Menjaga Rahasia Suami-Istri

8 Mar 2013


“Sesungguhnya pengkhianatan amanah yang paling besar di sisi Allah pada hari Kiamat adalah suami yang membuka rahasia pribadinya kepada istri, dan istri yang membuka rahasia pribadinya kepada suami, lalu salah seorang darinya menceritakannya kepada orang lain” (HR Muslim).

Perselisihan dan pertikaian yang mengakibatkan kekerasan dalam rumahtangga seringkali disebabkan suami-istri kurang memahami tujuan pembinaan rumahtangga. Sebagian orang memahami pernikahan – yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan perkawinan – hanya sebatas menjalankan kebiasaan yang berlaku pada manusia, dalam arti laki-laki membutuhkan perempuan, dan perempuan membutuhkan laki-laki. Bahkan ada yang memahami bahwa pernikahan atau perkawinan hanya sekedar sarana untuk memenuhi hasrat biologis semata.
Pemahaman terakhir berkembang di negara-negara yang menganut sistem liberalisme, dimana ikatan pernikahan tidak lagi dianggap sakral. Maka, ketika mereka bosan dengan pasangannya masing-masing, dan pada saat yang sama mereka menemukan orang ketiga, maka mulailah dicari celah untuk mengakhiri ikatan pernikahan atau perkawinan tersebut. Bahkan masalah sepele, semisal suami atau istri yang tidur mendengkur, menyebabkan salah satunya menggugat cerai pasangannya.
Kalau kita membaca berita di koran dan majalah serta menyaksikan tayangan infotainment tentang kehidupan para selebritis, maka kita akan melihat fenomena bahwa lembaga pernikahan yang suci telah mengalami degradasi. Masalah kecil dalam rumahtangga yang seharusnya dapat diselesaikan dengan baik oleh pasangan suami-istri diekspose menjadi berita besar yang berakhir dengan perceraian. Suami membeberkan rahasia istri, dan istri membeberkan rahasia suami. Aib rumahtangga tidak lagi dianggap sebagai aib, akan tetapi sudah berubah menjadi tontotan yang yang “menarik”.

Menjaga Rahasia
Hampir setiap stasiun televisi di Indonesia menayangkan acara ini. Bahkan satu stasiun televisi bisa menayangkan lebih dari satu acara sejenis dengan kemasan dan judul acara yang berbeda. Saya khawatir, sadar atau tidak, tayangan-tayangan seperti ini akan semakin mendistorsi persepsi orang tentang lembaga pernikahan atau perkawinan. Apalagi saat ini siaran televisi sudah menjangkau ke pelosok-pelosok perdesaan.
Salah satu unsur yang dapat menjaga keharmonisan dan keutuhan suami istri adalah apabila keduanya saling menjaga rahasianya masing-masing. Terkadang suami menceritakan rahasia pribadinya kepada istri. Sebaliknya, istri menceritakan rahasia pribadinya kepada suami. Ini baik, sebagai perwujudan kedekatan perasaan dan kejiwaan mereka. Namun, masing-masing mereka tentu tidak suka bila rahasia pribadi itu diketahui orang lain, selain mereka berdua.
Apa pun yang terjadi di antara mereka berdua, apalagi urusan jima’ (senggama) misalnya, dilarang untuk diceritakan kepada orang lain. Menceritakan rahasia semacam itu mencerminkan miskinnya kehormatan diri dan tidak adanya rasa malu, selain memang tidak ada manfaatnya. Oleh karena itu, ajaran Islam melarangnya dengan keras.
“Dari Abu Said al-Khudri Ra. berkata, Rasulullah Saw. bersabda., ‘Sesungguhnya seburuk-buruk kedudukan manusia di hadapan Allah pada hari kiamat adalah kedudukan seorang suami, di mana ia membuka rahasia dirinya kepada istri, dan istri pun membuka rahasia dirinya kepada suami, lalu salah seorang darinya menceritakannya kepada orang lain’” (HR Abu Daud).
Dalam riwayat lain, Rasulullah Saw. juga bersabda. “Sesungguhnya pengkhianatan amanah yang paling besar di sisi Allah pada hari Kiamat adalah suami yang membuka rahasia pribadinya kepada istri, dan istri yang membuka rahasia pribadinya kepada suami, lalu salah seorang darinya menceritakannya kepada orang lain” (HR Muslim).
Dari Asma` binti Yazid Ra., suatu saat dia berada di samping Rasulullah Saw., sementara para lelaki dan perempuan juga berada di sekelilingnya. Maka berkatalah Rasulullah Saw., “Barangkali ada laki-laki yang menceritakan kepada orang lain apa-apa yang diperbuatnya kepada istrinya, dan barangkali ada pula perempuan yang menceritakan kepada orang lain apa-apa yang diperbuatnya kepada suaminya?”
Semuanya diam, kemudian Asma` berkata, “Demi Allah, benar ya Rasulullah, para lelaki banyak yang melakukannya dan demikian pula para perempuannya.”
Maka, Rasulullah Saw. bersabda, “Janganlah kamu lakukan itu. Karena hal yang demikian itu semisal setan laki-laki menjumpai setan perempuan lalu menzinainya, sementara orang-orang menyaksikannya” (HR Ahmad).
Kadang terjadi persoalan dalam kehidupan rumahtangga yang berakhir dengan munculnya celaan, umpatan, bahkan perilaku buruk lainnya. Semua rahasia rumahtangga yang seharusnya disimpan rapi, diobral keluar tanpa kendali. Padahal, seharusnya hal itu dilokalisir untuk diselesaikan berdua dengan pikiran jernih, kepala dingin, dan sikap arif bijaksana.
Apabila keduanya tidak sanggup dan gagal dalam menyelesaikan masalah, tidaklah dilarang melebarkan bingkainya seminimal mungkin. Misalkan, menyampaikan persoalan itu kepada orang-orang yang dikenal sebagai ahli hikmah, yang dapat menjaga kehormatannya, terpercaya dalam menjaga rahasia, dapat memahami masalah, dan memiliki ketaqwaan yang mendalam. Selain kepada mereka, sekali-kali tidak dibenarkan, karena hanya akan mengoyak tirai rumahtangga dan memperdalam luka-lukanya.
Salah satu kondisi berbahaya yang dapat menghancurkan bangunan rumahtangga, mengoyak tirai kehormatan, dan menyebarluaskan rahasia suami-istri adalah pada saat hati sedang terbakar emosi dan kemarahan. Saat-saat seperti itu dapat merangsang suami berperilaku menyakiti hati dan melukai perasaan istrinya. Sebagaimana juga bila emosi membakar istri, juga akan merangsangnya menyakiti hati dan membuat marah suami.
Bila semua itu terjadi, tentu akan menggoreskan kenangan pahit dan menodai lembaran-lembaran kehidupannya. Tak diragukan lagi bahwa saat-saat marah adalah saat di mana setan beraksi. Oleh karena itu, Islam memberi wasiat kepada para suami-istri dengan ayat Allah,
“Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika istri-istrimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah, dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada taqwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kamu kerjakan” (QS Al-Baqarah: 237).
Ayat ini menjelaskan bahwa apabila suami atau istri mulai tidak menyukai pasangannya lantaran melihat wanita atau laki-laki lain yang “lebih menarik”, hendaknya suami atau istri melihat keutamaan dan kebaikan pasangannya. “Kelebihan dan keistimewaan” atau daya tarik lain yang ada pada wanita atau laki-laki lain yang dilihatnya sesungguhnya sudah ada pada istri atau suaminya.
Ingatlah wahai suami-istri yang shalih dan shalihah, bahwa praktik menyebarkan rahasia rumahtangga itu sangat buruk dampaknya. Ia dapat menghilangkan kepercayaan, menambah keruhnya hati, dan dapat membuka pintu pengkhianatan.
Ketahuilah, alangkah besar kebaikan itsar (mementingkan orang lain ketimbang menuruti egoisme), dan betapa agung makna menjaga rahasia rumahtangga. Karena hal itulah yang akan menambah kepercayaan dan mengokohkan jalinan kasih sayang di antara suami-istri.

Batas Cemburu
Islam telah meletakkan batas-batas rasa cemburu yang dapat mendatangkan kemaslahatan rumahtangga. Apabila dilanggar, bakal mendatangkan kekeruhan yang mengotori keharmonisan hubungan suami-istri.
Dari Jabir bin Anbarah Ra. berkata, Rasulullah Saw. bersabda, “Ada cemburu yang dicintai Allah, dan ada pula yang dibenci-Nya. Cemburu yang dicintai Allah adalah cemburu pada keraguan. Sedangkan cemburu yang dibenci Allah adalah cemburu pada ketidakraguan” (HR Nasa`i, Ahmad, dan Ibnu Hiban).
Seorang Muslim hendaknya meletakkan batasan ini di depan pelupuk matanya, agar tidak jatuh pada sikap berlebih-lebihan. Cemburu yang terpuji adalah apabila sebab-sebabnya jelas dan memiliki bukti-bukti nyata. Seperti mendapati suami mencandai wanita, atau istri mencandai laki-laki lain. Yang mana canda itu disertai dengan bumbu-bumbu kata dan gaya suara yang dibuat-buat, sehingga dapat memabukkan dan menimbulkan kenikmatan bagi lawan jenisnya. Tentu saja ini perbuatan tercela.
Sedangkan cemburu yang tercela adalah kecemburuan yang dibangun dengan persangkaan dan praduga belaka. Seperti berlebih-lebihan dalam menafsirkan ucapan, gerakan, sikap diam, gaya bicara, bahkan bisikan.
Salah satu tanda cemburu yang tercela adalah cemburu yang menyebabkan terhalanginya kemaslahatan, dan sebaliknya mendatangkan kerusakan lantaran salah paham. Misalkan suami melarang istrinya yang teguh memegang kuat agamanya untuk mendatangi majelis ta’lim. Atau istri melarang suaminya yang sudah dikenal baik, memberi ceramah di majelis ta’lim kaum ibu. Kecemburuan-kecemburuan semacam itu perlu ditinjau kembali dengan barometer syariat, agar persoalannya dapat didudukkan pada posisi yang semestinya. Wallahu a’lam bishshawab.

0 comments:

Posting Komentar

 
Syamsu Hilal © 2011 | Dikunceni Kang Zack, Kunjungi Juga Suswono, Kementan dan Atang Trisnanto