Oleh Syamsu
Hilal
Suatu ketika Abu Bakar menemui Hanzalah dan menyapanya, “Bagaimana keadaanmu wahai Hanzhalah?” Hanzahalah menjawab, “Hanzhalah telah munafik.” Abu Bakar terkejut, “Subhanallah! Apa yang kamu ucapkan?”
Hanzhalah menjawab, “Ketika kami berada di sisi Rasulullah Saw., beliau
mengingatkan kepada kami mengenai neraka dan surga sampai-sampai seolah-olah
kami benar-benar bisa melihatnya secara langsung dengan mata kepala kami saat itu.
Namun, ketika kami sudah meninggalkan majelis Rasulullah Saw., kami pun sibuk
bersenang-senang dengan istri-istri dan anak-anak, serta sibuk dengan pekerjaan
kami sehingga kami banyak lupa.” Abu Bakar berkata, “Demi Allah, aku pun menjumpai perkara yang serupa.”
Maka Hanzhalah bersama Abu Bakar beranjak menemui Rasulullah Saw. Di hadapan Nabi
Saw., Hanzhalah berkata, “Hanzhalah telah munafik, wahai Rasulullah.” Rasulullah Saw.
bertanya, “Apa yang kamu maksudkan?” Hanzhalah mengatakan sebagaimana yang ia ungkapkan
kepada Abu Bakar. Mendengar uraian Hanzhalah, Rasulullah Saw. berkata, “Demi
Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya kalian selalu berada dalam
kondisi sebagaimana ketika berada di sisiku dan terus-menerus sibuk dengan dzikir
niscaya para Malaikat akan menyalami kalian di atas tempat pembaringan dan di
jalan-jalan kalian. Namun, wahai Hanzhalah “saa’atan wa saa’atan
(setahap demi setahap).” Beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali (HR Muslim).
Mukmin yang sedang berusaha taqarrub ilallah (mendekatkan diri
kepada Allah), umumnya merasakan apa yang dirasakan oleh Hanzhalah. Kondisi iman yang naik-turun adalah sunnatullah, sebagaimana
juga pernah diingatkan oleh Rasulullah Saw. Iman naik ketika berada di
lingkungan orang-orang saleh. Sebaliknya, iman turun ketika berada di
lingkungan ahlul maksiat. Oleh sebab itu, Rasulullah Saw. mengajarkan
agar kita menumbuhkan iman secara bertahap (saa’atan wa saa’atan). Salah satunya dengan cara berkumpul bersama
orang-orang saleh.
Allah Swt. memerintahkan agar orang-orang beriman untuk meningkatkan
keimanannya, “Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab
yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian,
maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya” (QS An-Nisa’ [4]: 136).
Bila puncak kesuksesan harus dicapai dengan kerja keras secara bertahap dan
terus menerus, maka puncak keimanan (taqwa) harus diraih melalui latihan
keimanan setahap demi setahap dengan cara meningkatkan ketaatan kepada Allah
Swt. dan Rasul-Nya. Setiap kali berhasil menjalankan suatu ketaatan atas sebuah
perintah atau larangan Allah dan Rasul-Nya, kita harus mempertahankannya sambil
berusaha menambah pelaksanaan ketaatan lainnya. Demikian seterusnya hingga kita
mencapai derajat taqwa. Wallahu a’lam bish shawab.
0 comments:
Posting Komentar