Tiga Kelompok Manusia Saat Di Hisab

12 Jun 2013



Oleh: Ustadz Dr. H  Ahzami Sami’un Jazuli, MA

“Dan (ingatlah) akan hari (yang ketika itu) Kami perjalankan gunung-gunung dan kamu akan melihat bumi itu datar dan Kami kumpulkan seluruh manusia, dan tidak Kami tinggalkan seorang pun dari mereka. Dan mereka akan dibawa ke hadapan Tuhanmu dengan berbaris. Sesungguhnya kamu datang kepada Kami, sebagaimana Kami menciptakan kamu pada kali yang pertama; bahkan kamu mengatakan bahwa Kami sekali-kali tidak akan menetapkan bagi kamu waktu (memenuhi) perjanjian. Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang yang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: "Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang juapun”
(QS Al-Kahfi: 47-49).

Pada ayat 45 dan 46 Surat Al-Kahfi, Allah Swt. membuat perumpamaan tentang kehidupan di dunia seperti air hujan yang menumbuhkan berbagai macam tanaman dan tumbuhan yang menjadi sumber nafkah manusia. Tumbuhan dan tanaman itu pada masanya akan hancur, apakah ditebang oleh manusia untuk diambil kayunya, diketam untuk diambil padinya, dipanen untuk diambil buahnya, atau hancur disapu badai dan gelombang tsunami. Semua ada batas waktunya. Tidak ada yang abadi, kecuali Allah Swt.
Allah Swt. juga menjelaskan bahwa harta kekayaan dan anak-anak hanyalah sekedar perhiasan hidup di dunia, sedangkan “al-baaqiyaatush shaalihat” (amal shalih) itulah yang dapat dijadikan harapan untuk bekal kehidupan di akhirat kelak.
Melalui kedua ayat ini, Allah Swt. ingin menyadarkan manusia bahwa kehidupan dunia adalah fana (sementara), maka tidak layak bagi manusia memfokuskan kehidupannya untuk dunia semata. Setelah dunia dihancurkan, masih ada kehidupan lain yang kekal selama-lamanya, yaitu kehidupan akhirat.
Selanjutnya, dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa ayat 47-49 Surat Al-Kahfi menceritakan tentang kecemasan-kecemasan yang menakutkan di hari kiamat, dimana pada hari itu gunung-gunung akan berjalan dan akan bergeser dari tempatnya . Bumi menjadi dataran yang sangat luas, tidak ada bangunan, tidak ada pepohohan, tidak ada lembah, dan tidak ada tempat sembunyi. Pada hari itu semua makhluk Allah akan berdiri berbaris di hadapan-Nya, lalu Allah Swt. berfirman, “Kalian mengira bahwa tidak akan ada hari serupa hari ini, telah datang kepada-Ku hari ini tepat dalam keadaan seperti waktu Kami menciptakanmu.”
Suasana seperti itu ditegaskan oleh Allah Swt. dalam ayat yang lain, “Dan mereka bertanya kepadamu tentang gunung-gunung, maka katakanlah, ‘Tuhanku akan menghancurkannya (di hari kiamat) sehancur-hancurnya, maka Dia akan menjadikan (bekas) gunung-gunung itu datar sama sekali, tidak ada sedikitpun kamu lihat padanya tempat yang rendah dan yang tinggi-tinggi” (QS Thaha: 105-107).
Kemudian kepada mereka diletakkan kitab yang besar dan yang kecil, yang baik maupun yang buruk, yang penting maupun yang sepele. Pada hari itu berkatalah orang-orang yang durhaka dan bersalah dengan wajah ketakutan setelah melihat catatan kehidupannya. Mereka menemukan semua amal yang baik dan yang buruk di dalam kitab catatannya yang sangat rinci. Di situlah mereka baru menyadari bahwa Allah Swt. Maha Adil, tidak mengurangi sedikit pun hak manusia atas amal yang mereka lakukan.
Hal ini dinyatakan oleh Allah Swt., “Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan (pahala) nya. Dan cukuplah Kami sebagai Pembuat perhitungan” (QS Al-Anbiya`: 47).
Pada ayat di atas, Allah Swt. menjelaskan tentang kondisi kehidupan di akhirat, yang merupakan akibat logis dan adil dari pilihan pola kehidupan di dunia. Dalam kajian Ar-Razi, ayat 47-49 surat Al-Kahfi ini juga merupakan sanggahan dan koreksi terhadap kalangan musyrikin dan kafirin yang begitu bersikap arogan terhadap kaum Muslimin yang lemah (dha’if) dan tertindas (mustadh’afin). Mereka sombong (takabbur) dengan gemerlapnya harta benda yang mereka miliki, serta besarnya jumlah pendukung yang mereka kuasai.
Dalam ayat ini juga, Allah Swt. menegaskan kepada Nabi Muhammad Saw. berserta para pengikutnya, agar tetap istiqamah dalam Islam, sekalipun mendapatkan provokasi yang menyesakkan hati dari kalangan musyrikin dan kafirin. Disamping itu, Allah Swt. menyuruh kaum Muslimin agar tidak ragu menyampaikan kepada kaum musyrikin dan kafirin tersebut bahwa meskipun mereka mengklaim dengan demikian congkaknya, tapi itu semua tidak akan berarti apa-apa di hadapan kekuasaan Allah Swt. Dengan kekuasaan-Nya yang tidak terbatas, Allah Swt. mampu memperjalankan gunung-gunung, memunculkan kandungan isi bumi, serta membangkitkan kembali orang-orang yang telah mati untuk mempertanggungjawabkan pilihan kehidupannya di dunia secara individu.
Di akhirat kelak, setiap manusia akan di hadapkan secara perorangan tanpa membawa harta benda dan kawan pendukung. Itu semua dengan maksud untuk menyadarkan kembali kalangan musyrikin dan kafirin, agar mereka dapat merenungkan kembali pilihan kehidupan sosial, ekonomi, dan politiknya, sehingga tak berlaku arogan dan semena-mena terhadap sesama manusia. Mereka juga diingatkan agar segera melakukan pertaubatan (taubatan nashuha), agar hidup mereka menjadi semakin bermakna positif dan tidak menyesal di hari kiamat nanti.
Pada hari itu, setiap manusia secara individu akan melihat kembali hasil kerjanya selama di dunia. Saat itulah, orang-orang musyrik dan kafir yang memilih kehidupan negatif di dunia akan menerima catatan yang sangat rinci tentang semua dosa yang dilakukannya, baik yang termasuk kategori shoghir (dosa kecil), maupun kaba`ir (dosa besar). Tak satu pun yang luput dari catatan shahifah (kitab catatan amal). Tak satu pun perbuatan dosa yang dapat mereka tutup-tutupi selama hidup di dunia. Maka terbentanglah kebusukan mereka di hadapan seluruh umat manusia dan akan nyata kepantasan mereka mendapatkan hukuman Allah Swt, Dzat yang Maha Penegak kebenaran, Dzat yang Maha Adil, yang tidak akan mencatat sesuatu yang tidak faktual, yang tidak akan menghukum di luar kesalahan orang itu sendiri.
Simaklah penegasan Allah Swt. dalam firman-Nya, “Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan dihadapkan (dimukanya), begitu (juga) kejahatan yang telah dikerjakannya. Ia ingin kalau kiranya antara ia dengan hari itu ada masa yang jauh, dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa) Nya. Dan Allah sangat Penyayang kepada hamba-hamba-Nya” (QS Ali Imran: 30).
Pada hari kiamat nanti, manusia sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah Saw. akan dihisab dengan merujukkannya kepada tiga nabi, yaitu Nabi Yusuf As., Nabi Ayyub As., dan Nabi Sulaiman As. Kepada seorang hamba yang miskin dan lemah ketika di dunia ditanya, “Mengapa kamu lalai dari-Ku untuk mematuhi perintah-Ku?” Si hamba tersebut menjawab, “Engkau telah menentukan nasibku sebagai manusia yang tidak memiliki kesempatan untuk menyembah-Mu, karenan aku miskin?” Maka Allah Swt. mendatangkan Nabi Yusuf As., seraya berfirman, “Orang ini dahulu pun adalah hamba seperti kamu, tetapi ternyata kondisi kemiskinan tidak menghalangi sedikit pun untuk tetap beribadah kepada-Ku.” Maka Allah Swt. memerintahkan para Malaikat untuk memasukkannya ke dalam api neraka.
Kemudian Allah Swt. menghisab orang yang mendapatkan cobaan (bala`) dan dikatakan kepadanya, “Mengapa kamu lalai dan tidak beribadah kepada-Ku?” Orang itu menjawab, “Karena Engkau menyibukkanku dengan berbagai cobaan.” Maka Allah Swt. menghadirkan Nabi Ayyub As., seraya berfirman, “Orang ini dahulu pun pernah mendapat cobaan (bala`), bahkan lebih dahsyat dari yang kamu alami. Akan tetapi, ia tak sekali pun lalai dari beribadah kepada-Ku.” Maka Allah Swt. memerintahkan kepada Malaikat untuk menempatkannya di neraka.
Kemudian Allah Swt. menghisab seorang penguasa yang kaya raya dan ditanya, “Apa yang telah kamu lakukan dengan kekuasaan serta kekayaan yang Aku berikan kepadamu?” Si penguasa yang kaya raya itu menjawab, “Aku sangat sibuk dengan kekuasaan dan kekayaanku, sehingga tak sempat lagi beribadah kepada-Mu.” Maka Allah Swt. menghadirkan Nabi Sulaiman As. dan berfirman, “Tidak tahukan kamu tentang Sulaiman ini? Ia adalah hamba-Ku yang memiliki kekuasaan dan kekayaan melebihi kamu. Akan tetapi itu semua tidak menghalanginya untuk tetap beribadah kepada-Ku.” Maka si penguasa yang kaya raya itu pun di masukkan ke dalam api neraka (Tafsir Ar-Razi XXI/135-136).
Demikianlah, ayat-ayat di atas dengan sangat jelas memaparkan hakikat kejadian di hari kiamat, saat kita semua harus mempertanggung jawabkan semua pilihan kehidupan yang kita di dunia. Semoga kita tidak memilih pola kehidupan yang akan menyengsarankan kita di akhirat kelak seperti ketiga orang yang telah dicontohkan di atas. Wallahu a’lam bishshawab.

0 comments:

Posting Komentar

 
Syamsu Hilal © 2011 | Dikunceni Kang Zack, Kunjungi Juga Suswono, Kementan dan Atang Trisnanto