Manfaat Silaturrahim

3 Sep 2011

“Siapa yang ingin dipanjangkan jejak pengaruhnya dan diluaskan rizkinya, maka hendaklah ia menyambung silaturrahim” (HR Bukhari dan Muslim). Dalam riwayat lain disebutkan, “Siapa yang ingin dipanjangkan umurnya dan diluaskan rizkinya, maka hendaklah ia takut kepada Allah dan menyambung silaturrahim.”


           Silaturrahim dibentuk dari kata shilah yang artinya hubungan dan rahim yang artinya kasih sayang. Jadi, silaturrahim artinya hubungan kasih sayang. Ketika Rasulullah Saw. menyuruh kita untuk bersilaturrahim dengan kalimat fal yashil rahimahu, itu artinya kita diperintah untuk menjalin tali kasih sayang dengan orang lain. Atau menyambung kembali tali kasih sayang yang sempat terputus.
          Dalam arti sempit, silaturrahim adalah mengokohkan dan menjalin hubungan tali kekerabatan, khususnya terhadap orang-orang yang memiliki hubungan keluarga. Namun, dalam arti luas, silaturrahim berarti menyambung tali persaudaraan dengan saudara seiman. Berkaitan dengan hal ini, Rasulullah Saw. menegaskan,
          “Sesungguhnya hubungan kekerabatan menggantung di ‘Arsy. Bukanlah orang yang menyambung persaudaraan itu yang (hanya) memberi hadiah, akan tetapi orang yang apabila diputus kekerabatannya, maka ia menyambungnya” (HR Thabrani dan Baihaqi).
          Silaturrahim sebagai sebuah budaya dapat kita temukan di masyarakat dalam berbagai kemasan. Ada halal bihalal, yaitu silaturrahim yang biasanya diadakan dalam rangka memeriahkan Hari Raya Idul Fitri. Ada reuni, yaitu silaturrahim antara para alumni sebuah sekolah atau perguruan tinggi setelah lama tidak pernah bertemu. Ada juga silaturrahim yang dikemas dalam bentuk arisan keluarga. Akhirnya, silaturrahim mengalami perluasan makna, dari sekedar menyambung tali kekeluargaan, kekerabatan, dan saudara seiman, menjadi jalinan persahabatan sesama umat manusia. Silaturrahim bisa diartikan sebagai friendship atau good reationship dengan siapa saja, tak pandang suku, bangsa, atau agama.
          Kembali kepada hadits riwayat Bukhari dan Muslim di atas, menurut Rasulullah Saw. silaturrahim dapat membuat orang yang rajin mensyiarkannya memperoleh keluasan rizki dan panjang umur. Luas rizki artinya Allah Swt. membukakan pintu-pintu rizki dari berbagai arah, termasuk melalui orang-orang yang disilaturrahiminya. Bahkan, harus kita akui, ternyata rezki yang Allah berikan kepada kita lebih banyak melalui perantaraan orang lain.
          Berapa banyak orang yang telah menjadi batu pijakan kita menuju tangga kesuksesan. Kita dapat mulai merunut dari orang pertama yang memberi informasi adanya lowongan kerja di sebuah perusahaan, atau seseorang yang mengajarkan kita berwirausaha. Lalu, ada teman lain memberi tahu peluang kerja yang lebih baik, hingga kita meninggalkan pekerjaan lama dan meniti jenjang karir yang lebih tinggi.
          Kita juga mungkin masih ingat orang yang menginformasikan adanya peluang beasiswa pendidikan sarjana ke luar negeri. Mereka itulah batu pijakan kita. Orang-orang yang menjadi perantara datangnya rizki dari Allah Swt. Dan kita pun mungkin pernah menjadi batu pijakan bagi orang lain menuju tangga kesuksesan.
          Maka memasyarakatkan silaturrahim bisa dikatakan sebagai hajah basyariyah (kebutuhan manusia), karena memang kita butuh bantuan orang lain. Bahkan mungkin merupakan dharuratun ‘amal (desakan kerja), lantaran kita tak dapat bekerja dengan baik tanpa bantuan orang lain.
          Manusia tak mampu menggapai rembulan dengan tangannya sendiri. Tak sanggup memikul beban tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, seorang pengusaha sukses umumnya memiliki hubungan sosial yang luas, baik di lingkungan tempat tinggalnya maupun di kalangan para pengusaha.
          Bukti konkrit untuk hal itu adalah munculnya berbagai jaringan pengusaha dan organisasi profesi sebagai sarana lobi. Kita mengenal banyak organisasi profesi, seperti HIPMI (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia), REI (Real Estate Indonesia), IDI (Ikatan Dokter Indonesia), PII (Persatuan Insinyur Indonesia), ISEI (Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia), dan lain-lain. Organisasi-organisasi profesi tersebut adalah wadah bagi sekelompok manusia untuk melakukan silaturrahim sekaligus lobi bisnis.
          Ber-silaturrahim-lah karena kita tidak tahu melalui jalan mana Allah Swt. mencurahkan rizkinya kepada kita. Sebab, tak seorang pun meninggal dunia, kecuali telah disempurnakan rizkinya.
          Lalu, bagaimana silaturrahim bisa membuat panjang umur? Lisa Berkman dan rekan-rekan sekerjanya di Universitas California di Barkeley melakukan penelitian intensif terhadap tujuh ribu orang dewasa selama sembilan tahun. Mereka mendapatkan bahwa orang-orang yang hubungan sosialnya lemah mempunyai tingkat kematian dua sampai lima kali lipat lebih tinggi daripada mereka yang hubungan sosialnya kuat. Penelitian lain di Universitas Syracuse terhadap empat ratus warga kota dewasa Rockford Illinois menemukan bahwa orang-orang yang sering mengunjungi teman-teman dan tetangga lebih besar kemungkinannya memiliki tingkat kesehatan yang lebih baik daripada mereka yang melewatkan sedikit waktu dengan orang lain.
          Secara sederhana hal itu dapat dijelaskan bahwa orang yang rajin ber-silaturrahim, mengunjungi tetangganya, menjenguk saudaranya, dan menziarahi teman-teman lamanya akan membuat hidupnya lebih bergairah. Ia dapat bertukar pikiran, bertukar pengalaman, berbagi rasa dengan orang-orang yang ditemuinya. Bersamaan dengan itu, ia juga bisa memberikan nasihat, masukan, usul, dan solusi kepada orang lain.
          Suasana seperti itu tentu akan membuat hidupnya lebih bermakna. Di mana-mana ada saudara, kerabat, dan teman dekat. Dunia terasa sangat luas. Dan waktu berjalan begitu cepat. Hidup dalam suasana seperti itu laksana berkendaraan di atas jalan bebas hambatan. Tak ada gangguan yang berarti. Dunia di kanan dan kirinya selalu tersenyum. Bukankah orang seperti itu akan panjang umur. Kalau pun umurnya pendek, paling tidak orang-orang akan mengenang jasanya, keramahannya, murah senyumnya, kedermawanannya, toleransinya, dan segala kebaikannya.
          Berbeda dengan orang yang kuper, introvet, eksklusif, selalu mengurung diri, dan jarang ber-silaturrahim. Wawasannya tidak berkembang. Pikirannya buntu. Perasaannya kacau-balau. Tetangga di kanan kirinya, seolah-olah seperti musuh yang tengah mengincar untuk menerkamnya. Ia merasa bahwa orang lain tidak menyukainya. Perasaan itu membuatnya selalu curiga dan berprasangka buruk pada orang lain.
          Hidup dalam suasana seperti itu tentu akan membuat orang stres, tidak bergairah, dan mungkin akan mengakibatkan depresi. Dunia terasa sempit. Waktu seperti berjalan di tempat. Orang seperti itu tidak bisa menikmati hidup, tidak bisa menghargai hidup, dan tidak mampu memaknai hidup. Akhirnya, hidup menjadi beban yang harus segera diakhiri. Orang seperti itu tentu akan cepat mati, lantaran tidak memiliki semangat hidup. Bila orang itu tidak bermanfaat bagi masyarakat, bahkan menjadi duri dalam daging, mungkin orang-orang akan senang bila ia cepat mati.
          Hidup bermasyarakat tentu tak pernah lepas dari kesalahpahaman yang membuat rusaknya tali silaturrahim. Oleh karena itu, Rasulullah Saw. menjelaskan tentang pentingnya saling menghargai di antara sesama anggota masyarakat, sebagaimana sabdanya, “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya. Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya” (HR Bukhari).
          Silaturrahim dapat menghilangkan kesalahpahaman, mengikis kebencian, dan menutup pintu su`uzhzhon (berprasangka buruk). Orang yang senantiasa bersilaturraahim memiliki jiwa yang tenang dan pikiran yang jenih, lantaran ia tak pernah membenci orang lain, dan orang lain suka kepadanya. Silaturrahim adalah resep praktis untuk mengobati stress. Karena ketika seseorang menghidupkan tali silaturahim, terhapuslah penyakit hasad, iri, dan dengki yang mengotori hati dan merusak pikiran. Rasulullah Saw. memberikan batas tenggang waktu tiga hari bagi mereka yang memutus tali silaturrahim untuk menyambungkannya kembali. Bahkan beliau menegaskan, “Siapa yang memutuskan hubungan silaturrahim selama enam hari, sama seperti ia menumpahkan darah” (HR Abu Daud). (Syamsu Hilal).

0 comments:

Posting Komentar

 
Syamsu Hilal © 2011 | Dikunceni Kang Zack, Kunjungi Juga Suswono, Kementan dan Atang Trisnanto