islam tidak dapat dipisahkan, karena memiliki keterkaitan satu sama lain. Meski iman tidak dapat dilihat, akan tetapi tanda-tanda keimanan seseorang dapat dilihat. Salah satu tanda keimanan adalah menghormati tamu dan tetangganya, sebagaimana hadits Nabi Saw., “Siapa yang beriman kepada Allah dan hati Kiamat, hendaknya ia menghormati tamunya.” Dalam hadits lain, “…hendaknya ia menghormati tetangganya.” Tanda keimanan yang lain adalah berkata benar atau diam, sebagaimana sabda Rasulullah Saw., “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari Kiamat, hendaknya ia berkata benar atau (kalau tidak mampu berkata benar, lebih baik) diam.”
Rukun Islam yang lima sesungguhnya berisi tanda-tanda keimanan, karena setiap orang yang menyatakan keimanan kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya dengan mengucapkan dua kalimat syahadat, maka ia wajib melaksanakan shalat, zakat, puasa, dan haji. Iman seseorang dinyatakan sah apabila memenuhi tiga unsur, yaitu “tasdiqun bil qalbi, iqrarun bil lisan, ‘amalun bil arkan” (diyakini dengan hati, diucapkan dengan lisan, diamalkan dengan anggota tubuh).
Menutup aurat adalah salah satu perintah Allah Swt. yang tercantum di dalam Al-Qur`an. Jadi, bila ada orang mengatakan bahwa mengenakan jilbab penutup aurat itu tidak wajib karena yang penting menutup hati, jelas itu salah, bahkan menyesatkan. Itu sama saja dengan mengatakan bahwa shalat tidak wajib yang penting eling. Puasa tidak wajib yang penting menahan nafsu. Zakat tidak wajib, yang penting peduli kepada sesama, dan seterusnya.
Dari Abu Hurairah r.a., Nabi Saw. bersabda, Iman mempunyai lebih dari enam puluh cabang. Dan malu adalah salah satu cabang dari iman” (HR Bukhari). Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani, banyak ulama yang mencoba merumuskan cabang-cabang iman, tetapi yang paling mendekati kebenaran adalah rumusan Ibnu Hibban yang merinci cabang iman menjadi 69 cabang; 24 cabang amalan hati, 7 cabang amalan lisan, dan 38 cabang amalan anggota badan.
Bila kita merujuk kepada pendapat Ibnu Hibban, dapat disimpulkan bahwa tanda-tanda keimanan yang dapat disaksikan oleh mata sebanyak 65%, sedangkan tanda-tanda keimanan yang tersembunyi hanya 35%. Bila demikian, setujukah kita dengan pendapat bahwa memakai jilbab penutup aurat itu tidak wajib? Wallahu ‘alam bish shawab.

0 comments:

Posting Komentar

 
Syamsu Hilal © 2011 | Dikunceni Kang Zack, Kunjungi Juga Suswono, Kementan dan Atang Trisnanto